Indonesiainside.id
No Result
View All Result
  • Home
  • Populer
  • Haji 2022
  • News
  • Ekonomi
  • Lifestyle
  • Olahraga
  • Risalah
  • Khazanah
  • Narasi
  • Home
  • Populer
  • Haji 2022
  • News
  • Ekonomi
  • Lifestyle
  • Olahraga
  • Risalah
  • Khazanah
  • Narasi
Indonesiainside.id
  • Home
  • Populer
  • Haji 2022
  • News
  • Ekonomi
  • Lifestyle
  • Olahraga
  • Risalah
  • Khazanah
  • Narasi
Home Headline

Yusuf Qardawi: Iman, dari Penampilan ke Substansi

Azhar Azis
Senin, 14/03/2022 10:50
Ilustrasi. Pixabay

Ilustrasi. Pixabay

Ada orang yang hampir tidak tertarik dengan Islam kecuali hanya karena bentuknya. Bukan substansinya, bukan pula karena kebenarannya.

Berapa banyak orang ber-Islam tetapi hanya yang nampak, tetapi pokok dan inti keimanannya rapuh. Taqwanya hanya sekadar lewat, bukan sesungguh-sungguhnya taqwa karena hatinya lalai.

Dr Yusuf Al-Qardawi mengingatkan kita tentang hal ini. Dia menulis dalam sebuah artikel yang disadur dari laman Al-Qardawi, الإيمان.. من المظهر إلى الجوهر yang berarti: Iman, dari penampilan ke substansi. Berikut ini selengkapnya:

Di antara orang yang hanya tertarik dengan Islam karena bentuknya: membiarkan janggut tumbuh dan membuatnya panjang, memperpendek gaun, membawa siwak, menempelkan kaki ke kaki dalam shalat, atau meletakkan tangan di atas dada atau pusar pada saat berdiri dalam shalat, minum sambil duduk daripada berdiri, melarang segala macam nyanyian dan musik, dan mewajibkan wanita memakai cadar, dan sebagainya.

Baca Juga:

Protes Pembakaran Al-Quran, Polisi dan Massa Bentrok di Swedia

3 Cara Mengidentifikasi Ketaqwaan

Ini semua adalah masalah penampilan daripada substansi. Saya ingin saudara-saudara saya ini untuk mengarahkan perhatian terbesar mereka pada esensi dan semangat dalam ajaran Islam, daripada bentuk dan materi.

Islam adalah keyakinan, hakikatnya adalah tauhid. Ibadah hakikatnya adalah keikhlasan. Pengobatan hakikatnya adalah kejujuran. Akhlak hakikatnya adalah rahmat. Syariat hakikatnya adalah keadilan. Amalan hakikatnya adalah kesempurnaan. Adab (tata krama) hakikatnya adalah rasa. Pergaulan esensinya adalah persaudaraan, dan peradaban esensinya adalah keseimbangan.

Tanpa demikian, esensi Islam telah hilang, sekalipun fenomenanya masih tampak dalam bentuk. Karena itu, jangan sekali-kali melalaikan melalaikan tauhid dalam keyakinan, keikhlasan dalam beribadah, kejujuran dalam bertransaksi, kemurahan hati, keadilan dalam syariat, kesempurnaan dalam bekerja, rasa (dzauq) dalam adab, persaudaraan dalam pergaulan, dan keseimbangan dalam peradaban.

