Beberapa hari belakangan ini sedang viral isu tentang perempuan yang katanya tidak boleh memakai bra atau buste holder (BH). Isu ini berembus kencang meski sumber berita dan akun instagramnya sudah dihapus.
Pihak situs web yang melansir berita dan akun instagram yang bersangkutan juga telah mengklarifikasi, menghapus, dan meminta maaf atas pemuatan artikel tersebut. Namun, isunya masih terus mengalir, digoreng, dan semoga saja tidak ada pihak yang sengaja mem-blow up isunya untuk menyudutkan Islam.
Isu mengenai ini ramai di media sosial dan media online. Namun, yang dibahas di sini hanya mengangkat substansi pemakaian bra oleh wanita. Isu ini memang sensitif. Bahkan, mungkin karena sensual sehingga menjadi topik yang cukup hangat diperbincangkan publik.
Saking viralnya, isu soal wanita dan bra ini pertama kali saya “tangkap” dalam sebuah kajian. Namanya juga kajian, berbagai masalah dan kemelut di tengah ummat, tak luput dari pembicaraan, meski hanya sekadar disinggung. Dan ini memang harus dibahas agar ummat mendapatkan pencerahan dan nilai-nilai positif harus terus didakwahkan.
Di sela-sela pembahasan, salah satu ustadz menanyakan kepada Ketua Umum Wahdah Islamiyah Ustadz Dr M Zaitun Rasmin sebagai narasumber tentang isu “panas” tersebut. Tepatnya, dalam Kajian Minhaj MIUMI, Kamis, 7 Oktober 2021, Pukul 20.00 WIB. Kajian ini mengangkat tema “Makna Wasathiyyah Islam & Arah Moderasi Beragama”.
“Allah telah menjadikan umat Islam sebagai “Ummatan Wasathan” tapi, apakah washatiyyah Islam itu sama dengan moderasi agama yang sekarang lagi gencar digaungkan? Apakah di antara keduanya ada perbedaan mendasar yang perlu dipahami umat Islam agar tidak salah paham?
Setelah menjelaskan makna “Ummatan Wasathan” dan “Moderasi Agama”, Ustadz Rasmin disuguhi pertanyaan soal isu yang lagi hits tersebut. Ustadz Zaitun menegaskan, pada dasarnya, pakaian perempuan tidak boleh ketat dan tidak boleh transparan. Sekali lagi, dia menyatakan, pakaian perempuan tidak boleh disengajakan untuk menarik perhatian. Maksudnya, tidak boleh ketat, tidak transparan, tidak pendek, tidak terbuka, tidak menggantung, atau semacamnya. Singkat kata, intinya adalah tidak boleh kelihatan seksi.
Agar pakaian wanita tidak kelihatan seksi, maka pakaian yang tepat bagi wanita harus longgar. Tujuannya agar pakaian yang dikenakan tidak mengikuti lekuk tubuh atau tidak mengikuti bentuk badannya. Di sinilah inti persoalannya. Dalam kondisi pakaian yang longgar bagi wanita, tidak transparan, tebal atau dilapisi pakian luar seperti jaket, maka masalah pakaian dalam wanita tak perlu menjadi bahasan. Sebab, lekukan atau bentuk tubuh secara keseluruhan sudah tertutup. Tidak transparan pula. Singkat kata, intinya sudah tidak kelihatan seksi lagi.
Lalu di mana masalahnya? Yang menjadi masalah adalah dalam kondisi pakaian wanita yang umumnya ketat dan transparan. Seksi. Jika demikian, apa jadinya jika perempuan tidak mengenakan bra atau BH? Dengan begitu, maka menggunakan bra atau BH adalah sebuah keharusan. Meski, yang lebih diharuskan adalah mengenakan pakaian longgar sebagaimana telah dibahas di atas.
Menurut Ustadz Zaitun, kebanyakan pakaian perempuan memang masih ketat, atau sedikit ketat. “Maka memakai BH adalah keharusan,” katanya. (Azhar Azis)