Kejujuran adalah salah satu akhlak terbesar yang menjadi ciri seseorang. Kejujuran dalam kehidupan Rasulullah SAW adalah contoh keteladanan bagi ummat manusia di alam raya ini.
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk senantiasa bersama orang-orang yang benar, yaitu orang yang jujur, sebagaimana akhlak Rasulullah SAW yang disematkan pada dirinya dengan sebutan Al-Amin. Orang yang dipercaya.
Namun, betapa banyak diantara orang yang merugi karena mengabaikan seruan Allah sebagaimana disebutkan dalam Surat At-Taubah ayat 199. Sungguh kehinaan dan kerugian besar bagi mereka yang terjerumus dalam perangkap kebohongan orang-orang kafir. Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَكُونُوا۟ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS At-Taubah: 199)
Menurut As-Sa’di, “Hai orang-orang yang beriman”, kepada Allah dan kepada apa yang diperintahkan oleh Allah agar diimani, jalankan apa yang menjadi konsekuensi iman, yaitu bertakwa kepada Allah, dengan menjauhi dan meninggalkan apa yang Dia larang.
“Dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”, dalam ucapan, perbuatan, dan keadaan mereka, orang-orang yang perkataannya adalah benar, perbuatannya dan keadaannya tidak lain kecuali benar, bebas dari kemalasan dan kelesuan, selamat dari maksud-maksud buruk, mengandung keikhlasan dan niat yang baik, karena kejujuran mengantar kepada kebaikan, dan kebaikan mengantar kepada Surga. Allah berfirman, “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar”.(Al-Maidah:119)
Seruan ayat ini menunjukkan bahwa komunitas Muslim harus dicirikan oleh sifat yang luar biasa ini, yaitu sifat kejujuran. Karena itu adalah kunci dari semua kebaikan. Kunci inilah yang dipegang oleh Rasulullah SAW. Sebelum misi kerasulannya, ia sudah dijuluki oleh orang Quraisy sebagai Al-Sadiq Al-Amin.
Mereka dulu mempercayakan Rasul Allah untuk menengahi dan memenuhi kebutuhan mereka, dan mempercayakan dia dengan hal-hal penting dan rahasia. Rasulullah SAW menjaga akhlaknya, dan hal ini terbukti dengan mengembalikan amanah kepada kaum yang menganggap dirinya sebagai musuh dari musuh-musuhnya.
Dakwah secara sirriyah telah dijalankan Nabi SAW. Dalam masa dakwah sirriyah ini, ajakan Rasulullah SAW mendapat sambutan dari orang-orang terdekat, yang kemudian mereka pun ikut mendakwahkan al haq. Setelah masa tiga tahun, dakwah sirriyah berakhir seiring dengan turunnya perintah Allah Azza wa Jalla agar Nabi SAW berdakwah secara terang-terangan (terbuka).
Sebagaimana perintah Allah : وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ (Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat). [asy Syu’ara/26:214]
Setelah menerima ayat ini, Rasulullah SAW mengumpulkan keluarganya dan mulai mendakwahkan Islam secara terbuka. Diceritakan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu , ia mengatakan:
لَمَّا نَزَلَتْ وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ صَعِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الصَّفَا فَجَعَلَ يُنَادِي يَا بَنِي فِهْرٍ يَا بَنِي عَدِيٍّ لِبُطُونِ قُرَيْشٍ حَتَّى اجْتَمَعُوا فَجَعَلَ الرَّجُلُ إِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَخْرُجَ أَرْسَلَ رَسُولًا لِيَنْظُرَ مَا هُوَ فَجَاءَ أَبُو لَهَبٍ وَقُرَيْشٌ فَقَالَ أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِالْوَادِي تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ قَالُوا نَعَمْ مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ إِلَّا صِدْقًا قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ تَبًّا لَكَ سَائِرَ الْيَوْمِ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا فَنَزَلَتْ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Ketika turun firman Allah وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ , Nabi SAW kemudian naik ke bukit Shafa dan memanggil dengan suara keras: “Wahai Bani Fihr, wahai Bani ‘Adiy, suku-suku Quraisy!” Sehingga mereka semua berkumpul. Jika di antara mereka ada yang tidak bisa hadir, maka mereka mengirim utusan untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi. Abu Lahab dan kaum Quraisy pun berdatangan. Kemudian Rasulullah SAW berseru: “Bagaimana pendapat kalian jika aku beritahukan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda yang hendak menyerang kalian, apakah kalian mempercayaiku?” Mereka menjawab,”Ya, kami tidak pernah membuktikan sesuatu padamu, kecuali engkau pasti benar,” lalu Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya, aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kalian sebelum (datang) adzab yang keras.” (Mendengar seruan itu), maka Abu Lahab menimpali: “Celaka engkau sepanjang hari! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?” Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan firmanNya:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaidah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (Muttafaq ‘alaih)
Orang yang paling memusuhi Nabi, An-Nadhr bin Al-Harits, juga membuktikan kebenaran Rasulullah SAW. Nadhr bin Harits adalah salah seorang kafir Quraisy yang sangat getol menghalangi dakwah Islam. Nadhr berkhotbah kepada para pemimpin Quraisy: “Wahai orang Quraisy, demi Allah, suatu masalah telah turun kepadamu bahwa kamu tidak menemukan tipuan lagi, Muhammad termasuk di antara kamu seorang anak laki-laki.”