Dan perkataan ini bukanlah sekedar klaim tanpa dalil, melainkan dalil dari pernyataan Al-Qur’an dan As-Sunnah ini sangat banyak. Rasulullah SAW bersabda:

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

“Ada empat tanda jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan, sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu:
(1) Jika diberi amanat, khianat;
(2) Jika berbicara, dusta;
(3) Jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi;
(4) Jika berselisih (bertengkar/ berdebat), dia akan berbuat zalim (melampaui batas).” [HR. Muslim no. 58]

Iman antara Ilmu dan Aplikasi

Sebagian orang berpendapat bahwa iman yang menyelamatkan seseorang dari api neraka, membuatnya memenuhi syarat untuk masuk surga di akhirat, dan itu membuatnya layak dalam pemeliharaan Allah Aza wa Jalla, kemenangannya dan pembelaannya di dunia ini, hanya sebuah pengetahuan intelektual, yang dengannya pikirannya sering dijejali. Lebih tepatnya, itu disimpan dalam ingatannya selama masa kecil dan dia mengajarkannya indoktrinasi bahwa Tuhan itu Esa, Dia tidak memiliki pasangan, dan bahwa Dia, Maha Suci-Nya, dicirikan oleh semua kesempurnaan, melampaui semua ketidaksempurnaan, dan bahwa Dia telah meninggikan sifat-sifat yang ini dan itu.

Saya masih ingat bagaimana mereka dulu mengajari kita – dan kita semasih di Sekolah Kuttab, akidah, menurut doktrin Ash’ariah yaitu: bahwa Allah SWT 20 sifat (Asmaul Husna). Kami biasa menghafal kata sifat ini dengan berurutan, tetapi kami tidak tahu artinya. Setelah saya dewasa dan menjadi sadar, saya mencoba memahami perbedaan antara Ilmun dan Aaliman, Qudrah dan Qaadiran, dan sebagainya. Saya tidak dapat memahami, dan saya tidak menemukan orang yang dapat memahami, meskipun kami mempelajari sifat-sifat ini di tingkat dasar, menengah, dan tinggi belajar di Al-Azhar Al-Sharif.

Lebih penting lagi, studi tentang iman ini tidak menyentuh jiwa seseorang, atau menggerakkan hatinya, atau menghidupkan kembali hati nurani dalam dirinya. Ini adalah studi kering, tanpa keimanan sejati yang pendekatan Al-Qur’an didasarkan pada pembentukan iman.

Ini adalah kurikulum tentang pertimbangan dan pemikiran ayat-ayat Allah dalam jiwa:

أَوَلَمْ يَنظُرُوا۟ فِى مَلَكُوتِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ ٱللَّهُ مِن شَىْءٍ وَأَنْ عَسَىٰٓ أَن يَكُونَ قَدِ ٱقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ ۖ فَبِأَىِّ حَدِيثٍۭ بَعْدَهُۥ يُؤْمِنُونَ

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?”

Kemudian, firman Allah SWT dalam Qur’an Surat Az-Zariyat ayat 21-22:

وَفِىۡۤ اَنۡفُسِكُمۡ‌ؕ اَفَلَا تُبۡصِرُوۡنَ

21. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

وَفِى السَّمَآءِ رِزۡقُكُمۡ وَمَا تُوۡعَدُوۡنَ

22. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.

Kemudian, dalam Qur’an Surat Ali Imran Ayat 190-191:

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Saya terkesan dengan pendekatan Salafi; Karena minatnya untuk mengacu pada Al-Qur’an yang Mulia dan Sunnah yang disucikan dalam membuktikan dan mengkonsolidasikan keyakinan, lebih memilih metode Al-Qur’an daripada metode filsafat Yunani, seperti yang dikatakan oleh sarjana Ibn al-Wazir al-Yamani. Saya juga menyukai pendekatan ini dan fokusnya pada penjernihan Tauhid dari semua kekotoran kesyirikan. Yang terbesar dan terkecil, yang jelas dan yang tersembunyi, pembebasan manusia dari perbudakan manusia, dan abstraksi perbudakan hanya kepada Allah.

Tetapi tren salafi kontemporer saat ini malah tenggelam di tengah-tengah kontroversi dalam masalah keyakinan. Tenggelam dalam keasyikan memprdebatkan “ayat-ayat Sifat” dan “hadits sifat”. Mereka memperdebatkan antara para shalaf (pendahulu) dan para khalaf (penerus) atas penafsiran mereka, seolah-olah semua itu adalah inti dari syahadat atau esensi dari tauhid.

