Indonesiainside.id, Jakarta – Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai dugaan sementara penyebab terbakarnya tangki di kilang minyak Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah, akibat tersambar petir sebagai alasan yang “sangat naif”.
Sebab sebagai kilang dengan pasokan terbesar, semestinya Pertamina menjaga aset yang sangat penting tersebut dengan menerapkan sistem keamanan yang super canggih dan berlapis sehingga mencapai nihil kecelakaan.
Tapi insiden kebakaran di kilang Cilacap tercatat sudah tujuh kali terjadi sejak tahun 1995 dan mayoritas penyebabnya diklaim karena faktor alam, yakni tersambar petir atau tertiup angin kencang.
Fahmy menduga ada unsur kesengajaan merujuk pada rentetan peristiwa tersebut.
“Saya menduga ada semacam unsur kesengajaan dalam kebakaran beruntun. Kalau dugaan saya benar, apa tujuannya? Kita tahu kapasitas kilang Cilacap terbesar di antara kilang lain. Artinya bahan bakar minyak yang diolah di Cilacap dalam jumlah besar,” kata Fahmy Radhi kepada BBC News Indonesia, Minggu (14/11).
“Kalau misalnya terjadi kebakaran, pasti akan mengurangi suplai BBM sehingga untuk menutupi kekurangan tadi, dibutuhkan impor lagi atau akan menaikkan impor,” sambungnya.
“Pengalaman saya sebagai anggota anti-mafia migas, mafia migas berburu rente pada impor tadi.”
Dalam peristiwa yang terjadi pada Sabtu (13/11) malam, tangki 36T102 yang terbakar itu berisi 31.000 kiloliter Pertalite.
Pengamatannya, setiap kali terjadi kebakaran di kilang Cilacap terjadi peningkatan volume impor BBM.
Karena itulah ia mendesak Kementerian ESDM mengaudit sistem keamanan di Cilacap, apakah ada kelalaian atau kesengajaan. Apalagi sepanjang pengetahuannya, kasus kebakaran di kilang minyak di dunia sangat jarang terjadi.
“Apakah demikian abainya Pertamina? Kalau kilang sudah uzur apakah sistem keamanannya juga sama karena kilang di sana sudah tua.”
“Tidak bisa Pertamina katakan itu karena petir, bagi orang awam sangat naif kalau itu hanya disebabkan petir.”
Anggota Komisi VII DPR, Adian Yunus Yusak Napitupulu, sependapat dengan Fahmy. Kata dia, rangkaian kasus kebakaran di kilang Cilacap tidak bisa dilihat sebagai peristiwa biasa.
Rencananya pada Senin (15/11) atau Selasa (16/11) Komisi VII akan memanggil direktur utama Pertamina untuk menjelaskan insiden tersebut dan mengunjungi langsung lokasi kebakaran.
“Ini [kebakaran] harus menjadi peristiwa terakhir. Harus diperiksa kenapa alam jadi kambing hitam. Petir kan sudah dari dulu,” ujar Adian kepada BBC News Indonesia.(BBC/Nto)