Sahabat Nabi SAW, Thalhah bin Ubaidillah, adalah seorang dermawan. Setiap limpahan harta dari keuntungan dagangnya selalu habis dibagikan hari itu juga. Terdepan dalam berinfaq, sama seperti dalam peperangan hingga ia digelari Pahlawan Perang Uhud.
Para sahabat Nabi SAW memang orang pilihan. Mereka terpilih di garda terdepan untuk kemaslahatan ummat. Ibadah dan amal saleh. Jangankan takut kehilangan harta, nyawa pun jadi taruhan demi cinta mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Karenanya, mereka tergolong sebagai generasi terbaik ummat ini.
Hartanya memang melimpah, tetapi kedermawanannya jauh lebih melimpah. Dialah Thalhah si dermawan. Thalhah si baik hati. Thalhah si pemurah. Begitulah sahabat Thalhah digelari oleh Rasulullah SAW atas kedermawanannya. Dinafkahkannya hartanya tanpa batas.
Karenanya pula, Allah SWT terus melipatgandakan harta beliau hingga ia tersungkur dan menangis karena bingung ke mana harta-harta itu akan dibagikan. Setiap kali menerima hasil berdagang yang melimpah, air matanya menetes karena semuanya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Jangan disangka sebagai hal wajar dan biasa karena Thalhah tercatat sebagai sahabat Nabi SAW. Simak juga saat-saat awal ia masuk Islam. Sebagai hartawan dan orang terpandang, Thalhah tak luput dari siksaan orang-orang kafir Quraisy.
Hartawan besar dengan perdagangan yang selalu meningkat tajam ini turut merasakan sakitnya penganiayaan orang-orang Quraisy karena ia masuk Islam. Tetapi sesakit-sakitnya penderitaan, Allah melindunginya melalui perantara Naufal bin Khuwailid, si Singa Quraisy paman Khadijah isteri Rasulullah SAW.
Bersama Abu Bakar yang menunjukinya jalan menemui Rasulullah, Thalhah disiksa berdua. Namun penderitaan keduanya tak lama karena orang-orang Quraisy takut dan segan kepada Naufal bin Khuwailid.
Thalhah pun ikut hijrah ke Madinah dan ikut semua peperangan kecuali perang badar lantaran diutus ke luar Madinah bersama Said bin Zaid oleh Rasulullah. Sekembalinya, perang Badar telah usai dan kemenangan di pihak kaum muslimin. Thalhah sedih karena kehilangan pahala besar menyertai Rasulullah SAW.
Dalam perang, ia ingin terdepan membela Islam dan Rasulullah. Namun Rasulullah menenteramkan hatinya, bahwa Thalhah tetap mendapatkan pahala sebesar mereka yang ikut Badar.
Ketika perang Uhud tiba, Thalhah membayar ketiadaannya di Badar. Saat perang berkecamuk, banyak korban dari kaum musyrikin. Namun situasi berbalik ketika kaum muslimin lengah. Musuh datang menyerang hingga membuat Rasulullah SAW terpojok. Thalhah memperhatikan tempat Rasulullah berdiri. Dia menyaksikan Nabi menjadi sasaran empuk para penyembah berhala. Dari jauh ia melihat darah Rasulullah mengucur dan bersimbah. Dengan sigap Thalhah mendekat ke Rasulullah. Diambilnya jalan pintas dengan satu dua loncatan dahsyat demi melindungi Nabi. Ia berdiri kukuh dan gagah berani mengibaskan pedang ke kanan dan kiri.
Suara rintihan Nabi kesakitan dan darah yang mulia bercucuran membuatnya semakin beringas menghadapi musuh. Maka diraihnya tangan yang mulia dengan tangan kiri dari lobang tempatnya terperosok. Sambil memapah Rasulullah dengan dekapan tangan kiri ke dadanya, Thalhah mundur ke tempat aman. Sementara tangan kanannya mengayung-ayungkan pedang kepada musuh yang berusaha mengeroyok Rasulullah. Dalam peperangan ini, Rasulullah SAW selamat, meski pasukan kaum muslimin kalah.
Begitulah Thalhah membela Nabi dan Islam dengan harta dan taruhan nyawa. Di semua medan tempur, ia selalu terdepan. Dan bila ia telah melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya, Thalhah pergi berusaha mencari rezeki, mencari ridha Allah, dengan mengembangkan perniagaan yang memberi laba besar. Dia menjadi salah satu sahabat Nabi yang terbanyak hartanya dan berkembang kekayaanya. Dan setiap keuntungan besar yang diperoleh, dibagikan habis hari itu juga.
Istrinya Su’da bin Auf menceritakan, bahwa suatu hari ia menemukan Thalhah berdukacita, lalu ia bertanya: “Apa yang membuatmu berduka?”
Jawabnya: “Soal harta yang ada padaku ini… Semakin banyak juga, sehingga menyusahkanku dan menyempitkanku… ”
Lalu Su’da menyarankan agar ia membagi-bagikannya kepada orang banyak. Thalhah pun berdiri dan memanggil orang banyak lalu membagi-bagikannya hingga habis. Tak tertinggal walau satu dirham.
Tak hanya kepada orang lain. Thalhah juga menanggung nafkah kerabatnya sekali pun jumlah mereka banyak. Mengenai ini, dikatakan orang tentang dirinya: “Tak seorang pun dari Bani Taim yang mempunyai tanggungan melainkan dicukupi belanja keluarganya. Dinikahkan anak-anak yatim mereka, diberi pekerjaan keluarga mereka, dan utang-utang mereka dilunasi semuanya… ”
Begitulah Sahabat Nabi yang bernama Thalhah ini. Suatu waktu, Rasulullah membacakan surat Al-Ahzab ayat 23:
مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا۟ مَا عَٰهَدُوا۟ ٱللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُۥ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا۟ تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).”
Setelah Rasulullah membacakan ayat di atas, beliau menatap wajah para sahabat sambil menunjuk kepada Thalhah dan bersabda: “Siapa yang suka melihat seorang laki-laki yang masih berjalan di muka bumi, padahal ia telah memberikan nyawanya, maka hendaklah memandang Thalhah.”
Oleh Rasulullah SAW pun, Thalhah digembirakan akan masuk surga. Demikian riwayat kehidupan Thalhah sebagaimana dinukil dari kisah 60 sahabat Rasulullah: “Rijal Haula Rasul” karya Khalid Muhammad Khalid. (Aza)