Pendapat saya tentang tren ini ada dua. Pertama, topik kontroversial ini hanya mengorbankan apa yang disepakati, yang merupakan dasar dalam akidah pembuktian keberadaan Allah SWT, dan keesaan-Nya dalam Dzat, Sifat dan Perbuatan-Nya, dan abstraksi ibadah kepada-Nya saja, dan menggambarkan-Nya dengan segala kesempurnaan yang layak bagi-Nya Yang Maha Kuasa, dan meniadakan setiap kekurangan pada-Nya dari pasangan.

Kedua, tren saat ini terjebak dalam tren rasionalis Asy’ari mengenai keyakinan sebagai masalah spiritualisme dengan kata lain sebagai asimilasi ekspresi dan menghafal kalimat atau terminologi dibentuk menjadi template kaku. Barang siapa yang hafal ungkapan atau istilah tersebut maka aman akidahnya, akidahnya benar, dan tauhidnya terbebas dari syirik.

Saya menghadiri sebuah dewan yang mencakup beberapa cendekiawan; Apa yang dikatakan salah seorang di antara mereka tentang orang yang mengingkari adalah bahwa dia adalah aqidah yang cacat, dinodai dengan tauhid, bahwa dia tidak tahu arti “Rabb”, atau arti “Thagut”, atau arti “penyatuan Nama-nama dan Sifat-sifatnya.”

Seolah-olah semua yang dibutuhkan seseorang untuk bahagia di dunia dan menang di akhirat adalah menghafal definisi atau istilah tertentu. Ini bukan iman yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dengan mengatur segala bentuk efek dan buahnya di dunia dan di akhirat.

Iman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah

Keyakinan terhadap Al-Qur’an dan Sunnah adalah cahaya yang menerangi semua aspek jiwa, menerangi pikiran, menghidupkan kembali hati nurani, membangkitkan perasaan, dan merangsang kehendak. Itu adalah kekuatan penuntun, kekuatan penggerak, kekuatan pengendali, dan kekuatan yang menenteramkan.

Kekuatan yang tenang adalah kekuatan pemandu. Karena itu, menentukan tujuan seseorang, mengetahui tujuan dan metodenya, sehingga ia hidup dengan cahaya, dan melanjutkan dengan wawasan sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS At-Taghabun: 11)

وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنتُمْ تُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ ءَايَٰتُ ٱللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُۥ ۗ وَمَن يَعْتَصِم بِٱللَّهِ فَقَدْ هُدِىَ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ

“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS Ali Imran: 101)

أَوَمَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَٰهُ وَجَعَلْنَا لَهُۥ نُورًا يَمْشِى بِهِۦ فِى ٱلنَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِى ٱلظُّلُمَٰتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَٰفِرِينَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-An’am: 122)

Kekuatan inilah yang membuat Nabi Ibrahim Al-Khalil menolak kekuasaan di bumi, bulan dan matahari. Maka dia berkata, sebagaimana firman Allah SWT dalam Qur’an Surat Al-An’am ayat 79:

إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”

Kekuatan katalitik merupakan kekuatan pendorong yang memotivasi seseorang untuk memberi dan membangun, melakukan perbuatan baik, dan mengantisipasi perbuatan baik. Karena itu, Al-Qur’an memasangkan iman dengan tindakan di sekitar sembilan puluh tempat. Itulah sebabnya pendahulunya berkata: Iman bukanlah angan-angan, tetapi apa yang menetap di hati dan diyakini dengan tindakan.

Al-Qur’an mewujudkan iman dalam etika, perasaan dan tindakan, bukan pada frasa, sebagaimana firman-Nya:

اِنَّمَا الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الَّذِيۡنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتۡ قُلُوۡبُهُمۡ وَاِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ اٰيٰتُهٗ زَادَتۡهُمۡ اِيۡمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُوۡنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.”

