Perubahan bisa jadi adalah keniscayaan. Namun perubahan dengan cara memaksakan dengan cara yang buruk atau menghilangkan kezhaliman dengan cara kezhaliman yang sama adalah kedurhakaan.
Karenanya, menghadapi penguasa yang zhalim harus dengan cara bersabar sebagaimana bersabar dalam berdakwah, menegakkan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Penguasa zhalim juga masuk kategori objek dakwah sehingga tidak bisa diubah dengan cara memberontak atau melalukan keburukan.
Pokok landasan sabar terhadap kebijakan para pemimpin adalah ilmu. Kezhaliman dan kebodohan hanya diketahui dengan ilmu. Karenanya, agama adalah seluruhnya ilmu dan keadilan yang lawannya adalah kezhaliman dan kebodohan.
Firman Allah SWT:
اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ – ٧٢
Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh. (QS Al-Ahzab: 72)
Banyak manusia berlaku zhalim dan bodoh di mana keduanya bisa menimpa siapa saja termasuk seorang pemimpin. Hal yang sama juga bahkan bisa juga menimpa rakyat sehingga cara menghadapinya adalah dengan ilmu dan keadilan. Sementara ilmu dan keadilan mengajarkan kita tentang kesabaran.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sepeninggalku nanti, kalian akan menjumpai para pemimpin yang mementingkan diri sendiri, maka bersabarlah, hingga kalian bertemu denganku di telaga (dalam surga).” (HR Bukhari dan Muslim)
Intinya, kita dilarang memerangi para pemimpin selama mereka mendirikan shalat. Sebab mereka masih punya pokok agama yaitu mentauhidkan Allah dan beribadah kepada-Nya. Dengan begitu, mereka sudah meninggalkan banyak keburukan dan mengerjakan kebajikan-kebajikan.
Kezhaliman yang mereka perbuat pun tidak bisa dilawan dengan kezaliman yang sama karena dampaknya adalah kehancuran di dua sisi. Maka sabar adalah kunci dalam menghadapi kezhaliman penguasa.
Allah SWT berfirman:
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ – ١٧
“… suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. (QS Luqman: 17)
Dalam tafsir Kemenag, “dan suruhlah manusia berbuat yang makruf, yakni sesuatu yang dinilai baik oleh masyarakat dan tidak bertentangan dengan syariat, dan cegahlah mereka dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu sebab hal itu tidak lepas dari kehendak-Nya dan bisa jadi menaikkan derajat keimananmu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting dan tidak boleh diabaikan.” (quran.kemenag.go.id)
Firman Allah:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ اُولُوا الْعَزْمِ
Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati. (QS Al-Ahqaf: 35)
وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَاِنَّكَ بِاَعْيُنِنَا
Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan (penglihatan) Kami. (QS Ath-Thur: 48)
Ketentuan sabar berlaku bagi semua orang, baik pemimpin atau rakyat. Ajakan kepada kebaikan harus dibarengi dengan sifat sabar sebagaimana para mujahid bersabar meski telah mengorbankan jiwa dan harta. Bersabar atas celaan menimpa kita dalam berdakwah adalah lebih utama. Ingat, kemaslahatan dalam amar ma’ruf dan nahi munkar akan sempurna dengan sabar. Demikian halnya juga dengan berdakwah kepada penguasa. (Aza/ Majmuah alfatawa Ibnu Taimiyah)