Sungguh akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan, pembohong dibenarkan, orang jujur dianggap berbohong, pengkhianat dipercaya, seseorang terpercaya dianggap khianat, dan saat itu Ruwaibidhah (orang bodoh) akan berbicara.
Allah Azza wa Jalla meninggikan ilmu dan menjelaskan kedudukan para ulama dan pahala yang besar baginya di sisi Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadalah: 11)
Kemudian, Allah SWT mengutuk kebodohan dan memperingatkan bahwa itu adalah alasan bagi mereka berpaling dari seruan para nabi dan rasul. Karena kebodohan atau ketidaktahuannya, mereka berbohong tentang dakwah para nabi dan rasul. Allah Ta’ala berfirman:
وَيٰقَوْمِ لَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًاۗ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠ بِطَارِدِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْاۗ اِنَّهُمْ مُّلٰقُوْا رَبِّهِمْ وَلٰكِنِّيْٓ اَرٰىكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُوْنَ – ٢٩
“Dan wahai kaumku! Aku tidak meminta harta kepada kamu (sebagai imbalan) atas seruanku. Imbalanku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang yang telah beriman. Sungguh, mereka akan bertemu dengan Tuhannya, dan sebaliknya aku memandangmu sebagai kaum yang bodoh.”
Allah SWT menyebutkan bahwa ketidaktahuanlah yang mendorong kaum Luth untuk melakukan kejahatan sodomi yang keji. Allah SWT berfirman:
اَىِٕنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِ ۗبَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُوْنَ
“Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) syahwat(mu), bukan (mendatangi) perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu).”
Ketidaktahuan juga mendorong manusia untuk menyekutukan Allah dengan yang lain. Allah Azza wa Jalla berfirman tentang Nabi Musa AS dan umatnya, bahwa:
وَجَاوَزْنَا بِبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ الْبَحْرَ فَاَتَوْا عَلٰى قَوْمٍ يَّعْكُفُوْنَ عَلٰٓى اَصْنَامٍ لَّهُمْ ۚقَالُوْا يٰمُوْسَى اجْعَلْ لَّنَآ اِلٰهًا كَمَا لَهُمْ اٰلِهَةٌ ۗقَالَ اِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُوْنَ – ١٣٨
Dan Kami selamatkan Bani Israil menyeberangi laut itu (bagian utara dari Laut Merah). Ketika mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala, mereka (Bani Israil) berkata, “Wahai Musa! Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” (Musa) menjawab, “Sungguh, kamu orang-orang yang bodoh.”
Kemunculan dan menyebarnya kebodohan adalah salah satu tanda bahwa kiamat sudah dekat. Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah diangkatnya ilmu dan merebaknya kebodohan dan diminumnya khamer serta praktik perzinahan secara terang-terangan.” (HR. Bukhari nomor 78)
Rasulullah SAW juga bersabda:
إن بين يدي الساعة لأياما ينزل فيها الجهل ويرفع فيها العلم ويكثر فيها الهرج والهرج: القتل
“Ada hari-hari sebelum Kiamat ketika kebodohan turun, pengetahuan diangkat, dan kekacauan berlimpah: (yaitu) pembunuhan.”
Beliau SAW mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan dan peningkatannya, munculnya kebodohan dan kelimpahannya, sering terjadi dan pelanggaran. Salah satunya yang terbesar adalah pembunuhan, yaitu huru-hara. Pembunuhan yang terjadi ini adalah antara sesama muslim, dan itu adalah bukti perpisahan mereka. Dalam Hadits Ibnu Majah Nomor 3949:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ حَدَّثَنَا أَسِيدُ بْنُ الْمُتَشَمِّسِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ لَهَرْجًا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْهَرْجُ قَالَ الْقَتْلُ فَقَالَ بَعْضُ الْمُسْلِمِينَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَقْتُلُ الْآنَ فِي الْعَامِ الْوَاحِدِ مِنْ الْمُشْرِكِينَ كَذَا وَكَذَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ بِقَتْلِ الْمُشْرِكِينَ وَلَكِنْ يَقْتُلُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا حَتَّى يَقْتُلَ الرَّجُلُ جَارَهُ وَابْنَ عَمِّهِ وَذَا قَرَابَتِهِ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَعَنَا عُقُولُنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْزَعُ عُقُولُ أَكْثَرِ ذَلِكَ الزَّمَانِ وَيَخْلُفُ لَهُ هَبَاءٌ مِنْ النَّاسِ لَا عُقُولَ لَهُمْ ثُمَّ قَالَ الْأَشْعَرِيُّ وَايْمُ اللَّهِ إِنِّي لَأَظُنُّهَا مُدْرِكَتِي وَإِيَّاكُمْ وَايْمُ اللَّهِ مَا لِي وَلَكُمْ مِنْهَا مَخْرَجٌ إِنْ أَدْرَكَتْنَا فِيمَا عَهِدَ إِلَيْنَا نَبِيُّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا أَنْ نَخْرُجَ كَمَا دَخَلْنَا فِيهَا