Kemudian dalam Surat Al-Hujurat Ayat 15:

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

Hal ini ditegaskan oleh hadits-hadits Rasulullah, yang menjadikan iman menjadi enam puluh, atau tujuh puluh, cabang, di mana buku-buku yang komprehensif ditulis, untuk menjelaskan, menghitung dan menjelaskannya. Dan dalam dua Sahih: “Iman memiliki enam puluh atau tujuh puluh sedikit cabang, yang tertinggi adalah: Laa ilaaha illalah (Tidak ada Tuhan selain Allah), dan yang terendah: menghilangkan hal-hal yang berbahaya dari jalan dan malu adalah cabang dari iman.”

Iman itulah yang membuat Ibrahim sang Khalil, saw, mengorbankan putranya dan hatinya dalam ketaatan kepada Allah. Dijelaskan dalam Qur’an Surat As-Saffat Ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.”

Dan iman, sebagaimana ia sebagai pendorong untuk berbuat baik, juga merupakan kekuatan pengendali yang menghalangi pemiliknya dari kejahatan, menahannya dengan kekang ketakwaan, dan menghalanginya dari dosa, dan dari maksiat, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.

Iman adalah orang yang selalu menempatkan mata orang mukmin di depan pengawasan orang mukmin terhadap Allah SWT, pembalasan di akhirat, kepercayaan akan pahala dan siksa, surga dan neraka, dan dengan demikian dia adalah penjaga atas dirinya sendiri, mengikatnya sebelum bertindak, meminta pertanggungjawabannya setelah tindakan, menyalahkannya karena kelalaian, dan dapat menghukumnya dengan peringatan dan teguran, dan sarana disiplin lainnya.

Iman inilah yang membuat anak Adam yang baik berkata kepada saudaranya yang jahat: “Jika kamu mengulurkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan mengulurkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu.”

Imanlah yang membuat Nabi Yusuf bin Ya’qub AS menolak syahwat terlarang, ketika ia masih dalam masa mudanya, dan kekuatan kedewasaannya, yang ia cari dan tidak ia cari; Dia berkata kepada wanita yang ada di rumahnya, yang mengendalikan urusannya, dan yang membujuk dirinya dengan menyatakan daripada mengisyaratkan.

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا عَنْ نَّفْسِهٖ وَغَلَّقَتِ الْاَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۗقَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اِنَّهٗ رَبِّيْٓ اَحْسَنَ مَثْوَايَۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ

“Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung.”

Dan ketika godaan itu tidak berhasil untuknya, dia diancam, dan siapa pun yang tidak menghalangi dia dari janji, mungkin ancaman itu membuatnya lemah, dan dia berkata di depan para wanita, Surat Yusuf 32-34:

قَالَتْ فَذٰلِكُنَّ الَّذِيْ لُمْتُنَّنِيْ فِيْهِ ۗوَلَقَدْ رَاوَدْتُّهٗ عَنْ نَّفْسِهٖ فَاسْتَعْصَمَ ۗوَلَىِٕنْ لَّمْ يَفْعَلْ مَآ اٰمُرُهٗ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُوْنًا مِّنَ الصّٰغِرِيْنَ

Dia (istri Al-Aziz) berkata, “Itulah orangnya yang menyebabkan kamu mencela aku karena (aku tertarik) kepadanya, dan sungguh, aku telah menggoda untuk menundukkan dirinya tetapi dia menolak. Jika dia tidak melakukan apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan, dan dia akan menjadi orang yang hina.”

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ اَحَبُّ اِلَيَّ مِمَّا يَدْعُوْنَنِيْٓ اِلَيْهِ ۚوَاِلَّا تَصْرِفْ عَنِّيْ كَيْدَهُنَّ اَصْبُ اِلَيْهِنَّ وَاَكُنْ مِّنَ الْجٰهِلِيْنَ

Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.”

