Indonesiainside.id, Makkah – Putra pemilik Hotel Sulton di kawasan Shisa, Makkah, Dr. Naif Alaboud, mengaku sedih saat terjadi penundaan pemberangkatan jamaah haji selama dua tahun akibat pandemi Covid-19. Menurut dia, dua tahun lalu tanpa pelaksanaan ibadah haji bagi warga luar Arab Saudi adalah masa yang sangat suram.
Menurut dia, selama dua tahun tidak ada jamaah, khususnya dari Indonesia karena pandemik, adalah masa yang aneh karena tahun berlalu dan ia tidak melihat jamaah dari luar negeri.
“Ini kenangan yang sedih. Melayani jamaah haji sebagai tamu Allah adalah sesuatu yang diberi pahala Allah. Kami membantu jamaah dengan apa pun yang dapat kami lakukan. Kami semua berharap tidak akan menghadapi masa suram seperti itu lagi,” kata Naif Alaboud, seorang insinyur, pengajar konstruksi manajemen di Universitas Ummul Quro, Madinah, dilansir laman resmi Kemenag, Senin (20/6/2022).
Hotel Sulton menjadi salah satu pemondokan jamaah haji Indonesia di Makkah. “Saya selama 15 tahun aktif pelayanan haji dari berbagai negara. Selama 10-12 tahun terakhir bekerja sama melayani jamaah haji Indonesia,” katanya.
Dibandingkan dengan jemaah haji dari negara-negara lain, perhatian dan pengurusan Pemerintah Indonesia kepada jemaah hajinya lebih baik, jelas, dan profesional. “Jamaah diperhatikan dan diurus dengan baik dalam hal pemondokan, transportasi, dan konsumsi. Pemerintah Indonesia memeriksa semuanya dan rapi,” kata Dr. Naif Alaboud di Makkah.
Naif mengakui, pemerintah Indonesia memiliki proses yang jelas, tim profesional, dan semua seksi (transportasi, pemondokan, kesehatan, konsumsi, dan lainnya) ditangani secara profesional untuk jemaah haji. “Mereka mengecek dan mengecek kembali persiapan sebelum jemaah tiba di Makkah,” jelas Naif.
Ia juga mengapresiasi perilaku jemaah Indonesia, menurutnya jemaah haji Indonesia itu istimewa. “Sesuai pengalaman menjamu jemaah dari berbagai negara, keistimewaan jemaah Indonesia adalah jemaah yang baik baik, fokus, terdidik, suka membantu. Jemaah dari negara lain memiliki budaya dan perilaku berbeda-beda,” lanjutnya.
“Jamaah Indonesia terbuka, baik, tahu tanggung jawabnya. Sebagian jemaah mungkin berasal dari pelosok, tapi mereka baik, sabar, suka menolong, baik orang itu berpendidikan tinggi atau tidak, dan murah senyum,” sambungnya. (Aza)