Ziarah kubur adalah wasilah doa, kesempatan beramal, media penyambung antara orang hidup dan orang mati~Imam Al-Qadhi Iyadh (w. 544 H).
Salah satu kebiasaan orang Indonesia, baik sebelum maupun setelah bulan Ramadhan adalah melakukan ziarah kubur. Dan tidak sedikit peziarah kubur yang belum memahami adab-adab ketika melakukan ziarah di pekuburan. Dengan itu, perlu dipaparkan adab-adab ziarah kubur dalam pandangan agama Islam. Amma ba’du.
Kubur berasal dari kata, qabara-yaqbiru, qabran, yang artinya makam atau memakamkan, ad-dafnu, bentuk pluralnya adalah maqabir. Imam Al-Ashfahani (w. 502 H), pakar bahasa dan ahli kamus Qur’an mengartikan kubur sebagai, maqarrul mayyit atau tempat kembalinya mayat. Berdasarkan ayat, Tsumma amatahu fa’aqbarahu (QS. ‘Abasa: 21). Mayat dikubur selain karena syariat juga sebagai penghormatan, menjaga kesehatan lingkungan, dan menjunjung tinggi martabat manusia. Makhluk hidup, terutama manusia jika mati diserukan untuk ditanam/dikubur. Sebab nyawa akan kembali ke ‘illiyin (atas langit) dan raga kembali ke asalnya di tanah, itulah makna ucapan istrirja’: Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un.
Pada prinsipnya ziarah kubur adalah ‘amal qurbah atau amalan yang mendekatkan pelakunya kepada Allah yang tidak ada penetapan waktunya secara istimewa. Walau, sebagian ulama berpendapat bahwa waktu yang tepat ziarah kubur pada malam hari berdasarkan perbuatan Nabi dan para sahabat. Karena syariat tidak menetapkan waktunya, maka praktik teknisnya terpulang pada adat atau ‘uruf masing-masing masyarakat.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, Dari amalan Nabi ziarahi Masjid Quba’ pada hari Sabtu, berarti boleh menjadwalkan secara konsisten pada waktu tertentu,”. Dan banyak riwayat yang mencontohkan bahwa Nabi melakukan ziarah kubur. Beliau pernah menziarahi kuburan ibunya pada waktu Futuh Makkah, bulan Ramadhan, tahun kedelapan Hijriah pada musim Umrah Hunein. Juga, “‘Aisyah menziarahi kuburan saudaranya, ‘Abdurrahman. Ketika ditanya, Wahai Ummul Mu’minin, dari kuburan siapa engkau memulainya? ‘Min qabri akhy ‘Abdurrahman’, jawab Aisyah.
Lalu dikatakan, ‘Laysa kana naha Rasulullah ‘an ziaratil-qubur. Bukankah Nabi pernah melarang ziarah kubur? Tanya Abdurrahman bin Abi Mukaikah. Lalu Aisyah menjawab, Na’am, kana nahaa ‘an ziaratil qubur. Tsumma amara biziaratiha. Benar. Dulu pernah Nabi melarang ziarah kubur, lalu ia memerintahkan,”. Berdasar dari hadis ini, Imam Al-Qadhi Iyadh berkata, Ziarah kubur adalah wasilah doa, kesempatan beramal, media penyambung antara orang hidup dan orang mati.
Secara syariat, hukum ziarah kubur menurut Imam an-Nawawi (631-689 H) dalam “Majmu’ Syarah Muhadzab” mengatakan, Ziarah kubur adalah perbuatan sunnah bagi muslim laki-laki, dan tidak dianjurkan bagi wanita, (HR. Muslim: 938; Turmudzi: 1056, dari Ummu Athiyyah). Pendapat dari Fikih Kuwait, Juz 24: 80. “Hukum ziarah kubur bergantung pada tujuan ziarah, tempat dan siapa yang diziarahi”. Ziarah makam Nabi di Madinah termasuk amal qurbah dan amal sunnah yang utama.
