Tidak diragukan lagi wahai Saudaraku, secara fitrah dan tabiat, seseorang pasti akan mencari kebahagian. Baik seorang mukmin, atau seorang yang kafir, semuanya ingin mendapatkan kebahagiaan. Tua atau muda, laki atau perempuan.
Berikut adalah tauziah yang disampaikan oleh Syekh Sulaiman Ar-Ruhaili dalam video ceramahnya yang diunggah Kanal Youtube Shahih Fiqih. Berikut ini ceramah lengkapnya yang menggugah jiwa.
Tak ada seorang pun di dunia ini yang bekerja kecuali ia mencari dan mengharapkan kebahagiaan. Cara untuk mendapatkan kebahagiaan pun ada bermacam-macam jalan. Syekh Sulaiman Ar-Ruhaili menyebutkan empat cara yang sangat umum ditempuh seseorang untuk kebahagiaan, namun kenyataannya tak sesuai apa yang diinginkan. Bahkan, kerap kali yang datang adalah sebaliknya.
Manusia pertama, ia mencari kebahagiaan dengan cara merantau, maka dia pergi dan meninggalkan kampung halamannya, dan mencari pekerjaan di tempat lain. Bahkan, ada orang yang mencari kebahagiaan dengan cara hidup berpindah-pindah, meski anak-anak dan istrinya pada dasarnya tidak pernah menemukan kebahagiaan yang dicarinya.
Sehingga usianya habis hanya untuk hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Namun, tak jua ia menemukan kebahagiaan. Ternyata, dia hanya lari dari realita kehidupan.
Kedua, dia antara manusia, ada yang mencari kebahagiaan dengan memperbanyak harta dan anak. Sehingga perhatiannya kepada anak dan hartanya justru membuatnya lalai dari ketaatan kepada Allah SWT dan lalai dari mempersiapkan bekal hidup di akhirat kelak. Bahkan hingga ajal datang mendekatinya, ia masih saja sibuk mencari harta. Kondisi ini persis seperti apa yang difirmankan Allah SWT:
اَلْهٰىكُمُ التَّكَاثُرُۙ – ١
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَۗ – ٢
sampai kamu masuk ke dalam kubur. (QS At-Takatsur: 1-2)
Ketiga, di antara manusia, ada yang menyangka bahwa kebahagiaan itu ada pada kepuasan nafsu, dan ia terus menerus mengikutinya tanpa pernah menolak ajakan syahwatnya, sehingga ia rela bermaksiat kepada Allah SWT, demi untuk meraih kebahagiaan. Namun dia tak menemukan kebahagiaan.
Justru dosanya terus bertambah, dan dosanya terus membakar hatinya. Dia tutup keresahan dari perbuatan dosa dengan berbuat dosa yang lainnya, sehingga api terus menyala dan bertambah besar, membakar jiwanya, membakar semua kebaikan yang pernah ia perbuat. Hasilnya, sampai mendekat kematian pun, ia belum menemukan kebahagiaan.
Keempat, ada manusia yang menyangka bahwa kebahagiaan itu ibarat mutiara yang hilang, bahkan dianggapnya bahwa kebahagiaan itu telah punah dari bumi ini. Kondisi ini adalah kondisi orang yang putus asa. Dia beranggapan bahwa tak akan ada lagi orang yang bisa menemukan kebahagiaan.
Tidakkah orang-orang yang kasihan itu mengetahui bahwa kebahagiaan itu ada wujudnya, dan ada cara untuk menemukan dan meraihnya. Barangsiapa yang mengetuk pintu kebahagiaan yang asli maka pintu tersebut akan terbuka untuknya. Maka barangsiapa yang bersungguh-sungguh untuk menjalani sebabnya, pasti ia akan mendapatkannya.
Tidak ada keragian lagi, bahwa kebahagiaan dan kesesengsaraan merupakan perkara yang besar. karena itu, keduanya telah ditetapkan semenjak kita berada dalam rahim ibu. Di antara hal yang diperintahkan kepada malaikat semasih kita berada dalam perut ibu. Malaikat diperintahkan oleh Allah SWT untuk menulisnya setelah janin berusia empat bulan, apakah dia bahagia atau sengsara.
Rasulullah SAW bersabda: As-saiidu man saida fii bathni ummihi, wasy-syaqiyyu man syaqiya fii bathni ummihi. Artinya, orang yang bahagia adalah yang bahagia di perut ibunya dan orang yang sengsara adalah yang sengsara di perut ibunya. (HR Thabrani: 2631)
Namun, tak diragukan lagi bahwa kebahagiaan itu memiliki sebab. Barangsiapa yang memulai mengerjakan sebabnya, maka hampir saja ia telah mendapatkannya. Sesungguhnya kebahagiaan itu adalah thuma’ninatul qalbi, yakni ketenangan hati. Seluruh cabangnya seperti kegembiraan, kebahagiaan, hingga tawa seorang manusia. Dasar kebahagiaan adalah suatu ketenangan yang menetap dalam hati.
Tidak memilikinya kecuali Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah tahan dari siapa yang dikehendaki. Jadi, barang siapa yang ingin bahagia hendaknya ia mencari sebabnya yang tekah dijelaskan Allah SWT dalam kitab-Nya dan juga dijelaskan melalui lisan Rasulullah SAW, barangsiapa keluar dari dua jalur ini, maka ia telah salah jalan dan tidak akan pernah sampai pada kebahagiaan. Sebaliknya, ia akan terus menerus dilanda kesengsaraan yang tiada henti.
Sungguh kebahagiaan itu, sebab utamanya adalah:
- Engkau persembahkan hidupmu untuk Allah SWT.
- Engkau jadikan semua urusanmu untuk Allah SWT
- Cintamu karena Allah SWT. Engkau mencintai apa yang Allah cintai dan orang yang dicintai Allah, dan apa yang Allah izinkan untuk dicintai. Adapun sesuatu yang tidak sejalan dengan cinta Allah SWT maka engkau membenci dan menjauhinya.
- Engkau persembahkan ibadahmu hanya untuk Allah SWT.
- Engkau pastikan bahwa duniamu dan usahamu untuk memperolehnya sesuai dengan izin Allah SWT. Engkau tidak melampaui batasan yang telah Allah SWT izinkan meskipun hanya selebar rambut.
Kesimpulannya. pintu terpenting dan cara terlengkap untuk menggapai kebahagiaan adalah: Engkau hidup di dunia hanya untuk Allah SWT, sesuai perintah Allah SWT, dan sesuai izin ALlah SWT. (Aza)