Banyak orang di antara kita kehilangan sifat mulia dalam sehingga abai karena asyik dengan kehidupan dunia ini. Sifat mulia yang raib dari kebanyakan orang adalah tangisan karena takut kepada Allah Azza wa Jalla.
Banyak dari kita yang membaca Al-Qur’an tetapi matanya tidak meneteskan air mata karena takut kepada Allah. Banyak dari kita mendengarkan hadits yang mengingatkannya tentang akhirat, dahsyatnya siksa neraka, dan indahnya kehidupan dalam surga. Namun, hati tak jua merendah dan tidak juga tunduk. Tidak ada rasa takut yang tersisa untuk mata ini sampai meneteskan air mata. Ini terjadi karena dosa dan kesalahan telah menyebar dan merajalela sehingga tidak ada lagi rasa takut yang tersisa dalam hati. Tiada lagi kerinduan kepada Allah SWT.
Mari kita bertanya pada diri sendiri: Demi Allah, kapan terakhir kali matamu meneteskan air mata karena takut kepada Allah? Setahun, dua tiga tahun lalu, mungkin selama bertahun-tahun, atau bahkan tidak pernah sama sekali meneteskan air mata karena taqwa kepada Allah SWT. Mengapa kekejaman ini terjadi dalam hati kita? Mengapa terjadi penyempitan iman di mata kita? Jawabannya karena kita menjauh dari Allah dan bergantung pada dunia fana ini.
Kita mungkin membaca Al-Qur’an tapi hati tidak tergerak, atau tidak menangis. Kita mendengar hadits Nabi SAW dan kulit kita tidak gemetar. Coba kita hitung ancaman Allah yang mengerikan ini, Allah SWT berfirman:
أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ صَدْرَهُۥ لِلْإِسْلَٰمِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِۦ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقَٰسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ فِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Az-Zumar: 22)
As-Sa’di (Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di) mengatakan, apakah sama orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah untuk menerima agama Islam, sehingga ia menjadi lapang untuk menerima (mempelajari) hukum-hukum Allah dan mengamalkannya dengan lapang dada dan senang hati berdasarkan pengetahuan yang jelas terhadap perintah-Nya?
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah,” yaitu hatinya tidak tunduk kepada kitab-Nya dan tidak pula mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya serta tidak tenang dengan mengingat-Nya, melainkan ia berpaling dari Tuhannya, beralih kepada selain Dia, maka bagi mereka azab yang sangat berat dan keburukan yang sangat besar.
“Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” Kesesatan apalagi yang lebih besar daripada daripada kesesatan orang yang berpaling dari tuhannya, padahal sesungguhnya kebahagiaan itu hanya terdapat pada menghadap kepada-Nya. Hatinya membatu, tidak bisa mengingat-Nya dan justru dia terfokus kepada segala yang berakibat buruk padanya.
(أَفَمَن شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُۥ لِلْإِسْلٰمِ) “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam”, Yakni Allah melapangkan hatinya bagi Islam sehingga ia menerimanya dan menjadikannya petunjuk.
Siapa yang mendapatkan petunjuk itu? Yaitu orang yang mendapatkan cahaya (عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِۦ), yakni “Mendapat cahaya dari Tuhannya. Orang yang mendapatkan cahaya itu tidak seperti orang yang keras hatinya akibat pilihannya yang buruk, sehingga dia berada dalam gelapnya kesesatan dan musibah kebodohan.
Malik bin Dinar radhiyallahu ‘anhu berkata: (ما ضرب الله عبدًا بعقوبة أعظم من قسوة القلب، وما غضب الله – عَزَّ وجل – على قوم إلاَّ نَزَعَ منهمُ الرحمة) “Allah tidak menghukum seorang hamba dengan azab yang lebih besar dari kekerasaan hati, dan Allah Azza wa Jalla tidak murka kepada suatu kaum kecuali dengan menghilangkan rahmat dari mereka.”
Ketahuilah, menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla adalah maqam yang agung, dan itu adalah maqam para nabi dan orang-orang saleh dari hamba-hamba Allah. Mereka meneteskan air mata karena takut kepada Allah dan hati mereka melunak saat mengingat-Nya.
وَإِذَا سَمِعُوا۟ مَآ أُنزِلَ إِلَى ٱلرَّسُولِ تَرَىٰٓ أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ ٱلدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا۟ مِنَ ٱلْحَقِّ ۖ يَقُولُونَ رَبَّنَآ ءَامَنَّا فَٱكْتُبْنَا مَعَ ٱلشَّٰهِدِينَ
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad SAW).”
