Tanpa cahaya, bagaimana mungkin bumi ini berpenduduk? Sebuah kesyukuran yang begitu besar karena kita dikarunia cahaya. Alhamdulillah. Jika kita berjalan di tempat gelap, perlu lampu bukan? Begitulah kekufuran yang juga kegelapan, lampunya adalah Al-Qur’an.
Cahaya tak bisa diraba, tetapi nyata. Dalam bahasa Arab cahaya adalah nur. Kadarnya pun disesuaikan dengan kekuatan mata. Jika berlebihan, ia akan malah menyilaukan. Cahaya secara fisik sudah ditakar kadarnya sesuai kemampuan mata memandang. Begitulah Allah memberikan karunia dan rezeki kepada makhluk-Nya, sesuai takaran dan kemampuan yang dimiliki manusia.
Itu cahaya yang kita kenal secara fisik. Namun, secara ruhiyah, cahaya sesungguhnya adalah cahaya yang menuntun kita dari ketidaktahuan menjadi tahu. Cahaya adalah roh. Di baliknya ada lapis-lapis keberkahan. Cahaya ini kita sebut dengan Hidayah. Tak terlihat, tak teraba, tapi terasa. Namun, yang bisa merasakannya hanyalah bagi yang mendapatkan hidayah.
Cahaya yang menuntun adalan roh yang menghidupkan. Tanpanya akan gelap dan mati. Seperti jasad tanpa roh adalah bangkai atau mayat. Dalam cahaya dan roh ini ada hidayah atau alhudaa (hudan) dalam bahasa Al-Qur’annya. Artinya petunjuk ke jalan yang lurus. Jalan lurus itu adalah iman. Jalan lurus itu adalah Islam. Jalan yang menyelamatkan.
Hudan, al-hudaa, atau hidayah, adalah petunjuk yang berlapis keberkahan. Dalam bahasa Al-Qur’an adalah mubaarak (مُبَٰرَكٌ). Istilah-istilah yang dibahas ini semuanya bermakna Al-Qur’an. Yaitu roh (QS Asy-Syura: 52), cahaya (QS An-Nisa: 174), hudan atau petunjuk (Al-Baqarah; 2), dan keberkahan atau mubaarak (QS Shad: 29).
Semua kata-kata tersebut tidak diperselisihkan maknanya yang berarti Al-Qur’an atau nama lain dari Al-Qur’an. Maka kebodohan terhadap Islam dan kebodohan terhadap Al-Qur’an itu harus ditumpas, bukan didiamkan.
Roh
Disebutkan dalam surat Asy-Syura ayat 52 bahwa kata “roh” bermakna Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an pada dasarnya adalah roh yang menghidupkan sekaligus memberikan tuntunan ke jalan yang lurus.
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنتَ تَدْرِى مَا ٱلْكِتَٰبُ وَلَا ٱلْإِيمَٰنُ وَلَٰكِن جَعَلْنَٰهُ نُورًا نَّهْدِى بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِىٓ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS Asy-Syura: 52)
Ayat yang menyebutan kata ruhan (roh) pada ayat (أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحًا) yaitu berarti “Kami wahyukan kepadamu Al-Quran.” Dalam ayat ini tidak disebutkan kata Al-Qur’an melainkan “Ruhan” yaitu roh. “Kami mewahyukan kepadamu roh dari perintah kami,” yaitu al-Qur’an al-karim. Allah menamakannya roh karena dengan roh itulah jasad manusia hidup. Hati serta roh hanya bisa hidup dengan al-Qur’an. Dengannya pula semua maslahat dunia dan agama menjadi hidup, karena di dalamnya terkandung kebaikan dan ilmu.
Roh adalah yang menghidupkan jasad. Jasad tanpa roh adalah mayat atau bangkai. Manusia sekali pun ia masih hidup, namun jika tidak berpegang pada Al-Qur’an maka sama saja bahwa ia mati. Ada jiwanya yang membuat ia bergerak, sedih, bahagia, dan sebagaianya, tetapi kering dan kerdil karena tidak memiliki roh secara Islam yaitu Al-Qur’an.