فَاسْتَجَابَ لَهٗ رَبُّهٗ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Maka Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Sumber Kedamaian

Setelah itu, iman adalah kekuatan yang menanam kedamaian dalam jiwa, dan di dalam hati ada rasa aman dan tenteram, dan itulah sumber kebahagiaan sejati yang muncul dari dalam, dan tidak didapat dari luar. Allah Ta’ala berfirman: “Dialah yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang yang beriman, agar mereka bertambah imannya bersama iman mereka.” (Al-Fath: 4)

Al-Qur’an memberi tahu kita tentang Ibraham; Orang-orangnya membutuhkan dan berdebat dengannya, dan mereka takut dewa-dewa mereka akan menyakitinya! Dia berkata: “Serahkan aku kepada Tuhan dan aku telah memberi petunjuk kepadaku dan aku tidak akan takut pada apa yang ada dan kamu.” Aku tidak menginginkan Tuhanku dan mereka akan mendapat petunjuk” (Al-An’am: 80-82).

Artinya, mereka tidak menutupi iman mereka dengan ketidakadilan; tidak mencampurkan tauhid dengan kemusyrikan, karena mereka hanya menyembah Allah, tunduk hanya kepada Allah, dan tidak berharap atau takut kepada apa pun selain Allah.

Dan tauhid murni inilah yang memberi mereka keamanan psikologis yang disangkal oleh orang lain, yang takut akan segala sesuatu, bahkan ilusi, seperti halnya kasus orang-orang musyrik yang tentangnya Allah berfirman: “Kami akan melemparkan ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir dengan apa yang mereka mempersekutukan Allah.” (QS Imran: 151)

Dari sini, kita menemukan orang beriman seperti segumpal pasir. Dunia di sekitarnya bergolak, badai meletus, guntur mengaum, kilat menyambar, pohon-pohon tumbang, sungai meluap, dan gelombang laut naik, dan itu dia; Dia teguh dan tidak bergeming, teguh dan tidak goyah, dia telah meletakkan kakinya di pintu Allah, dan meletakkan tangannya di tangan Allah, dan talinya terhubung ke tali Allah Yang Maha Esa; Dengan itu dia berlindung, dan darinya dia memperoleh, dan kepadanya dia berpaling, dan kepadanya dia bersandar:

“Dan barang siapa yang bersandar kepada Allah, maka Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Anfal: 49)

Motonya adalah apa yang Allah katakan kepada Rasul-Nya: “Katakanlah: Tidak akan terjadi apa-apa atas kami kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagi kami. Dia adalah pelindung kami, dan kepada Allah, biarlah orang-orang beriman percaya pada pertobatan.” (QS At-Taubah: 51)

Kesulitan tidak menambahnya kecuali dalam iman dan kepuasan, seperti emas murni, yang hanya meningkat dengan api kemurnian dan kilau. Beginilah cara Allah SWT menggambarkan orang-orang beriman di antara para sahabat Rasul-Nya SAW, di saat-saat paling gelap dan kelam, dan krisis yang paling kritis dan mengkhawatirkan, seperti dalam Pertempuran Al-Ahzab, ketika tentara perampok mengepung Madinah, ombak mengepung kapal, dan orang-orang mengingat Allah. Di sinilah muncul peran iman.

Saya tidak bisa menyebutkan di sini – bahkan secara singkat – buah dari iman Al-Qur’an, dalam jiwa dan kehidupan. Saya menulis seluruh buku tentang itu, “Iman dan Kehidupan”, di mana saya menjelaskan dampak iman dalam kehidupan individu dan kehidupan masyarakat, dan bahwa merupakan kebutuhan bagi individu untuk bahagia dan dipuji. , dan kebutuhan bagi masyarakat untuk bersatu dan maju.

