Buya Yahya atau dengan nama lengkap Buya Yahya Zainul Ma’arif memberikan satu solusi bagi para imam di Indonesia agar tidak menimbulkan keresahan atau kegaduhan di tengah masyarakat.
Maksudnya, untuk masjid-masjid di Indonesia, pada umumnya adalah bermazhab Syafi’i sehingga para imam juga diminta menyesuaikan diri saat menjadi imam dengan menggunakan tuntunan berdasarkan pendapat Mazhab Imam Syafi’i. Begitu juga para makmum, hendaknya menjadi makmum yang bijak dengan tidak mencela para imam yang ditemuinya tetapi tidak sama dengan pemahamannya atau mungkin bacaan Al-Qur’annya buruk.
Nah, ini jawaban Buya Yahya mengenai masalah yang cukup banyak ditemui di masjid-masjid di negeri ini, di mana kerap terjadi perselihan gara-gara masalah tata cara shalat yang berbeda, atau imam shalat yang tidak diterima, dan sebagainya. Berikut petikan lengkap jawaban Buya Yahya yang juga pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Cirebon, dalam siaran videonya di Kanal Youtube Al-Bahjah TV.
Seorang bertanya: Buya Yahya yang saya hormati. Jika kita bermakmum dengan imam yang bacaannya kurang pas tajwidnya. Itu bagaimana?
Buya Yahya menjawab, bermakmun dengan orang yang bacaan tajwidnya belum benar. Di sana ada istilah yang namanya ummi dan qari’. (Dibatasi pada masalah ummi dan qari’ Surat Al-Fatihah).
Yang namanya qari dalam bab shalat ini adalah yang benar dalam membaca Surat Al-Fatihah. Sementara ummi adalah orang yang bacaan Fatihahnya tidak benar. Misalnya: Huruf ha dibaca kaf, huruf shad dibaca sin, dan banyak macamnya yang sampai merubah makna.
Kalau ada orang yang membaca Surat Al-Fatihah dan merubah makna, tetapi bukan karena sengaja melainkan karena memang lidahnya tidak bisa, ya bisa dimaafkan. Allah Maha Kasih. Misalnya yang terbiasa membaca pa pada huruf fa, dan mampunya memang seperti itu, maka sah bagi dirinya.
Kemudian, kalau qari, yakni orang yang bacan Surat Al-Fatihahnya benar meski tidak fasih sampai derajat seperti qari yang hebat, yang penting makhrajnya sah dan maknanya tidak berubah. Itu namanya qari.
Nah, bolehkah orang yang bacaannya benar bermakmun pada orang yang bacaannya kurang benar? Kita berbicara masalah Fikih dulu dalam Mazhab Imam Syafi’i. Kalau bacaan Fatihah Anda benar, tidak sah jika bermakmum pada orang yang bacaan Fatihahnya tidak benar. Misalnya, yang ha dibaca kaf tadi. Demikian juga orang yang tidak sempurna bacaan Fatihahnya. Ini pendapat Imam Syafi’i.
Bagaimana jika imam dimaksud tidak mau diganti? Apalagi sampai membawa-bawa bahwa dirinyalah yang membangun masjid tempatnya menjadi imam, misalnya. Baiklah. Mengenai hal ini ada dua jawabannya.
Pertama, ibrah bi’tiqaadhil ma’mum. Maksudnya, jika menurut makmum tidak sah shalatnya jika ikut imam yang bacaannya tidak benar, maka shalatnya tidak sah. Namun, jika dia yakin sah, maka ia boleh ikut.
Kedua, ibrah bi’tiqaadhil imam. Nah ini yang perlu dihadirkan ke tengah masyarakat agar kita berlemah lembut. Kita harus saling mengasihi, dan tidak perlu keras apalagi berselisih paham sampai timbul masalah dan kegaduhan. Yang penting menurut imam tersebut sah bagi dia, maka kita pun boleh mengikutinya.
Bagaimana jika bacaannya tak karuan?
– Ya, maklumi saja karena memang bisanya begitu.
Kenapa tidak membaca Bismillah?
– Ya, karena mazhabnya bukan Imam Syafi’i
Ohh…. Sah, kita ikuti menurut pendapat yang kedua…..
Nah, jika Anda menjadi imam di Indonesia, hendaknya Anda menjadi orang dan imam yang bijak. Jangan sampai tidak pakai Bismillah. Atau, sebaliknya di lingkungan pengikut mazhab lain. Kalau bacaan Anda belepotan, maka jadi makmun saja. Anda harus bijak jika jadi imam, tetapi juga harus bijak jika menjadi makmum. Bagaimana menjadi makmun yang bijak? Kalau ternyata imamnya belepotan, ya sudahlah…. Ikut pendapat yang kedua saja! Jangan lari dari masjid lalu membuat fitnah di luar. Jadi, ada pendapat yang kedua sehingga tidak terjadi fitnah di masjid.
Pesannya: Jangan suka membuat kegaduhan di masyarakat. Jika Anda imam yang tidak mau membaca Bismillah di kalangan masyarakat pengikut Mazhab Syafi’i, maka jangan menjadi imam. Atau sebaliknya. Bisa juga disimak di sini. Wallahu A’lam.