Dalam ayat di atas bahkan langsung dijelaskan bahwa roh itu atau AlQur’an (wahyu) adalah cahaya Allah yang menunjuki jalan terang bagi hamba-hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya, “Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.”
Dalam ayat di atas Allah menyebut Al Quran adalah “Roh” karena dengannya hiduplah hati, seperti badan yang hidup dengan roh. Allah SWT mengajarkan Rasulullah Al-Qur’an dan Islam yang sama sekali beliau belum tahu sebelumnya.
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus“. Perhatikan, sebelumnya tidak tahu apa-apa tentang Al Qur’an, tidak tahu apa-apa tentang iman, akhirnya menjadi penunjuk ke jalan yang lurus yang diikuti banyak orang. Itulah berkah cahaya ilmu, dan itulah berkah cahaya Al Quran.
Cahaya
Jadilah cahaya atau pembawa cahaya yang mendatang kegelapan. Maksudnya adalah jadilah pribadi dengan berkarakter Al-Qur’an. Jadilah pembawa cahaya maksudnya jadilah hamba-hamba Allah yang mengamalkan dan mengajarkan Al-Qur’an.
Firman Allah Azza wa Jalla:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا﴿١٧٤﴾فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
“Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Rabbmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (al-Qur’an). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (QS An-Nisa/4:174-175)
(بُرْهَانٌ) adalah hujjah atau argumentasi. Yang dimaksud dengan kata al-burhan dalam ayat ini adalah Nabi Muhammad SAW. (نُورًا مُبِينًا) artinya al-Qur’an al-kari. Sementara (وَاعْتَصَمُوا بِهِ) adalah berpegang teguh dengan al-Qur’an dan dengan semua syariat yang dibawanya. Terakhir (صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا) adalah jalan yang bisa mengantar kita keharibaan Rabb di akhirat nanti.
Allah SWT menurunkan Kitab kepada Rasul-Nya yang berisi hidayah yang menunjukkan jalan lurus bagi umat manusia. Kitab itu berisi hal-hal yang bisa membimbing manusia agar terselamatkan dari kegelapan menuju cahaya. Allah SWT menamakan kitab itu sebagai cahaya karena menerangi jalan yang bisa mengantarkan hamba meraih kebaikan dan keberuntungan.
Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالنُّورِ الَّذِي أَنْزَلْنَا
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada cahaya (al-Qur’an) yang telah Kami turunkan (QS At-Taghabun/64:8)
Di ayat lain, Allah SWT berfirman:
فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-A’râf/7:157)
Juga firman-Nya:
قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ ﴿١٥﴾ يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan Kitab itulah, Allah SWT menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus (QS Al-Maidah/5:15-16)
Kemudian, Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS al-An’aam: 122)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (al-‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)
Cahaya terang itu adalah al-Qur’an, dan disebut sebagai cahaya karena ia adalah penerang dalam gelapnya kesesatan. Ayat (وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا) menunjukkan bahwa dengan Al-Qur’an bercahayalah hati, wajah, dan jalan menuju Allah. Maka carilah bekas cahaya ini di hatimu dan wajahmu dan di kehidupanmu seluruhnya.
Berlapis Keberkahan
Al-Qur’an memiliki keberkahan yang berlapis. Selain beberapa keberkahan yang telah dijelaskan di atas, masih banyak lagi keberkahan-keberkahan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:
كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS Shad : 29)
Al-Qur’an juga menjadi syafaat. Dari Abu Umamah al-Bahili Ra, Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah al-Qur’an! Sesungguhnya kelak ia akan datang pada hari kiamat untuk memberikan syafa’at bagi penganutnya.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [804])
Kemudian, dengan membaca al-Qur’an akan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat. Dari Abdullah bin Mas’ud Ra, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dalam Kitabullah maka dia akan mendapatkan satu kebaikan. Satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Tsawab al-Qur’an [2910], disahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Al-Qur’an juga menentramkan hati. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28).
