Indonesiainside.id, Jakarta — Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta tidak mengeluh beban subsidi energi di tengah harga minyak mentah dunia yang masih terputus hingga pertengahan tahun ini. Jokowi bahkan blak-blakan mengatakan manuver pemerintah untuk menahan harga bahan bakar minyak (BBM) relatif berat, di mana sebagian besar negara sudah menyesuaikan harga BBM mengikuti tren pasar dunia.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto menilai, Presiden tidak harus curhat dan mengeluh seperti itu. Karena tugas negara memang seperti itu. “Negara hadir menjadi penyangga guncangan atau shock breaker, yakni bantalan bagi masyarakat dari turbulensi ekonomi global. Sangat mengejutkan ekonomi yang menghantam dari luar dapat diredam agar tidak membuat masyarakat menjadi susah,” ungkap Mulyanto, dikutip dari laman resmi Fraksi PKS DPR RI, Kamis (26/5/2022).
Terkait harga BBM, akibat Perang Rusia-Ukraina, menurut Mulyanto, seluruh negara-negara di dunia berpotensi menerima akibat turbulensi harga minyak global yang sama. Akan tetapi ada perbedaan substansial terhadap harga BBM di antara negara-negara tersebut. Secara umum mengandalkan pada daya beli masyarakat.
Negara kaya, katanya, memiliki harga BBM yang lebih tinggi dibandingkan negara yang lebih miskin. Negara yang memproduksi dan mengekspor minyak, menjual minyak dengan harga rendah secara domestik.
Perbedaan harga minyak di masing-masing negara, tergantung pada variasi besaran pajak dan subsidi domestik untuk komoditas ini. Tergantung bagaimana sikap Pemerintah mereka terkait dengan kebijakan pajak dan subsidi.
“Ambill contoh serumpun negara seperti Brunei dan Malaysia menjual BBM dengan harga yang jauh lebih murah dibanding Indonesia. Harga bensin dengan RON 90 di Brunei sebesar Rp3.800,- per liter. Sementara harga bensin dengan RON 95 di Malaysia dijual sebesar Rp. 6.900 per liter. Di kita bensin Pertalite (RON 90) dijual dengan harga Rp. 7.650,- per liter,” jelas Mulyanto.
Fakta lain, lanjut Mulyanto, harga migas dunia ternyata diikuti dengan kenaikan harga SDA yang menjadi andalan ekspor Indonesia seperti batubara, gas alam, CPO, tembaga, nikel, dll.
“Akibatnya, turbulensi ekonomi global ini malah membawa berkah bagi surplus perdagangan kita dan memperkuat penerimaan APBN kita,” imbuhnya.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo saat acara Evaluasi Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, Jakarta, Selasa (24/5) mengatakan harga BBM domestik seperti Pertalite dan Pertamax yang masing-masing sebesar Rp7.650 dan Rp12.500 jauh lebih murah dibandingkan negara lain. Dia mencontohkan, harga BBM di Singapura sudah mencapai Rp32.000, Jerman di angka Rp31.000 dan Thailand sebesar Rp20.000.
Dikatakan, Indonesia berusaha menahan diri, namun angka subsidi tersebut terus membesar. Sampai kapan kita bisa menahan tekanan ini. Menurutnya menahan harga BBM yang tinggi itu berat.
Sebagai informasi, naiknya harga SDA dan komoditas menyebabkan surplus perdagangan kita. Bea keluar mencapai Rp10,70 trilliun atau tumbuh 132 persen (yoy) menaikkan harga Penerimaan CPO dan volume ekspor tembaga. Kinerja PNBP sampai dengan Maret 2022 mencapai Rp99,1 triliun, meningkat oleh Pendapatan Sumber Daya Alam (SDA). Pendapatan SDA Migas tumbuh 113,2 persen (yoy) didukung kenaikan ICP, sementara SDA non-migas tumbuh 70,3 persen didukung kenaikan harga minerba. (Aza)