Indonesiainside id, Jakarta — Asuransi sosial adalah hak dari rakyat untuk mendapatkan perlindungan kesehatan dan ekulitas adalah keadilan bagi seluruh rakyat. Hal itu tertuang sebagai prinsip hadirnya BPJS Kesehatan sesuai dengan semangat UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yakni adanya asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Namun, pengelolaan BPJS dinilai tidak peka dengan kondisi masyarakat. Salah satunya penerapan denda 5 persen bagi penunggak iuran BPJS yang diatur dalam Perpres No 64 Tahun 2020. Dalam kondisi ekonomi yang masih berat ini, di mana kepekaan BPJS Kesehatan? Di mana prinsip ekuitas sesuai UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.
“Adanya denda dengan persentase 5 persen dengan angka maksimal Rp30 juta bagi mereka yang menunggak iuran BPJS Kesehatan dengan syarat dan ketentuan masih memberatkan dan tidak sesuai dengan semangat asuransi sosial dan ekuitas,” kata anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati, dalam keterangannya, dikutip dari laman resmi Fraksi PKS, Selasa (31/5/2022) .
Bagi Anggota DPR RI Dapil Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar Negeri ini, negara harus hadir dengan perlindungan terhadap jaminan kesehatan masyarakat Indonesia sebagai hak dasar yang harus masyarakat dapatkan.
“Banyak kajian terkait regulasi yang harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Perlu ada kajian dan tinjauan ulang terhadap regulasi BPJS Kesehatan agar memenuhi hak kesehatan dasar. Jika dalam hal ini Perpres maka Presiden harus meninjaunya. Dalam hal ini BPJS Kesehatan memang hanya sebagai pelaksana aturan,” ungkap Kurniasih.
Ia membandingkan dengan berbagai relaksasi yang diberikan di sektor lain. Sektor keuangan dan perbankaan misalnya. Pada masa pandemi Covid-19 ada relaksasi terkait pembayaran kredit dari masyarakat ke bank. Ia juga mempertanyakan denda sebesar 5 persen dibandingkan besaran denda asuransi swasta atau layanan keuangan lainnya.
“Bahkan ada yang tidak menerapkan denda tapi status asuransinya menjadi lapse atau tidak aktif. Jika di perbankan malah bisa dibicarakan atau nego jika ada keterlambatan pembayaran. Apalagi saat ini situasi pandemi semua sedang proses recovery. Semua hal kan ability to pay nya menurun, termasuk kemampuan masyarakat membayar iuran BPJS Kesehatan,” paparnya.
Kurniasih menyebutkan, jumlah kuota PBI juga perlu segera dipenuhi. Jika memang tidak mampu, masyarakat bisa dimasukkan semua ke kuota PBI.
“Semua masyarakat tidak mampu bisa masuk semua ke PBI supaya tidak menjadi beban bagi masyarakat tidak mampu. Ini masyarakat niatnya bukan mau menunggak tapi kemampuan untuk membayar memang sedang menurun. Presiden sebagai pembuat Perpres bisa melihat kondisi dan situasi kekinian secara lebih jernih,” kata dia. (Aza)