Indonesiainside.id, Ankara – Dokter-dokter di seluruh Turki memulai pemogokan massal selama dua hari mulai Kamis (17/2), memprotes upah rendah dan kondisi kerja yang buruk ketika negara itu bergulat dengan turbulensi ekonomi terburuk dalam dua dekade terakhir.
Menurut Hekim-Sen, anggota serikat dokter nasional menyatakan selain dokter yang bertugas di ICU atau instansi gawat darurat, dokter keluarga dan umum, semuanya mogok. Mereka juga berbagi gambar ruang klinik kosong dari beberapa kota dan provinsi di media sosial.
Serikat pekerja juga menyebutkan beban kerja yang berat dan meningkatnya kekerasan fisik dari pasien sebagai alasan pemogokan.
Sebanyak 316 petugas kesehatan menjadi sasaran dalam 190 serangan terpisah pada tahun 2021 di Turki, menurut serikat pekerja lokal Saglik-Sen.
Sebagian besar rumah tangga Turki berjuang untuk memenuhi kebutuhan di tengah masalah keuangan, diperburuk oleh inflasi tertinggi dalam 20 tahun dan kenaikan baru-baru ini pada energi, makanan, dan kebutuhan penting lainnya.
Sebelumnya pada hari Rabu, Presiden Recep Tayyip Erdogan berpendapat bahwa inflasi hampir 50 persen bersifat sementara dan bahwa warga perlu memikul beban untuk beberapa waktu lagi.
Jam kerja yang panjang di tengah pandemi corona dan mengikis pendapatan baru-baru ini telah mendorong semakin banyak dokter Turki untuk beremigrasi.
Lebih dari 1.400 dokter telah meninggalkan Turki pada 2021 dibandingkan dengan hanya 59 orang dalam satu dekade lalu, menurut Asosiasi Medis Turki (TTB).
“Pada bulan Januari saja, 197 dokter pergi, dengan Jerman menduduki daftar teratas sebagai tujuan, diikuti oleh Inggris, Prancis, dan AS,” kata Wakil Presiden TTB Vedat Bulut.
Dikatakannya seorang dokter muda hanya berpendapatan 5.500 lira atau USD 404 per bulan ( Rp 5,6 juta per bulan), sedikit di atas upah minimum.
“Mereka yang pergi kemudian membantu rekan-rekan di Turki mengatur dan bersiap untuk pergi. Ini mirip dengan tren tahun 1960-an ketika pekerja tamu Turki biasa mengundang teman untuk bekerja di Jerman,” kata Bulut. (Nto)