“Telah menceritakan kepada kami (Muhammad bin Basysyar) telah menceritakan kepada kami (Muhammad bin Ja’far) telah menceritakan kepada kami (‘Auf) dari (Al Hasan) telah menceritakan kepada kami (Asid bin Al Mutasyammas) dia berkata; telah menceritakan kepada kami (Abu Musa) telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda “Sesungguhnya di antara (tanda-tanda) hari Kiamat adalah terjadinya kekacauan.” Abu Musa berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang di maksudkan kekacauan?” beliau menjawab: “Pembunuhan.” Sebagian kaum Muslimin lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, dalam satu tahun ini kami telah membunuh kaum Musyrikin begini dan begini.” Maka Rasulullah SAW bersabda: “Bukannya membunuh kaum Musyrikin, akan tetapi kalianlah yang akan saling bunuh sesama kalian, sehingga seseorang membunuh tetangganya, anak pamannya, dan kerabat dekatnya sendiri.” Sebagian yang lain lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, mekipun saat itu para ulama masih bersama kami? Rasulullah SAW menjawab: “Tidak, para ulama akan dimatikan lalu diganti dengan orang-orang hina dan bodoh.” Kemudian Abu Musa Al Asy’ari berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku memastikan bahwa perkara itu akan menimpa kita dan kalian. Demi Allah, tidak ada jalan keluar bagiku dan kalian, jika apa yang telah dijanjikan Rasulullah SAW itu menimpa kita, kecuali jika kita keluar sebagaimana kita masuk ke dalamnya.” (Ibnu Majah)
Dan ketidaktahuan yang diceritakan oleh Rasulullah SAW akan terjadi di negara Arab dan salah satu penyebab perpecahannya adalah ketidaktahuan akan dua hal.
- Ketidaktahuan akan ilmu-ilmu Syariah.
- Ketidaktahuan bahasa Arab.
Kebodohan Ilmu Syari’ah
Ketika para sahabat mengetahui bahaya kebodohan pada tingkat individu dan kelompok, mereka tertarik untuk mengajari orang tentang agama mereka, mengajari anak-anak mereka prinsip-prinsip keyakinan, dan menasehati mereka untuk mematuhi Sunnah.
Abdullah bin Mas’ud RA pernah menasihati manusia untuk menuntut ilmu, maka beliau berkata: Kamu harus belajar sebelum ditangkap dan diambil dari keluarganya, atau para sahabat berkata, karena kebodohan adalah bahaya yang besar yang membawa manusia kepada bid’ah dan bid’ah dalam agama dan berjalan tanpa petunjuk. Abdullah bin Mas’ud hadir, dan itu karena orang-orang dari Kufah pergi ke kuburan untuk beribadah dan mengambil masjid dan membangun sebuah bangunan, maka Abdullah bin Mas’ud datang kepada mereka.
Mereka berkata: Selamat datang, wahai Abu Abd al-Rahman, kami senang Anda mengunjungi kami. Dia berkata: Saya tidak datang kepada Anda sebagai pengunjung, dan saya bukan orang yang akan pergi sampai masjid pengecut itu selesai dihancurkan, apakah kamu lebih mendapat petunjuk dari para sahabat Rasulullah SAW? Apakah Anda berpikir bahwa jika orang-orang melakukan seperti yang Anda lakukan, siapa yang berjuang melawan musuh dan siapa yang menyuruh kebaikan dan melarang kejahatan?
Dan barang siapa yang membuat hukum, kembalilah, dan pelajarilah siapa yang lebih berilmu darimu, dan siapa yang lebih berilmu dari mereka.
Maka lihatlah bagaimana Ibn Mas’ud RA mengaitkan apa yang mereka lakukan dengan kebodohan ketika dia memerintahkan mereka untuk belajar, maka dia berkata: “Kembalilah dan belajarlah dari orang yang lebih berilmu darimu.”
Dan inilah yang dipahami oleh penerjemah Al-Qur’an, Abdullah bin Abbas RA, dan bahwa yang paling memecah belah umat dan menyebabkan perbedaan di antara mereka adalah ketidaktahuan tentang agamanya. Maka dia mengirim kepada Ibn Abbas RA kepada mereka berdua, dan dia berkata: Bagaimana ini berbeda ketika nabinya satu, dan dia diterima oleh satu? Saeed menambahkan, dan bukunya adalah satu.
