Al-Qur’an yang Mulia diturunkan dengan tiga tahapan, yakni diturunkan ke Lauhil Mahfuzh, lalu diturunkan sekaligus (نزل جملة واحدة) pada malam Lailatul Qadri dari Lauhil Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia. Kemudian Al-Qur’an disampaikan secara berangsur-angsur melalui perantaraan Malaikat Jibril AS kepada Rasulullah SAW.
Pada fase kedua tersebut, itulah yang dikenal dalam sejarah turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW kali pertama di Gua Hira. Ayat pertama yang turun sebagaimana yang umum diketahui yaitu lima ayat pertama dalam Surat Al-‘Alaq. Dikenal juga dengan istilah Iqra’, karena ayat pertama yang turun adalah Iqra’ bismirabbaikal-ladzi khalaq.
Ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan sekaligus, yaitu firman Allah SWT:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS Ad-Dukhan: 3)
Menurut Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, ayat 1-3 Surat Ad-Dukhan adalah sumpah dengan al-Qur’an atas al-Qur’an. Allah bersumpah dengan al-kitab yang nyata untuk segala sesuatu yang perlu dijelaskan, bahwa Dia menurunkannya “pada suatu malam yang diberkahi,” yaitu yang banyak kebaikan dan berkahnya, yaitu malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Allah menurunkan al-Qur’an yang menjadi kalam terbaik, di malam terbaik, di bulan terbaik, kepada manusia terbaik, dengan bahasa arab yang mulia. Al-Qur’an adalah peringatan bagi kaum yang dilanda kebodohan dan dikuasai kesengsaraan dan menjadi cahaya yang diambil sebagai jalan untuk kebaikan dunia dan akhirat. Allah berfirman, “sesungguhnya kamilah yang memberi peringatan.” Turunnya al-Qur’an, para ulama merinci menjadi tiga tahap, yakni:
Tahap Pertama, Al-Qur’an diturunkan ke Lauhil Mahfuzh serta terjaga dan tersimpan di Lauhil Mahfuzh, sebagaimana firman Allah SWT:
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيدٌ *فِي لَوْحٍ مَّحْفُوظٍ
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.” (QS Al-Buruj: 21-22)
Tahap kedua, dari Lauhil Mahfuzh kemudian diturunkan ke Baitul Izzah di langit dunia, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya, Kami menurunkannya pada Malam (Lailatul) Qadar.” (QS Al-Qadar: 1)
Setelah Al-Qur’an diturunkan ke Lauhil Mahfuzh, Allah menurunkannya ke Baitul Izzah di langit dunia yang paling bawah, dan itu terjadi di malam Lailatul Qadar seperti disebutkan di ayat atas. Turunnya Al-Qur’an secara utuh ke langit yang paling bawah adalah suatu keagungan terhadap urusan Al-Qur’an, dan suatu kehormatan bagi urusan orang-orang yang kepadanya diturunkannya Al-Qur’an. Karena itu adalah pernyataan kepada orang-orang dari tujuh langit bahwa Al-Qur’an adalah penutup dari kitab-kitab surgawi yang diturunkan kepada makhluk terbaik dan paling mulia di antara mereka, yaitu Nabi Muhammad SAW.
Tahap ketiga, masa penurunannya (periode tanzil) berlangsung secara berangsur-angsur dengan masa waktu yang panjang kepada Rasulullah SAW, yaitu selama 23 tahun. Ketika Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi SAW secara terpisah-pisah, maka Allah SWT membawa manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya Al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya:
نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ*عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ
“Yang dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan.” (QS asy-Syu’ara’: 193-194)
Hal ini dikonfirmasi dalam wahyu Al-Qur’an dalam tiga tahap, untuk meniadakan keraguan tentang hal itu. Turunnya pertama ke Lauhil Mahfuzh, lalu ke Baitul Izzah, lalu kepada Nabi SAW sebagai seruan untuk keyakinan dan keimanan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah SWT.
Periode penurunan Al-Qur’an tahap ketiga ini memiliki tiga hikmah, yakni: Pertama, untuk menghilangkan keraguan dan perselisihan di dalamnya, sekaligus untuk menguatkan hati Nabi Muhammad SAW untuk menyerukan Islam sebagai agama keselamatan. Allah SWT menyebutkan dalam firman-Nya:
وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ ٱلْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَٰحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَٰهُ تَرْتِيلًا
“Berkatalah orang-orang yang kafir: Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (QS Al-Furqan: 32)
Hikmah kedua, wahyu Al-Qur’an diturunkan terpisah dari Baitul Izzah kepada Nabi SAW untuk memenuhi kebutuhan ummat dan kaum mukminin pada setiap periode dakwah, serta perintah bertahap dalam beberapa hukum dan aturan. Dengan begitu, lebih mudah bagi orang untuk mematuhinya.