Di ayat lain:
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ مِن ذُرِّيَّةِ ءَادَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْرَٰٓءِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَٱجْتَبَيْنَآ ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُ ٱلرَّحْمَٰنِ خَرُّوا۟ سُجَّدًا وَبُكِيًّا ۩
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS Maryam: 58)
Dalam ayat lainnya:
وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS Al-Isra: 109)
Allah SWT mengulangi penyebutan kalimat “menyungkur atas muka mereka sambil menangis” karena al-Qur’an sangat berpengaruh bagi hati mereka dan menambah kekhusyu’an mereka. وَيَزِيدُهُمْ (dan mereka bertambah), yakni dengan mendengar bacaan al-Qur’an. خُشُوعًا (kekhusyu’annya), yakni kelembutan hati dan mata yang berkaca-kaca.
Dari Abu Umamah, Rasulullah SAW bersabda: “Tiada yang lebih dicintai Allah selain dua tetes dan dua jejak, setetes air mata karena takut kepada Allah, dan setetes darah yang tertumpah di jalan Allah… ” (Hadits Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi, dan disahkan oleh Al- Albani)
Nabi SAW juga bersabda bahwa di antara tujuh orang yang akan dinaungi Allah pada Hari Kiamat, yakni “Tujuh yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan selain-Nya.” Nabi SAW menyebutkan di antara mereka: “Dan seorang pria mengingat Allah ketika dia sendirian dan matanya meluap.” (Muttafaq alaihi)
Tiadalah hati yang melunak bagi Allah Azza wa Jalla kecuali pemiliknya tenggelam dalam amal shaleh dan tergulung dalam ketaatan. Tiadalah hati yang melunak bagi Allah Azza wa Jalla kecuali hati yang terus menerus ingin menaati dan mencintai Allah. Tidak ada hati yang melunak bagi Allah kecuali Anda menemukan pemiliknya tenang dalam mengingat Allah. Dan tiadalah hati yang melunak bagi Allah Azza wa Jalla kecuali yang paling jauh dari kemaksiatan kepada Allah. Hati yang lembut adalah hati yang selalu merendah di hadapan kebesaran Allah.
Di antara penyebab terbesar dari kerasnya hati adalah kurang menangis karena takut kepada Allah: ketergantungan pada dunia, kesombongan pada orang-orang, dan sibuk dengan keingintahuan pada hal-hal yang baru. Demikian pula, di antara penyebabnya adalah banyaknya dosa.
Demi Allah, janganlah menjadi keras mata dan hati yang terus mengeras, kecuali dengan menumpuknya kemaksiatan dan kemaksiatan, sehingga hati tidak dapat lagi tergerak dari ayat-ayat yang dibaca dan hadits yang disebutkan. Nabi SAW mengatakan:
إنَّ العبد إذا أذنبَ ذنبًا نُكِتَتْ في قلبه نُكتةٌ سوداء، فإنْ تاب ونزع واستغفر صقل قلبه، وإن عاد زادتْ حتى تعلوَ قلبَه، فذلك الرَّان الذي ذَكَرَ الله في القرآن: {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} [المطففين: 14]؛ رواه أحمد، والترمذي، وابن ماجَهْ، وحَسَّنَهُ الألباني.
“Jika dia bertobat dan menarik diri dan mencari pengampunan, hatinya akan menjadi halus, dan jika itu kembali, itu meningkat sampai naik ke hatinya, maka itu adalah lari yang disebutkan Allah dalam Al Qur’an: (Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka) [Al-Mutaffifin: 14]. Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan digolongkan hasan oleh Al-Albani.
Ali bin Thalib berkata : “sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati”, kemudian membaca ayat Allah: {كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
Bersiap-siaplah sebelum hati itu menjadi mati. Berkata Al Hasan al-basri tentang ayat {كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}: “Yaitu dosa yang semakin menumpuk sampai hati itu buta, dan akhirnya mati.
Semakin dosa-dosa seseorang menumpuk, akan ada tanda dalam hatinya, dan ketika itulah hati menjadi buta dan tidak sanggup untuk menerima kebenaran dan baiknya agama, urusan akhirat akan direndahkan di bawah urusan dunia.
Hati telah menjadi rusak karena kemegahan dunia telah mengalahkannya, hatinya patuh kepada segala perintah dunia dengan kelezatan didalamnya, oleh karena itu setiap hamba harus mampu menguasai dirinya sehingga ia mampu kembali kepada mengingat tuhannya dan kepada peringatan akan akhirat dengan segala peristiwa menakutkan didalamnya, sehingga kita tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang Allah katakan dalam ayat-Nya: {كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
Hati ini telah digelapkan oleh keburukan kemaksiatan, lalu bagaimana mungkin hati yang dibangkitkan oleh menangis karena takut akan Tuhan? Bagaimana hati yang menghitam karena ketidaktaatan dan dosa dapat merefleksikan ciptaan Tuhan? Di antara penyebab mengerasnya hati adalah: duduk dengan orang yang tidak berakhlak, dan berkumpul dengan orang yang tidak ada kebaikannya. Tidak ada kebaikan bersama mereka kecuali hatinya akan mengeras dari mengingat Allah. (Aza)
Sumber: Disadur dari tulisan Sheikh Murad Ayyash Al-Lihyani diterbitkan Islamway Net; dan Tafsir Online Tafsirweb