Yang penting adalah iman ini adalah iman yang benar, dan itu adalah apa yang datang dengan Kitab Allah, dan Sunnah Rasul Allah SAW, merincinya, dan dialah yang dikenal dan dihidupi oleh para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Dan mereka merasa senang dengannya, di mana mereka berkata: Jika raja tahu nilainya, mereka akan mencambuk kita dengan pedang di atasnya!”

Adapun momok umat Islam di zaman yang semakin menurun, dan juga umat Islam saat ini, ketiadaan keyakinan positif inilah yang tidak dapat menggantikannya dalam hal sains, sastra, filsafat, atau hukum.

Ya… Tidak adanya makna iman ketuhanan yang mengikat hati pada dinginnya kepastian, menghidupkan jiwa dengan embusan angin cinta dan kerinduan kepada Tuhan, serta memberikan keteguhan hati dengan motif pengharapan akan rahmat Allah Yang Maha Esa dan takut akan azab-Nya, adalah kesenjangan paling menonjol dalam kehidupan seorang Muslim yang perlu diisi, sehingga dia menggunakan luasnya mistisisme. Dia mencoba menemukan di dalam dirinya apa yang dia cari, yang tidak dia temukan dengan orang-orang yang menenggelamkan orang di cabang-cabang fiqih dan perbedaan-perbedaannya, maupun dengan perdebatan tentang keyakinan dari para ahli teologi yang menyibukkan orang-orang dari Allah Yang Maha Esa dengan perdebatan sengit yang terus-menerus tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Dan jika seorang Muslim menemukan seorang sufi yang berpegang pada Kitab dan As-Sunnah, jauh dari kemusyrikan dalam keyakinan, bid’ah dalam ibadah, dan cacat dalam perilaku; Ini adalah dari keberuntungannya, dan dari rahmat Allah atasnya. Namun bahayanya terwakili pada orang-orang yang sesat dari orang-orang yang berpura-pura tasawuf, mereka yang menganggapnya sebagai tentara bayaran dan perdagangan, atau mereka yang tidak memahami realitas tasawuf; Karena mereka tidak memahami kebenaran Islam. Ini adalah mayoritas dari mereka yang hadir di panggung atas nama tasawuf, dan mereka bukan dari tasawuf dalam banyak atau sedikit. (Aza)

Sumber: al-qaradawi.net

Tags: imanpenampilanSalafiSubstansitauhidYusuf Qardawi
ShareTweetSend
Berita Sebelumnya

Fadli Zon: Tulisan Halalnya Saja Tidak Jelas

Berita Selanjutnya

Tanggapan Buya Anwar Abbas Soal Logo Halal Baru Kemenag, Jelas dan Tegas

Rekomendasi Berita

PKS Akan Putihkan Istora Senayan: Hari Ini Kita Kolaborasi, Besok Kita Berjodoh
Headline

PKS Akan Putihkan Istora Senayan: Hari Ini Kita Kolaborasi, Besok Kita Berjodoh

27/05/2022
Salim Segaf: Syariat Islam di Aceh Harus Jadi Teladan bagi Daerah Lain
Headline

Salim Segaf: Syariat Islam di Aceh Harus Jadi Teladan bagi Daerah Lain

27/05/2022
Ribuan Warga dan Tokoh Lintas Agama Tak Putus Datang Melayat Buya Syafii Maarif
Headline

Ribuan Warga dan Tokoh Lintas Agama Tak Putus Datang Melayat Buya Syafii Maarif

27/05/2022
Presiden Jokowi: Buya Syafii Maarif Guru Bangsa yang Sederhana
Headline

Presiden Jokowi: Buya Syafii Maarif Guru Bangsa yang Sederhana

27/05/2022
Romo Santo: Saat Gereja Kami Diserang, Buya Syafii Pertama Kali Datang Naik Sepeda Pancal
Headline

Romo Santo: Saat Gereja Kami Diserang, Buya Syafii Pertama Kali Datang Naik Sepeda Pancal