Hikmah ketiga, berhubungan dengan manusia, dan membawa mereka keluar dari kegelapan menuju alam yang terang benderang. Manusia tidak sama dalam pemahaman, karena situasi dan budaya mereka berbeda-beda; Dari kebijaksanaan Allah-lah Dia menurunkan Al-Qur’an secara terpisah agar manusia memahami pendekatan Al-Qur’an dalam berbagai persoalan yang mereka hadapi. Selain itu, mudah bagi mereka untuk menerima, memahami, menghafal, dan mengomunikasikannya.
Bagaimana Wahyu Al-Qur’an Diturunkan?
Ada banyak cara untuk menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi SAW dan metode ini telah disebutkan dalam buku-buku hadits, termasuk melalui Malaikat Jibril AS dalam wujud manusia yang mendatangi Rasulullah SAW. Metode ini yang paling sering dilakukan Malaikat Jibril dengan menyerupai sahabat bernama Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Dihyah Al-Kalbi adalah sahabat Nabi SAW yang telah lama masuk Islam. Beliau masuk Islam sebelum perang Badar. Dia adalah sahabat Rasulullah yang masyhur dan dikaruniai Allah berupa keutamaan yang tidak dimiliki sahabat lainnya. Di antara keutamaannya, Malaikat Jibril seringkali datang menemui Rasulullah SAW dalam wujud menyerupai dirinya. Imam An-Nasaa’i meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Yahya bin Ya’mur dari Ibnu Umar: “Malaikat Jibril mendatangi Nabi SAW dalam rupa Dihyah Al-Kalbi.”
Namun, terkadang juga Malaikat Jibril tidak menyerupai wajah siapa pun. Jibril datang kepada Nabi SAW di mana tak seorang pun di sekitar Nabi yang melihatnya. Biasanya mereka hanya mendengar suara yang menyerupai auman lebah atau dentang lonceng. Yang pasti, wahyu datang kepada Nabi SAW dalam bentuk yang jelas dan langsung. Tidak ada satu pun dari ayat Al-Qur’an yang turun kepada Nabi dalam bentuk inspirasi, tidur, atau suara menyerupai ucapan, melainkan datang kepadanya saat beliau sadar melalui Jibril AS. Dalam hadits Nabi SAW:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْيُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Aisyah Ibu Kaum Mu’minin, bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau? Maka Rasulullah SAW menjawab: Terkadang datang kepadaku seperti suara gemerincing lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya. Aisyah berkata: Sungguh aku pernah melihat turunnya wahyu kepada Beliau SAW pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau mengucurkan keringat.”
Syarat Diturunkannya Al-Qur’an
Banyak surah Al-Qur’an diturunkan secara terpisah, dan beberapa di antaranya diturunkan dalam satu kalimat. Dari yang diturunkan secara terpisah: ayat-ayat pertama Surat Al-Alaq, ayat-ayat pertama Surat Al-Duha. Surat-surat yang diturunkan satu kali penuh: Surat Al-An’am dan Surat Al- Mursalat. Sementara surat Muawwidzatain turun bersamaan.
Informasi Turunnya Al-Qur’an
Turunnya wahyu Al-Qur’an kepada Nabi SAW berlanjut selama 23 tahun, ketika mencapai usia 40 tahun. Ayat yang pertama turun kepada Nabi SAW adalah:
قْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ*خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ*اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ*الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ*عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, 4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. 5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS Al-Alaq: 1-5)
Hari Apa Wahyu Al-Qur’an Dimulai
Al-Qur’an turun pada hari Senin kepada Rasulullah SAW, sebagaimana hadits dari Qatada: Rasulullah SAW ditanya tentang puasa pada hari Senin. Dia berkata: “Itulah hari aku dilahirkan dan hari aku diutus atau diturunkan wahyu kepadaku.” (HR Muslim)
Durasi Turunnya kepada Nabi SAW
Al-Qur’an turun kepada Nabi SAW dalam waktu 23 tahun, 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah, yaitu dari misi kerasulan hingga wafatnya SAW.
Tempat Diturunkannya Al-Qur’an
Al-Qur’an yang Mulia diturunkan kepada Nabi SAW di Makkah, diturunkan di Madinah, dan diturunkan di tempat lain. (Aza)