Indonesiainside.id, Sleman — Indonesia punya banyak potensi untuk bersatu dengan memaksimalkan energi kolektif bangsa yang masih kokoh. Namun, semangat kesatuan dan kebersamaan seringkali dirusak secara gegabah oleh para aktor politik dan buzzer yang nir-etika dan pertanggungjawaban moral. Mereka bukannya memupuk persatuan, malah menebar kebencian.
“Politik hanya menjadi urusan kapital kekuasaan yang minus kenegarawanan untuk mengembangkan nilai maupun ide yang sesuai dengan visi keindonesiaan yang menyatukan, mendamaikan, dan memajukan,”
kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, dilansir Muhammadiyah.or.id.
Haedar yang juga Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini mengatakan, pembelahan politik yang mengibarkan perseteruan ideologis hanya akan membawa bangsa ini jatuh ke dalam lubang disrupsi.
Dia sepenuhnya berharap kepada tangan anak-anak muda Indonesia yang cerdas agar kelak di masa depan mampu menjadikan bangsa ini benar-benar berdaulat adil dan makmur. Sebelum mereka menggantikan posisi generasi saat ini, tunas-tunas muda ini memerlukan pusat orientasi keteladanan. “Jangan dirusak mentalnya dengan korupsi dan segala bentuk oportunisme!” tegasnya.
Haedar menyampaikan pesan keagamaan dan kebangsaan dalam acara Syawalan bersama segenap civitas Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) pada Senin (16/05). Pada kesempatan itu, Haedar mengingatkan kembali arti penting moralitas bangsa serta persatuan dan kesatuan bangsa.
“Alangkah penting dan strategisnya bila UGM bersama kampus-kampus lain di Indonesia meneguhkan posisi dan peran sebagai suluh moral dan kemajuan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang berkeadaban utama,” tutur Haedar.
Nilai-nilai luhur yang bersumber dari agama, budaya, dan Pancasila harus tetap dirawat dan diimplementasikan secara saksama dan bersama. Inilah kunci agar bangsa Indonesia tetap bersatu, kuat, adil, dan makmur.
“Indonesia akan kuat dan maju manakala setiap unsur-unsur bangsanya bersatu. Sebaliknya, jika berpecah belah dan salah kaprah, maka akan menjadi negeri yang bermasalah. Bersatu kita teguh, berpecah kita runtuh!” tegas Haedar.
Potensi sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan berkarakter utama tidak hanya dapat dihasilkan oleh sistem pendidikan yang “mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945. Namun juga, kata Haedar, para elit harus menunjukkan sikap ihsan atau kebajikan agar kelak dapat ditiru dan menjadi budaya yang melekat. Jangan sampai mewariskan budaya koruptif, tamak, rakus, oportunis, dan tanpa orientasi yang jelas.
Selain itu, peran moral dan intelektual kampus seperti UGM dan yang lainnya juga sangat dinantikan saat ini agar tidak menjadi menara gading yang membisu terhadap keadaan yang mengancam masa depan Indonesia dan ranah dunia.
“Mari kita pikirkan secara saksama bagaimana menjadikan Indonesia bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, sebagaimana cita-cita para pendiri negara. Jadikan nilai dan cita luhur itu bagian dari jiwa, orientasi, alam pikiran, dan tindakan kita seluruh elit bangsa,” jelas Haedar. (Aza)