Ketika penulis membaca tentang Kemal Ataturk dari “Buku Wajah Peradaban Barat” (2005) karya Dr. Adian Husaini, ada lumayan banyak data yang membicarakan secara kritis tentang Kemal Ataturk, sekularisme dan Islam.
Di Indonesia, sejak tahun 1970-an, ketika waktu itu pemikiran sekular sedang menghegemoni, ajaran-ajaran sekular diajarkan melalui misalnya pelajaran sejarah di antaranya kepada anak-anak SMP.
Sosok Kemal Ataturk digambarkan sebagai pahlawan Turki, yang jasanya begitu besar dan nyaris tanpa dosa. Pada saat itu, tulisan seperti rubrik Dari Hati ke Hati dalam majalah Panjimas asuhan Buya Hamka, menjadi amunisi segar bagi Dr. Adian muda untuk mengkritisi Ataturk dan sekalarisme.
Sejak dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia bahkan ada juga yang memujinya dan menjadikannya sebagai contoh ideal bagi bangsa Indonesia. Salah satunya adalah Bung Karno. Sampai-sampai pada tahun 1940, Soekarno sebagai pengagum berat Kemal menulis artikel di majalah Pandji Islam nomer 12 dan 13 judulnya “Memudakan Islam”. Dalam tulisan ini, langkah-langka sekularisasi Kemal, dipuji Bung Karno. Tulisan ini, kemudian mendapa kritikan keras dari M. Natsir dan A. Hassan. Bisa dibaca dalam buku “Islam dan Kebangsaan” karya A. Hassan.
Mustafa Kemal Ataturk dilahirkan tahun 1981 di daerah Salonika. Ayahnya bernama Ali Riza, seorang pecandu alkohol yang berprofesi sebagai pegawai kantor di kota Salonika. Ibunya bernama Zubaidah, seorang wanita taat beragama dan selalu memakai purdah. Menurut catatan sebagian penulis Barat, Kemal merupakan anggoa gerakan Free Masonry, organisasi rahasia Yahudi yang didirikan di London, 1717.
Ataturk ini, menurut catatan Maryam Jameelah tidak menyembunyikan dirinya sebagai seorang ateis. Tidak mengherankan ketika berkuasa, banyak sekali ajaran agama Islam diubah bahkan memusuhi para ulama. Kemal Ataturk mati pada 10 November 1938 dalam usia 57 tahun.
Kemal Ataturk dalam sejarahnya bergabung dengan gerakan Turki Muda yang mana telah terinfiltrasi atau terpengaruh dengan ide-ide gerakan Zionisme. Salah satu bukti bahwa infiltrasi dan pengaruh itu nyata adalah mereka kaum gerakan Turki Muda tidak mengaggap masalah pandangan yang memisahkan Palestina dari Turki yang dipertahankan dengan begitu gigihnya oleh Sultan Abdul Hamid II.
Dalam pidato 2 Februari 1923 di hadapan Yahudi, Kemal menyebut Yahudi sebagai bangsa yang setia kepada Turki. Mereka akan hidup nyaman dan sejahtera baik pada masa lampau ataupun mendatang.
Kemal Ataturk tidak setuju dengan ide khilafah.Justru yang diangkat adalah sekularisme dan westernisasi. Hanya dengan begitulah kata Kemal negara akan selamat dari keterpurukannya. Pada tahun 1925 dia berpidato di Ankara yang isinya menyatakan revolusi Turki sebagai perubahan besar menggantikan kesatuan politik lama yang sudah usang. Jika ingin selamat dan eksis, maka harus menerima peradaban Barat di masa kontemporer.
Akhirnya apa? Peradaban Barat dijiplak dalam berbagai aspek kehidupan. Khususnya setelah jatuhnya Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1923. Asumsinya, dengan meniru Barat dan meninggalkan Islam, maka Turki akan menjadi negara kuat dan besar. Penggunaan sistem ala Barat ini sampai melampau batas dengan melarang azan berbahasa Arab, pelarangan jilbab, Pengadilan Agama dibubarkan, agama Islam sudah tidak menjadi agama resmi,pakaian diubah seperti cara barat, dan seterusnya yang malah jauh dari kebebasan. Yang terasa justru sebagai rezim otoriter.
Proses skularisasi secara resmi sejak masa proklamasi Negara Turki pada 29 Oktober 1923 yang mana Kemal Ataturk terpilih menjadi presiden. Reformasi agama dilakukan secara besar-besaran, bahkan bukan hanya azan, bacaan shalat pun atas nama nasionalisme hendak diganti ke bahasa Turki.
Dampak lain dari kebijakan Kemal adalah Fakultas Theologi atau Ushuluddin diutup pada Januari 1935 dan diganti menjadi Institut Riset Islam. Lebih dari itu, libur yang biasanya hari Jum’at diganti hari Ahad. Para pemimpin gerakan sekular Turki sering menyatakan bahwa reformasi yang mereka lakukan adalah bukan saja untuk melawan Islam tapi juga untuk menentang kekuasaan ulama. Bahkan, agama Islam dianggap bertanggung jawab atas kemunduran dan keterbelakangan bangsa Turki.
Betapapun kerasnya usaha Kemal Ataturk dalam memisahkan agama dari negara, khususnya Islam, tapi usahanya tak sepenuhnya berhasil. Pada tahun 1950, Partai Demokrasi pimpinan Adnan Mandaris unggul atas Partai Republik bentukan Kemal Ataturk.
Selama 10 tahun berkuasa, Adnan Mandaris berusaha menempatkan Islam di tengah masyarakat Turki dengan cara yang sangat halus. Pada masanya, azan kembali dikumandangkan dengan bahasa arab, masjid-masjid yang dihancurkan direnovasi kembali, fakultas teologi dibuka kembali, bahkan lembaga tahfizul Qur’an kembali muncul. Mandaris ditentang kaum sekular, dan akhirnya dikudeta pada tahun 1960, dan Ketua Parlemen Bulatuqan dan Menteri Luar Negeri Fatin Zaurli pun dihukum mati.
Dengan membaca perjuangan Kemal dalam mensosialisasikan sekularisasi, pemisahan antara agama dan negara serta sikap kerasnya kepada Islam dan para ulama, maka pembaca setidaknya punya bahan untuk lebih kritis lagi kepada sosok yang saat ini akan menjadi nama jalan di Jakarta. (MBS)