Bumi dalam Al-Qur’an bukanlah saksi bisu yang tak mampu mengungkap tingkah polah manusia. Kebaikan dan keburukan kita semuanya terekam oleh bumi dan dipersaksikan kelak di akhirat.
Di mana pun bumi dipijak، itulah saksi yang kelak akan meringankan atau memberatkan. Jika di atasnya dipijak dengan kebaikan, misalnya menjadi tempat bersujud, berzikir, bersedekah, menolong dan memudahkan urusan orang lain, serta jenis ibadah dan amal shalih lainnya, maka itulah bentuk perdamaian bumi.
Dari sinilah datangnya anjuran agar kita memperbanyak bersujud dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, karena kelak semua tempat bersujud akan menjadi saksi. Maka disunnahkanlah kita berpindah untuk shalat sunnah saat selesai shalat wajib. Dari satu masjid ke masjid lain. Dan juga shalat Sunnah di rumah, selain shalat wajib di masjid.
Karena kelak, bumi akan bersaksi atas kebaikan-kebaikan tersebut. Tak akan meleset apa yang akan dipersaksikan, walau kebaikan sekecil biji zarrah.
Demikian juga jika kerak bumi ini dipijak dengan keburukan atau kemaksiatan. Bumi tempat kaki berpijak saat itu semuanya akan bersaksi, di situlah -misalnya- terjadi penganiayaan, pengkhianatan, pencurian, korupsi, penipuan, kebohongan, perselingkuhan, pacaran, dan bentuk kemaksiatan lainnya. Sebesar biji zarrah pun, semuanya akan terekam oleh bumi, dan dipersaksikan di hadapan Allah SWT.
Dalam Kitab Tadabbur wa ‘Amal dikatakan, bumi memberikan kesaksian kepada orang yang beramal di atas punggungnya, baik amalan baik maupun buruk, karena bumi adalah salah satu saksi dari beberapa saksi yang memberikan kesaksian kepada para hamba atas apa yang mereka kerjakan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW membaca ayat,
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (QS. Al Zalzalah: 4)
Lalu Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kalian tahu apa yang diceritakan oleh bumi?”
Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ أَخْبَارَهَا أَنْ تَشْهَدَ عَلَى كُلِّ عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ بِمَا عَمِلَ عَلَى ظَهْرِهَا أَنْ تَقُولَ عَمِلَ كَذَا وَكَذَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَهَذِهِ أَخْبَارُهَا
“Sesungguhnya yang diberitakan oleh bumi adalah bumi jadi saksi terhadap semua perbuatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan yang telah mereka perbuat di muka bumi. Bumi itu akan berkata, “Manusia telah berbuat begini dan begitu, pada hari ini dan hari itu.” Inilah yang diberitakan oleh bumi. (HR. Tirmidzi no. 2429. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib)
Karenanya jangan menganggap karena tak ada yang melihat, lantas kita merasa bebas. Selain disaksikan dan dicatat Malaikat, Allah SWT juga Maha Melihat, Maha Tahu, dan Maha Mengawasi. Dan bumi pun ikut bersaksi. Dan di hadapan Allah kelak, semua anggota tubuh juga ikut bersaksi.
Ingat firman Allah SWT, “Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (QS. Fushilat: 20-21)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Itulah perkara yang disaksikan. Manusia saat itu mengetahui hal itu. Namun yang mengherankan bukanlah berita yang dibicarakan oleh bumi. Yang mengherankan adalah yang mengabarkan berita tersebut yaitu bumi (yang hanya benda mati), bukan pada beritanya yang menimbulkan decak kagum. Sebagaimana juga nantinya anggota tubuh manusia akan menjadi saksi bagi dirinya pada hari kiamat.” (An Nubuwaat karya Ibnu Taimiyah, hal. 222).
Dengan demikian, agar bumi membawa berita dan kesaksian yang menggembirakan, perbanyaklah dzikir kapan pun dan di mana pun.
“Sungguh orang yang senantiasa berdzikir ketika berada di jalan, di rumah, di saat mukim, di saat safar, atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari kiamat. Karena tempat-tempat tadi, rumah, gunung dan tanah, akan menjadi saksi bagi seseorang di hari kiamat.” (Al Wabilush Shoyyib, hal. 197). Baca: 51 Keutamaan Dzikir)
Masya Allah. Tiadalah rasanya penyesalan jika kelak berita kebaikan itu sampai kepada kita, diperlihatkan, dan dipersaksikan. Sebaliknya, penyesalan yang tiada berujung akan menanti akibat keburukan dan kemaksiatan.
Ayat selanjutnya dalam Surat Al-Zalzalah:
يَوْمَىِٕذٍ يَّصْدُرُ النَّاسُ اَشْتَاتًا ەۙ لِّيُرَوْا اَعْمَالَهُمْۗ – ٦
Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya.
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ – ٧
Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya,
وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ – ٨
dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Sebagian merasa tenang dan sebagian gundah dan ketakutan. Mereka digiring dengan gegas ke surga atau neraka untuk diperlihatkan kepada mereka balasan semua perbuatannya yang telah Allah janjikan.
Pada Hari Kiamat, tiada seorang pun kecuali dia akan mencela dirinya. Jika dia orang baik, dia akan berkata, “Kenapa saya tidak menambah kebaikan saya?” Dan jika bukan orang yang baik,dia akan berkata, “Kenapa saya tidak meninggalkan perbuatan maksiat?” Ini terjadi ketika pahala dan siksa ditampakkan. Ibnu Abbas berkata, “Asytaatan yakni terpisah-pisah berdasarkan amalan-amalan yang sudah dikerjakan.” (Qurthubi)
Pelajaran dari mentadabburi Surat Al-Zalzalah ini adalah:
- Shalatlah dua rakaat di tempat yang ingin kamu jadikan saksi pada Hari Kiamat.
- Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.
- Bermuhasabalah atas apa saja yang telah kamu lakukan; baik yang benar, maupun yang salah.
- Tersenyumlah ketika bertemu sesama muslim dan bersihkan hal yang mengganggu di jalan yang dilewati manusia. Amalan-amalan tersebut tidak membutuhkan biaya tetapi pahalanya besar.
- Orang yang beriman dan beramal saleh adalah makhluk terbaik. (Aza)
Sumber: Tadabbur wa ‘Amal, tafsir online Kemenag, rumaysho