Salah satu hikmah disunnahkannya mencium Hajar Aswad pada saat thawaf mengelilingi Kakbah adalah karena cinta.
Sebuah ilustrasi. Jika seorang hamba mencintai anak-anaknya atau istrinya , maka dia mencium atau mengecup kening mereka. Jadi, mencium itu bukan bentuk penyembahan sebagaimana yang dilakukan pada anak. Bisa saja itu bermakna menghormati, namun sangat jauh dari makna penyembahan atau pemujaan.

Karena itu sangat jelas, mencium Hajar Aswad bukanlah penyembahan melainkan karena cinta pada Sunnah. Sementara ibadah dan penyembahan hanya kepada Allah Azza wa Jalla.
Mencium Hajar Aswad itu murni sebagai bentuk ketundukan pada perintah Allah SWT. Ummat Islam diperintahkan untuk menjalankan perintah Allah SWT, dan perintah Rasul-Nya yang Mulia Muhammad sallallahu alaihi wa sallam, dan mereka tidak memiliki hak untuk memilih apa yang mereka inginkan, karena Allah telah melarang beribadah kepada batu, pohon, dan berhala.

Meskipun itu adalah batu dari surga sebagaimana asal muasal Hajar Aswad. Ia tetaplah batu dan makhluk. Mencium Hajar Aswad dan thawaf mengelilingi Ka’bah, semata-mata dilakukan karena ketundukan kepada Allah SWT serta taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Itulah sebabnya Umar Ibn Al-Khattab RA berkata tatkala ia mencium Hajar Aswad:
إني أعلَمُ أنك حجَرٌ، لا تضُرُّ ولا تنفَعُ، ولولا أني رأيتُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُقَبِّلُك ما قبَّلتُك
“Sesungguhnya aku mengetahui bahwasanya engkau adalah batu, tidak mendatangkan mudharat dan tidak juga manfaat, dan seandainya saya tidak melihat Nabi SAW menciummu, maka aku tidak menciummu.”
Penting bagi seorang Muslim agar memperhatikan perbedaan antara mencium Hajar Aswad dan mencium benda atau tempat suci lainnya. Mencium Hajar Aswad adalah syariat dan umat Islam melakukannya karena mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Dan Sunnah Rasulullah SAW, salah satunya dilakukan karena cinta. (Aza)