Indonesiainside.id, Jakarta – Tujuh anggota paramiliter Azerbaijan tewas dan 10 lainnya terluka dalam bentrokan dengan pasukan Armenia di perbatasan bersama negara itu, menurut kementerian pertahanan Azerbaijan.
Pejabat Armenia melaporkan satu korban tewas dan 13 tentara ditangkap selama pertempuran Selasa, sementara 24 lainnya hilang.
Kedua belah pihak saling menyalahkan karena memulai permusuhan. Kementerian pertahanan Armenia mengatakan militer Azerbaijan menembaki posisi-posisi Armenia.
Sedangkan Pemerintah Azerbaijan menuduh Armenia melakukan “provokasi besar-besaran”, lansir Al Jazeera, Rabu (17/11).
Bentrokan tersebut menandai pertempuran terburuk antara dua negara bekas Soviet sejak mereka berperang enam minggu tahun lalu atas wilayah Nagorno-Karabakh, konflik yang menewaskan lebih dari 6.500 orang.
Jatuhnya korban pada hari Selasa telah memicu kekhawatiran gejolak besar lainnya dalam sengketa teritorial mereka.
Pertempuran sempat berhenti pada Selasa malam setelah Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu berbicara melalui telepon dengan rekan-rekannya dari Armenia dan Azerbaijan dan mendesak mereka untuk berhenti berseteru.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan juga berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang situasi di perbatasan.
Reporter Al Jazeera melaporkan dari ibu kota Georgia, Tbilisi, mengatakan gencatan senjata tampaknya akan berlangsung pada hari Rabu ini (17/11).
“Tampaknya ini adalah pertempuran terburuk yang pernah kita lihat sejak konflik Nagorno-Karabakh akhir tahun lalu, meskipun perbedaannya adalah ini terjadi sekarang di daerah perbatasan bukan di Nagorno-Karabakh … yang menurut Armenia sebenarnya jauh di dalam kedaulatan Armenia,” ujarnya.
Sempat Gencatan Senjata
Pihak Armenia dan Azerbaijan pada Selasa (16/11) mengumumkan gencatan senjata di perbatasan mereka, kata Kementerian Pertahanan Armenia setelah Rusia mendesak keduanya agar menghentikan konfrontasi pascabentrokan paling mematikan sejak perang tahun lalu.
Armenia meminta Moskow agar membantu pertahanannya pascapertempuran terparah sejak perang 44 hari pada 2020 antara pasukan etnik Armenia dan tentara Azerbaijan. Perang atas kantong wilayah Nagorno-Karabakh tahun lalu itu menewaskan sedikitnya 6.500 orang.
Konflik keduanya berakhir setelah Rusia, yang mendirikan markas militer di Armenia, menengahi perjanjian damai dan mengerahkan hampir 2.000 penjaga perdamaian ke kawasan tersebut. Turki masuk ke kubu Azerbaijan, yang menguasai kembali wilayah-wilayahnya usai direbut dalam konflik sebelumnya.
“Sejalan dengan kesepakatan yang ditengahi oleh pihak Rusia, baku tembak di bagian timur perbatasan Armenia-Azerbaijan berhenti dan situasinya cenderung stabil,” kata kemenhan Armenia.
Kemenhan Azerbaijan belum menanggapi permintaan Reuters untuk berkomentar.
Pada Selasa pagi, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Nikol Pashinyan via telepon membahas situasi di perbatasan, kata Kremlin.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu juga menelepon menteri pertahanan Armenia dan Azerbaijan, kantor berita Interfax melaporkan.
Kementerian pertahanan Armenia menyebutkan bahwa pasukannya diserang oleh Azerbaijan dan 12 tentara mereka ditangkap, sementara dua posisi tempur di dekat perbatasan dengan Azerbaijan lenyap.
Ketua komite hubungan internasional parlemen Armenia Eduard Aghajanian mengatakan bahwa 15 tentara Armenia tewas.
Sementara itu, kementerian pertahanan Azerbaijan mengaku telah meladeni “sejumlah provokasi” berskala besar setelah pasukan Armenia menembaki posisi militer dan bahwa operasi yang mereka jalani berhasil.
Kementerian Luar Negeri Prancis menyatakan sangat prihatin dengan situasi yang memburuk dan meminta kedua negara tersebut agar menghormati gencatan senjata.(Nto)