27/05/2022
Din Syamsuddin: Kita Kehilangan Tokoh Pemikir Indonesia dan Dunia Islam
Nasional

Din Syamsuddin: Kita Kehilangan Tokoh Pemikir Indonesia dan Dunia Islam

27/05/2022

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Populer

Romo Santo: Saat Gereja Kami Diserang, Buya Syafii Pertama Kali Datang Naik Sepeda Pancal

Romo Santo: Saat Gereja Kami Diserang, Buya Syafii Pertama Kali Datang Naik Sepeda Pancal

27/05/2022 15:38 WIB
Kecintaan Buya Syafii Ma’arif ke NKRI: Negara Ini Harus Tetap Ada, Minimal Satu Hari Sebelum Kiamat

Kecintaan Buya Syafii Ma’arif ke NKRI: Negara Ini Harus Tetap Ada, Minimal Satu Hari Sebelum Kiamat

27/05/2022 14:23 WIB
Presiden Jokowi Dijadwalkan Lepas Pemakaman Buya Syafii Maarif di Yogyakarta

Presiden Jokowi Dijadwalkan Lepas Pemakaman Buya Syafii Maarif di Yogyakarta

27/05/2022 14:00 WIB
Ribuan Warga dan Tokoh Lintas Agama Tak Putus Datang Melayat Buya Syafii Maarif

Ribuan Warga dan Tokoh Lintas Agama Tak Putus Datang Melayat Buya Syafii Maarif

27/05/2022 16:46 WIB

Risalah

Foto-Foto Hajar Aswad dan Baitullah dari Dekat
Headline

Tak Perlu Memaksakan Diri untuk Mencium Hajar Aswad

23/05/2022
Foto-Foto Hajar Aswad dan Baitullah dari Dekat
Headline

Mencium Hajar Aswad karena Cinta

22/05/2022
Arab Saudi Bolehkan Ibadah Haji, Indonesia Siap Kirim Jamaah
Headline

Agar Haji Kita Mabrur (1)

21/05/2022
Saya Muslim, Bolehkah Bergaya Hidup Modern?
Headline

Istiqamah (2): Meniti Syariat di Atas Jalan Lurus  

20/05/2022

Berita Terkini

Yusril Kenal Syafii Maarif 1985: Saya Mungkin Orang Pertama yang Panggil Buya

Buya Syafii Maarif: Guru Kampung yang Tembus Universitas Ohio dan Chicago

28/05/2022 11:19
PKS Akan Putihkan Istora Senayan: Hari Ini Kita Kolaborasi, Besok Kita Berjodoh

PKS Akan Putihkan Istora Senayan: Hari Ini Kita Kolaborasi, Besok Kita Berjodoh

27/05/2022 17:52
Salim Segaf: Syariat Islam di Aceh Harus Jadi Teladan bagi Daerah Lain

Salim Segaf: Syariat Islam di Aceh Harus Jadi Teladan bagi Daerah Lain

27/05/2022 17:32
Ribuan Warga dan Tokoh Lintas Agama Tak Putus Datang Melayat Buya Syafii Maarif

Ribuan Warga dan Tokoh Lintas Agama Tak Putus Datang Melayat Buya Syafii Maarif

27/05/2022 16:46
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Media Monitoring
  • Iklan
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
Indonesiainside.id

© 2022 MediatrustPR. All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Nasional
    • Politik
    • Hukum
    • Humaniora
    • Internasional
    • Nusantara
  • Ekonomi
  • Metropolitan
  • Lifestyle
  • Olahraga
  • Tekno
  • Risalah
  • Khazanah
  • Narasi
  • Serba-serbi
    • Foto
    • Pojok
    • Infografis
    • Videografis
  • Media Monitoring
  • Berita Populer
  • Indeks Berita
  • Download Apps

© 2022 MediatrustPR. All right reserved