Ada pun tujuan melakukan ziarah kubur sebagai berikut: Mendoakan agar penghuni kubur terbebas dari kegelapan dan kesempitan alam kubur; Mengucapkan salam pada segenap penguni kubur sebagai bentuk sedekah orang hidup kepada yang telah wafat; Memohonkan ampunan pada penguni kubur; Mendoakan pemghuni kubur agar terlindungi dari adzab kubur, agar kuburannya menjadi taman-taman surga (raudhah min riyaadhil jannah) bukan menjadi lobang-lobang neraka (hafrah min hufarin-niiraan).
Namun untuk menyempurnakan ziarah kubur harus dipahami juga adab-adabnya, antara lain:
- Berwudhu seperti wudhu hendak shalat, karena bersuci ketika berdoa sangat dianjurkan.
- Didahului dengan bersedekah atas nama penghuni kubur yang hendak diziarahi agar doa lebih manjur dan besar harapan maqbul.
- Dianjurkan agar melakukan ziarah pada malam hari sebagaimana perbuatan Nabi dan para sahabat yang berziarah di kuburan Baqi’ Gharqad.
- Bedoa dengan ikhlas, dalam keadaan berdiri, lalu duduk. Sebab berdiri adalah cara menghormati penghuni kubur, dan itu juga hikmah shalat jenazah hanya berdiri tanpa rukuk dan sujud. “Izda shallaetum faakhlishuu ad-du’aa. Jika kalian menyalati jenazah, maka ikhlaslah dalam mendoakannya, (HR. Abu Dawud: 2/6, no. 3199; Ibnu Majah: 1/446, no. 1497).
- Masuk ke area pekuburan dengan sikap rendah diri (tadzallul) dan penuh ketenangan sebagai bagian dari keimanan di hari akhirat.
- Memberi salam dan menyampaikan doa ketika masuk kuburan orang muslim, sebaliknya tidak usah memberi salam dan doa jika itu kuburan diketahui milik orang zalim, munafik, dan orang kafir.
- Tidak menginjak kuburan bagian tengah (dekat tanda pusara) tidak bersandar, tidak duduk di atasnya apalagi berbaring. Dan Nabi memberikan peringatan keras atas perbuatan seperti itu, “Kalian duduk di atas bara api, sehingga pakaian kalian terbakar dan menghanguskan kulit kalian, itu masih lebih baik daripada kalian duduk di atas kuburan, (HR. Muslim, dalam Kitab Jana’iz. Bab. Larangan duduk dan shalat di atas kuburan).
- Jika harus berjalan di punggung kuburan, sebaiknya melepas sendal atau alas kaki, dan tidak mengelilingi kuburan, dan jangan berlama-lama di atas kuburan.
- Tidak ada tuntunan untuk melakukan ibadah shalat, mengaji surah-surah tertentu di atas kuburan. Tidak perlu pula melakukan tabur bungan, menyiram air, berpakaian khusus hitam-hitam sebagai simbol kesedihan, semua itu tidak ada anjurannya dalam agama.
- Tidak perlu membuat bangunan khusus, menembok, memagari, memberi lampu khusus, mengajak penghuni kubur bercakap-cakap, menyampaikan harapan, memohon doa restu, tawassul, tabarruk, minta pesugihan, murah rezeki, enteng jodoh, dan semisalnya, (Abu Taw Jieh Rabbanie, Jurnal Ramadhan, LAZIZ Dewan Dakwah. Jakarta.).
Sebagai penutup, terlalu banyak pelajaran berharga yang kita dapat lewat ziarah kubur. Seperti mendatangkan kezuhudan, mengingatkan kita akan kematian dan hari pembalasan, mampu memutus kelezatan dunia, memelihara ketakwaan dan menumbuhkan sifat rendah diri. Benarlah kata Nabi, “Cukuplah kematian itu sebagai pembawa nasihat buat kalian, Kafa bil-mauti waa’idzan, Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi. Wallahu A’lam. Kulinjang-Enrekang, 19 Mei 2022. (Aza)