Ibn Abbas berkata: Wahai Amirul Mukminin! Al-Qur’an hanya diturunkan kepada kami, maka kami membacanya, dan kami tahu tentang apa yang diturunkan, dan bahwa setelah kami akan ada orang yang akan membaca Al-Qur’an dan tidak tahu apa yang diturunkan. Mereka berselisih, dan jika mereka tidak setuju, mereka berperang. Dia berkata: Maka Umar menegurnya dan menegurnya kepadaku, lalu Ibn Abbas pergi dan Umar melihat apa yang dia katakan dan mengenalinya, lalu dia mengirim kepadanya dan berkata: Dia mengulanginya, apa yang saya katakan, jadi Umar tahu apa yang dia katakan dan menyukainya.
Dan apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu adalah benar, karena jika seseorang mengetahui suatu ayat atau surah apa yang diturunkan, dia mengetahui asal-usulnya, penafsirannya, dan apa maksudnya, maka dia tidak melampaui itu di dalamnya. Maka setiap manusia menganut aliran yang tidak diikuti oleh yang lain, dan mereka tidak memiliki keteguhan ilmu yang membimbing mereka ke jalan yang benar, atau tidak perlu mengambil pendapat atau tafsir dengan kelonggaran yang tidak ada gunanya melawan kebenaran, karena tidak ada dalilnya dari syariat, mereka lebih suka dan tersesat.
Oleh karena itu, mujtahid yang memimpin pendidikan dan fatwa harus memiliki pengetahuan tentang ilmu-ilmu Syariah, yang meliputi pengetahuan Kitab Allah SWT dan pengetahuan tentang hukum-hukumnya, makna, pembebanan, literatur, petunjuk, kebolehan, pembatalan dan pembatalan, umum dan yang spesifik. Dia juga memiliki pengetahuan tentang Sunnah Nabi, pengetahuan dan riwayat, serta pengetahuan tentang analogi.
Imam al-Syafi’i Rahimahullah mengatakan: Tidak ada yang bisa mengatakan tentang sesuatu yang dibolehkan atau haram kecuali dari sudut ilmu, sudut ilmu, berita dalam kitab, sunnah, mufakat atau perumpamaan (على أن ليس لأحد أبدا أن يقول في شيء حل ولا حرم إلا من جهة العلم وجهة العلم الخبر في الكتاب أو السنة أو الإجماع أو القياس).
Adalah kewajiban dunia untuk tidak berbicara kecuali menurut apa yang mereka ketahui. Dia telah berbicara tentang pengetahuan yang jika dia menahan diri dari sebagian dari apa yang dia bicarakan itu akan lebih tepat dan lebih dekat dengan keselamatan baginya, insya Allah.
Dan dari ilmu ilmu-ilmu Syariat adalah ilmu tentang tujuan-tujuannya dan aturan-aturan universalnya, dan Rasulullah SAW waspada akan hal itu dan diberitahukan bahwa umat ini akan ditimpa oleh orang-orang yang menuntut ilmu dan tidak mendapat bagiannya kecuali menghafal teks-teks tanpa memahami maknanya dan memahaminya. Atau pengetahuan tentang tujuan dan prinsip Syariah, dan ketika dikeluarkan -dari masalah ini- terjadi hasutan dan perpecahan. Ini gambaran seperti kata Nabi SAW yang tentang orang Khawarij.
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا اْلأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَـا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.
“Sesungguhnya akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan, seorang pembohong dibenarkan dan seorang yang jujur dianggap berbohong, seorang pengkhianat dipercaya dan seseorang terpercaya dianggap khianat, dan saat itu Ruwaibidhah akan berbicara.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah Ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab, “Ia adalah orang bodoh yang berbicara tentang urusan orang banyak (umat).” (HR. Imam Ahmad)
إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ
“Sesungguhnya di belakang orang ini (Dzul Khuwaishirah) akan muncul suatu kaum yang rajin membaca al-Qur’an namun tidak melampaui pangkal tenggorokan mereka. Mereka membunuhi umat Islam dan justru meninggalkan para pemuja berhala. Mereka keluar dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari sasaran bidiknya. Apabila aku menemui mereka, niscaya aku akan membunuh mereka dengan cara sebagaimana terbunuhnya kaum ‘Aad.” (HR. Bukhari dan Muslim) (Aza)
Sumber: Dorar.net