Indonesiainside.id, Jakarta – Tokoh masyarakat Betawi menggelar diskusi membahas nasib Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara. Hasil diskusi tersebut akan disampaikan sebagai masukan kepada para pemangku kepentingan.
“Ini menyangkut nasib kita semua sebagai masyarakat Betawi ke depan dan masyarakat Jakarta umumnya,” kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dailami Firdaus, di Kampus 2 Universitas Islam As-Syafiiiyah, Jalan Raya Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (19/2).
Dijelaskannya, FGD ini sangat penting untuk salah satunya menghasilkan formula yang akan diusulkan agar juga lebih memperhatikan kearifan lokal.
“FGD ini menjadi awal dari lokakarya selanjutnya. Hasil paripurna dari FGD ini nantinya akan kita serahkan kepada Pak Gubernur, DPRD DKI, serta DPR RI,” ujarnya.
Dailami mengungkapkan, draf usulan terkait Jakarta ke depan perlu segera diselesaikan agar bisa menjadi bahan masukan penting bagi seluruh pemangku kepentingan.
“Kita targetkan ini sudah bisa rampung setidaknya dalam 40 hari mendatang,” tuturnya.
Dailami menambahkan, DPD RI tidak menginginkan, revisi Undang Undang Nomor 29 Tahun 2007 ini seolah-olah hanya dikuasai oleh segelintir orang yang eksklusif saja. Sebagai Senator dari Daerah Pemilihan (Dapil), dirinya akan terus berjuang untuk kepentingan dan kemaslahatan warga Jakarta, termasuk warga Betawi sebagai tuan rumah.
“Masyarakat Betawi adalah masyarakat yang terbuka, bisa dan siap berkolaborasi dengan siapa saja,” tegasnya.
Sementara itu, mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI Soni Sumarsono menuturkan, semua kebijakan yang terjadi saat ini dalam hal pemindahan Ibu kota adalah bagian dari konsep desentralisasi di Indonesia.
“Perkembangan yang terjadi saat ini perlu segera disikapi untuk mempersiapkan Jakarta ke depan. Saya menyambut baik FGD ini sebagai respons untuk menentukan posisi Jakarta di masa mendatang,” ucapnya.
Soni menjelaskan, Undang Undang 1945 Pasal 18B menyatakan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang Undang.
“Kita harus punya fokus Jakarta ke depan sebagai apa? Saya mengusulkan Jakarta bisa menjadi pusat perdagangan dengan tentu pengembangan sektor pariwisata,” urainya.
Selain itu, Soni juga memberikan rekomendasi agar perlu menata ulang daerah dengan pola penyesuaian daerah menjadi Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya.
“Saya juga mengusulkan adanya majelis masyarakat Betawi yang diposisikan sebagai representasi kultural dalam mekanisme pemerintahan daerah khusus. Sehingga, bisa mendapatkan alokasi dari APBN melalui Dana Alokasi Khusus,” ungkapnya.
Ia menambahkan, perlu juga pemikiran terkait posisi Jakarta secara pemerintahan. Apakah daerah bawahan akan menjadi kota/kabupaten administratif atau daerah otonom?
“Saya harap pertemuan bersejarah ini bisa dilanjutkan lagi untuk dilakukan pembahasan secara lebih komprehensif lagi,” katanya.
Pelaksanaan FGD ini diikuti sejumlah tokoh masyarakat Betawi seperti, Hasbullah Thabrany, Munir Arsyad, Beki Mardani, Zainuddin atau akrab disapa Haji Oding, Muhamad Rifki (Eki Pitung), Yahya Andi Saputra, Aziz Khafia, Muhammad Ichwan Ridwan (Boim) dan Ketua Umum Pemuda Cinta Tanah Air (PITA), Ervan Purwanto.
Juga mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI yang juga pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Soni Sumarsono sebagai narasumber.
(Nto/Infopublik.id)