Indonesiainside.id, Jakarta – Dua bencana besar menimpa ibu kota Tonga, Nuku’alofa. Langit ibu kota tertutup debu vulkanik, sementara bumi tampat penduduk setempat setempat berpijak tersapu tsunami. Lokasi letusan gunung berapi itu berada di bawah laut di Pasifik Selatan sehingga memicu tsunami.
Letusan dahsyat Gunung Hunga Tonga-Hunga Ha’apai, Sabtu lalu (14/1/22), mengakibatkan tsunami dan menyapu sejumlah wilayah di beberapa negara. Amerika Serikat (AS) dan Jepang juga terdampak dan meminta warga yang berada di garis pantai Pasifik agar menjauh dari pantai sebagai tindakan pencegahan terhadap gelombang tsunami yang disebabkan letusan gunung berapi di Pasifik Selatan tersebut.
“Tsunami memiliki dampak yang signifikan di pantai di sisi utara Nuku’alofa dengan perahu dan batu-batu besar terdampar,” kata Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern kepada wartawan, Ahad (16/1/22).
“Nuku’alofa tertutup lapisan debu vulkanik yang tebal tetapi sebaliknya kondisinya tenang dan stabil,” katanya, dikutip dari Aljazeera.
Jacinda Ardern mengatakan ibu kota Tonga, Nuku’alofa, mengalami kerusakan signifikan akibat letusan gunung berapi yang kuat dan memicu tsunami. Menurut dia, negara-negara Pasifik dan kelompok kemanusiaan dunia terus menjalin komunikasi dengan Tonga, sehari setelah bencana dahsyat tersebut.
Kejadian ini juga memutus jaringan telepon dan internet sehingga 105.000 penduduk Tonga semakin kesulitan. Ardern mengatakan pemerintahnya sekarang telah melakukan kontak dengan kedutaan Selandia Baru di Nuku’alofa.
Dia mengatakan, belum ada laporan resmi tentang cedera atau kematian di Tonga, meskipun komunikasi terbatas dan kontak belum terjalin dengan daerah pesisir di luar ibu kota. Kondisi ini diperburuk dengan awan abu setinggi 19.000 meter atau 63.000 kaki sehingga Selandia Baru tidak dapat mengirim penerbangan pengawasan militer di atas Tonga.
Dia berharap untuk mengirim penerbangan pada hari Senin, diikuti oleh pesawat pasokan dan kapal angkatan laut. Angkatan Pertahanan Selandia Baru mengatakan dalam sebuah tweet bahwa mereka siap untuk mengirim pesawat pengintai “segera setelah kondisi atmosfer memungkinkan”.
Gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha’apai telah meletus selama beberapa dekade terakhir tetapi letusan hari Sabtu begitu keras. Letusan itu terdengar oleh penduduk di beberapa bagian Fiji, yang berjarak 800 km (500 mil), dan di Selandia Baru, yang berjarak 2.300 km (1.400 mil). Sementara gambar satelit menangkap letusan gunung yang mengirimkan gumpalan asap ke udara dan sekitar 20 kilometer (12 mil) di atas permukaan laut.
Gelombang setinggi 1,2 meter menyapu pantai di ibukota Tonga. Penduduk setempat melaporkan bahwa mereka telah melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi, meninggalkan rumah-rumah yang terendam banjir, beberapa kerusakan struktural, dan dengan batu-batu kecil dan abu jatuh dari langit.
Raja Tonga Tupou VI dilaporkan telah dievakuasi dari Istana Kerajaan di Nuku’alofa dan dibawa oleh konvoi polisi ke sebuah vila yang jauh dari garis pantai.
Kantor Pasifik Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) di Suva, Fiji, mengatakan sedang memantau situasi dan tidak memiliki pembaruan tentang kerusakan atau korban.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menulis di Twitter bahwa dia sangat prihatin dengan masyarakat Tonga atas bencana letusan gunung berapi dan tsunami. Amerika Serikat siap memberikan dukungan kepada tetangga Pasifiknya.
Survei Geologi AS mencatat letusan hari Sabtu setara dengan gempa berkekuatan 5,8 pada kedalaman nol. Letusan tersebut memicu peringatan tsunami di seluruh Pasifik, termasuk di Samoa, Australia, Jepang, Hawaii, Chili, dan Pantai Pasifik AS.
Penyiar Jepang NHK melaporkan gelombang lebih dari satu meter menghantam daerah pesisir dan mengatakan pihak berwenang menyarankan sekitar 230.000 orang yang tinggal di delapan prefektur untuk mengungsi.
Di Chili, gelombang setinggi 1,74 meter (5,5 kaki) diukur di kota pesisir Chanaral, sementara gelombang yang lebih kecil terlihat di sepanjang pantai Pasifik dari Alaska hingga Meksiko.
Pada 03:00 GMT pada hari Minggu, Pusat Peringatan Tsunami Pasifik di Hawaii mengatakan ancaman dari letusan telah berlalu. Sementara ilmuwan Selandia Baru Marco Brenna, seorang dosen senior di Sekolah Geologi Universitas Otago, menggambarkan efek letusan sebagai “relatif ringan”. Namun, letusan lain yang mengemas pukulan lebih besar tidak dapat dikesampingkan. Warga di garis pantai di Chili dievakuasi dengan mengikuti peringatan pencegahan tsunami oleh otoritas setempat. (Aza)
Sumber : Aljazeera