Ada tiga syarat sah shalat Jumat sebagaimana dinukil dari Minhajul Muslim karangan Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri. Tiga syarat sah tersebut yakni dilaksanakan di sebuah perkampungan atau kota, di masjid, dan diawali dengan khutbah.
Yang pertama, shalat Jumat hanya bisa dilaksanakan di sebuah perkampungan atau permukiman warga, baik di kota maupun di desa. Hal ini untuk menjelaskan bahwa shalat Jumat tidak perlu jika seseorang melakukan perjalanan dan di situ tidak ada perkampungan yang melaksanakan shalat Jumat.
Misalnya di sebuah pedalaman, seseorang yang melakukan perjalanan tidak perlu mendirikan shalat Jumat meski ia bisa berkhutbah dan imam. Disebutkan dalam Minhajul Muslim bahwa pada masa Rasulullah SAW tidak pernah ditemukan ada shalat Jumat kecuali di suatu kota atau perkampungan. Disebutkan, berdasarkan mayoritas perjalanan Nabi SAW, tidak ada keterangan yang menjelaskan bahwa beliau menunaikan shalat Jumat selamanya.
Kedua, shalat Jumat wajib dilaksanakan di masjid. Dari keterangan dalam pasal sahnya shalat Jumat pada Minhajul Muslim menyatakan tak sah shalat Jumat jika dilakukan di tempat yang selain masjid. Misalnya di lapangan, hal itu tidak dibenarkan karena salah satu tujuan pelaksanaan shslat Jumat di masjid untuk menghindarkan agar jamaah tidak kepanasan atau kedinginan yang dapat mengganggu kesehatan mereka.
Sementara itu, jika sebuah masjid raya tidak mampu lagi menampung jama’ah dan tidak dapat diperluas, maka dibolehkan mendirikan jumatan di masjid terdekat atau di sejumlah masjid lain di sekitarnya di wilayah atau perkampungan yang sama.
Ketiga, khutbah. Jadi tidak sah shalat Jumat yang tidak ada khutbahnya. Alasannya, shalat Jumat tidak disyariatkan kecuali karena adanya khutbah. (Aza)