Indonesiainside.id, Jakarta — Keanggotaan Majelis Masyaikh yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas baru mewakili satu golongan pesantren. Padahal, Keanggotaan Majelis Masyaikh yang berjumlah 9 tokoh seharusnya mewakili dan merefleksikan keterwakilan proporsional dari tiga jenis pesantren yang diakui Pemerintah dan UU Pesantren.
Tiga golongan pesantren dalam UU Pesantren tersebut adalah yaitu Pesantren Salafiyah (tradisional), Khalafiyah/Mu’adalah (Modern) maupun yang Mengintegrasikan Kurikulum pendidikan Umum dan Agama. Namun, keanggotaan Majelis Masyaikh baru terdiri dari satu jenis pesantren saja.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendesak hadirnya keadilan dan proporsionalitas dalam hal keanggotaan Majelis Masyaikh di Pondok Pesantren, agar mencakup tiga jenis Pesantren sebagaimana yang diakui di dalam UU Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Menurut Hidayat, banyak kalangan yang terkait dengan Pesantren menyampaikan aspirasi dan kritik karena keanggotaan lembaga itu tidak proporsional.
“Saya kembali mengusulkan agar Kemenag segera menambah keanggotaan Majelis Masyaikh, sebagaimana diusulkan oleh AHWA, sehingga bisa merepresentasikan secara proporsional semua jenis pesantren yang sudah dicantumkan di UU Pesantren. Hal ini merupakan aspirasi, usulan, dan permintaan dari banyak Kyai, Nyai, Pimpinan Pondok Pesantren maupun Organisasi Kepesantrenan, sebagai kegundahan yang mereka sampaikan saat reses, kunjungan daerah pemilihan maupun serap aspirasi dengan warga,” kata anggota Komisi VIII DPR-RI ini dalam FGD Komisi VIII DPR-RI dengan Dirjen Pendidikan Islam, Rabu (02/02/2022).
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini mengingatkan, bahwa dalam Raker dengan Menteri Agama, Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR-RI dari FPKS juga telah menyampaikan dorongan pentingnya prinsip perwujudan asas proporsionalitas keanggotaan Majelis Masyaikh tersebut. Dan hal itu telah disepakati sebagai keputusan rapat antara Komisi VIII DPR-RI dengan Menteri Agama pada 24 Januari 2022.
Pada Rapat Kerja itu Menteri Agama menyetujui untuk memperhatikan dan mempertimbangkan kembali jumlah dan keterwakilan ragam pesantren yang ada di Indonesia dalam hal keanggotaan di Majelis Masyaikh.
“Namun hingga kini belum terlihat tindak lanjut dan langkah nyata pelaksanaan atas keputusan bersama tersebut. Padahal sudah banyak Kyai dan pengasuh Pesantren serta organisasi kepesantrenan yang mempertanyakan penetapan Majelis Masyaikh, dan tuntutan untuk proporsionalitasnya,” kata Hidayat, dikutip dari laman Fraksi PKS, Jumat (4/2/22).
Karena itu. Hidayat mengingatkan kembali agar Dirjen Pendis yang membidangi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren sebagai pelaksana teknis untuk mengawal dan merealisasikan aspirasi dari kalangan Pesantren ini secara serius. HNW sapaan akrabnya menegaskan, desakan yang sejak awal disuarakan bukanlah untuk mengubah anggota Majelis Masyaikh yang sudah ditetapkan oleh Menag, melainkan agar keanggotaan Majelis Masyaikh memenuhi aspek keadilan dan proporsionalitas dengan menambah keanggotaannya menjadi jumlah maksimal yakni 17 Kyai/Nyai sebagaimana diusulkan oleh lembaga yang berwenang yaitu AHWA, yang juga dimungkinkan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren.
Penambahan jumlah tersebut, menurut HNW yang juga Wakil Ketua Majelis Syura PKS, tidak akan berdampak signifikan pada kebutuhan anggaran. Namun, bila hal itu dilaksanakan, akan berdampak besar pada dunia Pesantren, dengan diakomodasinya usulan kalangan Pesantren, yang tentunya akan hadirkan nuansa keadilan, kehormatan dan ketenteraman bagi para Kyai dan pengelola Ponpes, sekaligus dapat memaksimalkan kinerja Majelis Masyaikh yang menurut UU Pesantren tugasnya sangat berat dan strategis, mulai dari menetapkan struktur kurikulum hingga memeriksa ijazah santri, dll.
“Jika usulan Para Kiai dan pengasuh-pengasuh beragam Pondok Pesantren ini dikabulkan, maka tentunya berbagai pimpinan Pesantren dan organisasi Pondok Pesantren akan mendapatkan bukti perlakuan keadilan bagi semua jenis pondok Pesantren, sehingga sinergi, kerja sama dan saling menghormati antara Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dengan dunia Pesantren akan semakin mudah dilaksanakan, agar program-program untuk meningkatkan kualitas santri dan pesantren, moderasi beragama dan lainnya akan lebih mudah dihadirkan,” katanya. (Aza)