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat/merenungkan al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketenteraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan al-Qur’an (lihat Tafsir al-Qayyim, hal. 324)
Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah rujukan ummat. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. an-Nisaa’: 59)
Al-Qur’an juga merupakan kemuliaan ummat. Dari ‘Amir bin Watsilah, dia menuturkan bahwa suatu ketika Nafi’ bin Abdul Harits bertemu dengan Umar di ‘Usfan (wilayah antara Makkah dan Madinah). Pada waktu itu Umar mengangkatnya sebagai gubernur Makkah. Maka Umar bertanya kepadanya, “Siapakah yang kamu angkat sebagai pemimpin bagi para penduduk lembah?” Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.” Umar kembali bertanya, “Siapa itu Ibnu Abza?” Dia menjawab, “Salah seorang bekas budak yang tinggal bersama kami.” Umar bertanya, “Apakah kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?” Maka Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal Kitab Allah ‘azza wa jalla dan ahli di bidang faraidh/ waris.” Umar pun berkata, “Adapun Nabi kalian SAW memang telah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini sebagian kaum dan dengannya pula Dia akan menghinakan sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [817])
Dari Utsman bin Affan RA, Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dalamKitab Fadha’il al-Qur’an [5027])
Karena kemulian Al-Qur’an, hasad pun menjadi diperbolehkan. Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara: seorang lelaki yang diberikan ilmu oleh Allah tentang al-Qur’an sehingga dia pun membacanya sepanjang malam dan siang maka ada tetangganya yang mendengar hal itu lalu dia berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.” Dan seorang lelaki yang Allah berikan harta kepadanya maka dia pun menghabiskan harta itu di jalan yang benar kemudian ada orang yang berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5026])
Membaca atau mendalami Al-Qur’an juga menjadi perniagaan yang tidak akan merugi. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat serta menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka berharap akan suatu perniagaan yang tidak akan merugi. Supaya Allah sempurnakan balasan untuk mereka dan Allah tambahkan keutamaan-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih.” (QS. Fathir: 29-30)
Kemudian, al-Qur’an adalah rahmat dan obat. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Sungguh telah datang kepada kalian nasehat dari Rabb kalian (yaitu al-Qur’an), obat bagi penyakit yang ada di dalam dada, hidayah, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57).
Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an itu obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi ia tidaklah menambah bagi orang-orang yang zalim selain kerugian.”(QS. al-Israa’: 82)
Syekh as-Sa’di berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an itu mengandung ilmu yang sangat meyakinkan yang dengannya akan lenyap segala kerancuan dan kebodohan. Ia juga mengandung nasehat dan peringatan yang dengannya akan lenyap segala keinginan untuk menyelisihi perintah Allah. Ia juga mengandung obat bagi tubuh atas derita dan penyakit yang menimpanya.” (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 465 cet. Mu’assasah ar-Risalah)
Sudah sangat jelas bahwa al-Qur’an adalah petunjuk. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Alif lam lim. Inilah Kitab yang tidak ada sedikit pun keraguan padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 1-2).
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya al-Qur’an ini menunjukkan kepada urusan yang lurus dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Israa’: 9).
Karena itu, merenungkan ayat-ayat al-Qur’an merupakan pintu gerbang hidayah bagi kaum yang beriman. Allah SWT berfirman, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka merenungi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS Shaad: 29).
Allah SWT berfirman, “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an, ataukah pada hati mereka itu ada gembok-gemboknya?” (QS. Muhammad: 24). Allah juga berfirman, “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an, seandainya ia datang bukan dari sisi Allah pastilah mereka akan menemukan di dalamnya banyak sekali perselisihan.” (QS. an-Nisaa’: 82)
(Aza/ Disadur dari berbagai sumber)