Yang paling jujur di antara kamu dalam berbicara, dan paling besar di antara kamu dalam kepercayaan, sampai ketika kamu melihat uban di pelipisnya dan dia datang kepada Anda dengan apa yang dia bawa kepada Anda, Anda berkata: Seorang penyihir. Tidak, demi Tuhan, dia bukan seorang penyihir. Dan Anda berkata: Seorang penyair. Tidak, demi Tuhan, dia bukan seorang penyair. Kami telah melihat puisi, dan mendengar semua jenisnya: lelucon dan celaan, dan Anda berkata: Dia gila .
Dan lebih besar dari semua ini adalah kesaksian Allah, Tuhan semesta alam untuk kebenarannya. Allah SWT berfirman:
وَٱلَّذِى جَآءَ بِٱلصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِۦٓ ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS Az-Zumar: 33)
Menurut As-Sa’di, Nabi membawa kebenaran dan membenarkannya. Bisa saja seseorang datang dengan kebenaran namun ia sendiri tidak membenarkannya disebabkan kesombongan atau karena ia meremehkan orang yang mengatakannya dan yang datang dengannya.
Maka dalam memuji harus (dari dua sisi) benar dan membenarkan. Kebenaran atau kejujuran membuktikan ilmu dan keadilannya, sedangkan pembenarannya membuktikan sikap tawadhu’ (rendah diri) dan tidak mempunyai sikap sombong. Mereka itulah orang-orang yang dianugerahi dua perkara di atas adalah “orang-orang yang bertakwa,” karena sesungguhnya karakter-karakter takwa kembali kepada sifat jujur yaitu sifat kebenaran dan membenarkannya.
Ibn Ashour mengatakan: “Dia yang membawa kebenaran adalah Muhammad, Rasul Allah, dan kebenaran adalah Al-Qur’an”. Rasulullah SAW bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ؛ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian jujur. Kejujuran menuntun kepada kebenaran, dan kebenaran menuntun ke surga, selama seseorang masih jujur dan memberikan kejujuran maka ia tercatat di sisi Allah sebagai seorang jujur. Dan jauhilah sifat bohong. Kebohongan mengarah ke keburukan, dan keburukan mengarah ke neraka, dan seorang pria terus berbohong di sisi Allah tercatat sebagai pendusta.”
Dari Ubadah bin Shamit RA, bahwa Nabi SAW bersabda :
اضْمَنُوا لِي سِتًّا مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَضْمَنْ لَكُمْ الْجَنَّةَ اصْدُقُوا إِذَا حَدَّثْتُمْ وَأَوْفُوا إِذَا وَعَدْتُمْ وَأَدُّوا إِذَا اؤْتُمِنْتُمْ وَاحْفَظُوا فُرُوجَكُمْ وَغُضُّوا أَبْصَارَكُمْ وَكُفُّوا أَيْدِيَكُمْ
“Jaminlah enam hal untukku dari diri kalian, saya akan menjamin syurga untuk kalian; jujurlah jika berbicara, tepatilah jika kalian berjanji, tunaikanlah amanat jika kalian serahi amanat, jagalah kemaluan kalian, tundukkan pandangan kalian dan tahanlah tangan kalian.” ( HR. Ahmad : 21695 )
Di antara kebesaran Rasulullah SAW dalam pendidikan adalah apa yang dia tinggalkan di hati cucu-cucunya dan ummat Islam dari cinta kejujuran, dan bukti terbesar untuk ini adalah apa yang diriwayatkan Abu al-Hawara As-Saadi, di mana dia berkata: Aku berkata kepada al-Hasan bin Ali ra: Apa yang kamu hafal dari Rasulullah SAW? Dia berkata: Saya hafal dari Rasulullah;
“دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لا يَرِيبُكَ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ، وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ”
“Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.“ (Al-Tirmidzi: Kitab Deskripsi Kebangkitan (2518), dan dia berkata: Ini adalah hadits yang baik dan shahih. Dan Ahmad (1723), dan Shuaib Al-Arna’ut berkata: Rantai transmisinya shahih. Dan Abu Ya’la (6762), dan al-Hakim (7046), dan al-Albani berkata: Itu shahih. Lihat Sahih al-Jami (3378).
Bahkan dalam keadaan bercanda pun, Rasulullah SAW senantiasa berkata jujur dan hanya menceritakan sebuah kebenaran. (Aza)
Sumber: disadur dari islamstory.com