Kemajuan usaha atau bisnis tak seharusnya membuat seorang mukmin rakus dan loba. Tak pula sombong dan kikir dalam berinfaq di jalan Allah. Keberhasilan dan keuntungan yang besar dijadikan jalan untuk membuka pintu surga.
Bahkan di antara sahabat, seolah ingin berlari memasuki surga setelah mendengar kabar akan masuk surga dengan merangkak atau berjalan perlahan gara-gara tumpukan hartanya. Segera saja harta-harta itu dibagikan semua agar tak menjadi pemberat di depan surga.
Dialah Abdurrahman bin Auf. Kepulangannya dari Syam membawa kafilah besar dengan hasil perdagangan yang melimpah. Kota Madinah yang saat itu dalam suasana dan tenteram, tiba-tiba terjadi kehebohan. Debu tebal mengepul ke udara dari pinggiran kota.
Hampir saja pandangan di Kota Madinah tertutup debu. Warga sekitar menyangkanya telah terjadi badai atau angin ribut. Di balik tirai, terdengar suara hiruk pikuk. Rupanya sebuah kafilah besar tiba dari Syam.
Tak lama kemudian, sampailah sekitar 700 kendaraan yang memenuhi jalan-jalan di Kota Madinah. Orang-orang saling memanggil untuk menyaksikan kedatangan kafilah itu. Mereka bergembira dan bersukacita atas kedatangan rezeki yang dibawa kafilah tersebut.
Ummul Mukminin Aisyah Ra juga mendengar hiruk pikuk itu dan bertanya: “Apakah yang terjadi di Kota Madinah?” Mendengar jawaban bahwa kafilah Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya.
Kata Ummul Mukminin lagi: “Kafilah yang membuat semua kesibukan ini?” Benar rupanya karena ada 700 kendaraan. Ummul Mukminin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pandangannya jauh menembus seolah mengingat-ingat kejadian atau ucapan yang pernah didengarnya.
Katanya: “Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Kulihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan!”
Sebagian sahabat menyampaikan cerita Aisyah itu kepada Abdurrahman bin Auf. Dia juga pernah mendengar hadits Nabi SAW tersebut. Sebelum tali temali perniagaannya dilepaskan, Abdurrahman bin Auf segera datang ke Aisyah dan berkata kepadanya: “Anda mengingatkanku hadits ini yang tak pernah aku melupakannya… ”
Katanya lagi, “Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar Anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah Azza wa Jalla”. Maka dibagikanlah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya.”
Begitulah kisah Abdurrahman bin Auf mendermakan hartanya. Kisah ini sangat masyhur. Betapa sempurnanya kehidupan sahabat Rasulullah SAW.
Masuk Islam
Abdurrahman bin Auf masuk Islam di awal-awal dakwah Rasulullah SAW. Bahkan sebelum Nabi memasuki rumah Arqam (rumah dakwah Darul Arqam). Dia termasuk delapan orang yang pertama kali masuk Islam.
Abdurrahman bin Auf menjadi teladan yang mulia sebagai mukmin yang besar. Hal ini yang menjadikan Nabi SAW memasukkannya dalam sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Sewaktu masuk Islam, dia juga menjadi sasaran amarah kaum kafir Quraisy. Ditindas dan dianiaya. Karenanya, dia termasuk sahabat yang ikut hijrah pertama dan kali kedua ke Habasyah dan kembali ke Makkah. Barulah hijrah besar-besaran kaum muslimin ke Madinah bersama Rasulullah SAW. Sebagamana sahabat lainnya, Abdurrahman bin Auf juga ikut Perang Badar, Uhud, dan peperangan lain.
Keteladanan dari Abdurrahman bin Auf yang utama, kalau dia tak berada di masjid, atau ikut peperangan, barulah ia mengurusi perniagaannya yang berkembang pesat. Kafilah dagangnya membawa barang-barang dari Syiria dan Mesir ke Madinah. Barang-barang yang dibawa memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan.
Hijrah ke Madinah
Saat hijrah ke Madinah, bukan berarti Abdurrahman bin Auf tinggal berpangku tangan dan menerima harta bantuan dari kaum Anshar. Sebuah persaudaraan yang sangat erat, kaum Anshar rela membagi dua harta mereka kepada para pendatang dari Makkah atau kaum Anshar. Abdurrahman bin Auf juga diberi separuh harta dari saudara Ansharnya, Saad bin Rabi.
Apa tawaran saudara Anshar ini kepada Abdurrahman bin Auf? Sahabat yang mulia Anas bin Malik Ra meriwayatkan kepada kita apa yang terjadi:
“…. Dan berkatalah Saad kepada Abdurrahman: ‘Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya. Silakan ambil separuh hartaku dan ambillah! Aku mempunyai dua istri, coba perhatikan yang menarik perhatian anda, akan kuceraikan ia hingga anda memperistrinya.”
Apa jawaban Abdurrahman? “Semoga Allah memberkati anda, istri dan harta anda. Tunjukkan di mana pasar agar aku bisa berniaga.” Setelah berdagang di pasar yang ditunjukkan, Abdurrahman memperoleh keuntungan besar. Kehidupan Abdurrahman di Madinah pun semakin meningkat, baik saat Rasulullah masih hidup maupun sepeninggalannya.
Perniagaan yang Menguntungkan
Barang apa saja yang dipegangnya dan dijadikan sebagai pokok perniagaan, selalu menguntungkan. Dari usahanya, kekayaan Abdurrahman semakin bertambah. Wasiat Nabi dia dengar dan amalkan dengan baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “… Pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda.”
Semenjak mendengar nasihat Rasulullah itu, Abdurrahman bin Auf selalu menyediakan bagi Allah ponjaman yang baik, maka Allah pun memberikan ganjaran yang berlipat ganda kepadanya.
Di satu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar. Kemudian uang itu dibagi-bagikan semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para istri Nabi, dan kaum fakir miskin.
Pernah juga ia serahkan 500 ekor kuda untuk perlengkapan bala tentara Islam. Di hari yang lain, ia menyerahkan lagi 1.500 kendaraan. Abdurrahman bin Auf wafat di usia 75 tahun.
Menjelang wafatnya, ia berwasiat 50 ribu dinar untuk jalan Allah, lalu diwasiatkan pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup. Masing-masing 400 dinar, hingga Utsman bin Affan yang tergolong kaya pun ikut mengambil bagian dari wasiat itu.
Kata Utsman bin Affan: “Harta Abdurrahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkah.”
Demikian riwayat kehidupan Abdurrahman bin Auf sebagaimana dinukil dari kisah 60 sahabat Rasulullah: “Rijal Haula Rasul” karya Khalid Muhammad Khalid. Dengan hartanya, ia berlari menuju Surga. (Aza)