Indonesiainside.id, Jakarta – Pengumuman Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyatakan sebanyak 198 pondok pesantren (ponpes) diduga berafiliasi dengan jaringan teroris menimbulkan keresahan di tengan masyarakat muslim. Terlebih bagi kalangan dan masyarakat pesantren.
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan, BNPT seharusnya berhati-hati agar tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Ketua Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah ini mengatakan, kebijakan BNPT yang tidak merinci data sejumlah pesantren tersebut tidak seharusnya dilakukan. Dia menilai, BNPT harus bisa lebih berhati-hati menyampaikan data intelijen kepada publik, lantaran menyampaikan informasi yang masih diolah kepada publik akan menjadi kontraproduktif.
“Pemerintah memastikan informasi yang disampaikan adalah informasi yang memang baik dan diperlukan,” kata Kiai Cholil kepada NU Online, Senin (31/1/2022).
Karena itu, dia meminta BNPT mengungkap data ratusan pondok pesantren tersebut. “Baiknya BNPT menjelaskan semua itu ke publik,” katanya.
Menurut Kiai Cholil, hal itu untuk menghindari munculnya stigma negatif dari masyarakat terhadap pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Pasalnya, laporan yang disampaikan oleh Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Selasa (25/1/2022) lalu, tidak merinci lokasi dan titik dari ratusan pesantren tersebut. Hal ini lantaran dianggap sebagai data intelijen yang bukan untuk konsumsi publik.
Seperti diketahui, belakangan ini, beredar daftar nama pesantren yang dianggap berafiliasi dengan jaringan teroris. Isu ini pun menyebar luas dan banyak pesantren yang tidak terima dan menganggapnya sebagai hoaks.
“Terlanjur menyebar ke masyarakat. BNPT sebaiknya sampaikan saja bahwa itu kepentingannya untuk koordinasi dengan pihak terkait,” paparnya.
Selain itu, BNPT seharusnya menjelaskan kepada masyarakat terkait kriteria, teori, dan metode penelitian yang digunakan. Hal ini supaya informasi yang disampaikan terkait temuan data tersebut lebih utuh dan tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
“Begitu juga metode dan teori penelitiannya. Ini untuk mencegah adanya praduga buruk pada pesantren. Masyarakat juga merasa tak terusik nantinya pesantren mana yang termasuk, juga seperti apa kriteria pesantren yang berafiliasi ke teroris,” urainya.
Sebagai informasi, dari total 198 pesantren yang diduga terafiliasi jaringan teroris tersebut, 11 di antaranya terafiliasi dengan jaringan organisasi teroris Jamaah Anshorut Khilafah (JAK), 68 pesantren terafiliasi dengan Jemaah Islamiyah (JI), dan 119 terafiliasi dengan Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS. (Aza)
Sumber: NU Online