Indonesiainside.id, Jakarta – Setiap beberapa detik seorang anak yang sakit dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit utama di Lashkar Gah dalam perlombaan melawan waktu untuk menyelamatkan korban termuda dari krisis kelaparan Afghanistan.
Di tengah suara menyayat hati dari puluhan bayi lapar yang menangis, dan permohonan putus asa untuk mendapatkan bantuan dari ibu mereka, para perawat berebut untuk memprioritaskan anak-anak yang membutuhkan perawatan mendesak. Ada banyak bayi seperti itu.
Lashkar Gah adalah sebuah kota di ibukota Helmand, salah satu provinsi paling dilanda perang di Afghanistan dan terletak sekitar 400 mil (644 km) barat daya Kabul.
Salah satunya adalah balita bernama Jalil Ahmed, dia dibawa hampir tidak bernapas. Tangan dan kakinya dingin. Dia bergegas dibawa ke ruang resusitasi. Ibunya, Markah, mengatakan anaknya berusia dua setengah tahun, tetapi terlihat jauh lebih kecil karena sangat kekurangan gizi dan menderita tuberkulosis.
Dokter bekerja cepat untuk menyelamatkan hidup anak malang itu, lansir BBC News Afghanistan, Rabu (16/3).
Markah menyaksikan kejadian itu sambil menangisi nasib anaknya.
“Saya tidak berdaya saat dia menderita. Saya telah menghabiskan sepanjang malam takut bahwa setiap saat dia akan berhenti bernapas, “katanya.
Tidak ada waktu bagi staf untuk berhenti menolong balita lain serupa dengan Jalil Ahmed. Mereka harus segera menempatkan bayi lainnya, Aqalah yang baru berusia lima bulan untuk giliran mendapatkan oksigen. Ini ketiga kalinya dia di rumah sakit.
Dokter mengatakan bahwa beberapa jam sebelumnya, mereka pikir Aqalah tidak akan selamat, tetapi ternyata bayi itu masih mampu bertahan.
Dikatakan dokter itu, bahwa satu dari setiap lima anak yang dirawat di perawatan kritis sedang sekarat. Situasi di rumah sakit juga makin buruk dalam beberapa pekan terakhir oleh penyebaran penyakit campak yang sangat menular yang merusak sistem kekebalan tubuh. Ini menjadi pukulan mematikan bagi bayi yang sudah menderita kekurangan gizi.
Rumah sakit, yang dikelola oleh badan amal Medecins Sans Frontieres, adalah salah satu dari segelintir fasilitas yang berfungsi penuh di provinsi yang merupakan rumah bagi sekitar 1,5 juta orang.
Fasilitas kesehatan ini benar-benar kewalahan karena hanya memiliki 300 tempat tidur, tetapi jumlah pasien yang berebut minta pertolongan medis sebanyak 800 sehari. Kebanyakan dari mereka anak-anak.
Tidak ada pertolongan dari negeri lain, seperti halnya di Ukraina. Devisa Afghanistan yang tersimpan di bank Amerika malah disunat secara semena-mena oleh Presiden Joe Biden dengan alasan sebagai bantuan bagi mereka yang menjadi korban terorisme.
Hal ini memberi Afghanistan pukulan ganda dan memicu krisis ekonomi yang telah membawa populasi yang sudah miskin ke ambang kelaparan. Sistem perawatan kesehatan publik yang hampir seluruhnya didanai pemerintah juga kolaps.
Malnutrisi anak telah lama menjadi masalah di Afghanistan, tetapi data yang dikumpulkan oleh UNICEF menunjukkan lonjakan besar dalam jumlah anak-anak dengan kekurangan gizi akut parah yang dirawat di rumah sakit, dari 2.407 pada Agustus 2021, menjadi 4.214 pada Desember 2021.
Rumah sakit distrik Musa Qala dan Gereshk juga dibanjiri dengan anak-anak yang kekurangan gizi, tetapi operasional mereka terganggu karena kekurangan tenaga medis dan operasional. Tidak ada dokter wanita. Bangunan rumah sakit rusak, listrik juga sering padam dan suhu di malam hari bisa mencapai 4 celcius.
Dr Aziz Ahmed yang telah bekerja di rumah sakit Gereshk selama lebih dari satu dekade mengatakan mereka memiliki sedikit obat-obatan dan hampir tidak ada staf, namun memiliki ratusan pasien yang datang setiap hari. Mereka harus menangani anak-anak yang sakit parah apa adanya karena tidak memiliki fasilitas untuk membantu mereka, dan Dr Ahmed mengatakan beberapa telah meninggal sebelum mereka sampai ke rumah sakit yang lebih baik.
Dia dan staf lainnya tidak menerima gaji dari Agustus hingga Oktober. Sejak November, mereka dan beberapa rumah sakit lain di kawasan itu telah menerima beberapa pembayaran melalui organisasi kemanusiaan seperti Unicef, WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan badan amal lokal Baran (Jaringan Rehabilitasi dan Bantuan Bu Ali).
“Kami hanya bisa berusaha menyediakan jembatan bertahan hidup bagi anak-anak ini sementara dunia mencampuradukkannya dengan politik,” kata Salam Janabi dari UNICEF.
“Jangan mencampuradukkan anak-anak dalam politik. “Momen di sini di Afghanistan sangat penting bagi anak-anak, dan setiap keputusan yang dibuat dunia, yang dibuat para politisi, akan berdampak pada mereka.”(Nto)