Manusia bergerak karena hidup, lalu diam dan tak bergerak karena kematian.
Bergerak dan berdiam diri menjadi simbol penting dalam pelaksanaan Haji yaitu thawaf atau tawaf di sekeliling Ka’bah lalu sai dari Safa ke Marwa dan wukuf di Arafah.
Thawaf dan wukuf adalah manifestasi kehidupan manusia yang harus bergerak dalam ikhtiar, muamalah, dan ibadah. Begitulah hidup. Sementara wukuf menjadi manifestasi berdiamnya manusia di satu titik, berhenti dari semua kegiatan dan aktivitas apa pun. Dalam. Wukuf, kita terdiam dalam dzikir, muhasabah, munajat atau doa, dan berharap kehidupan yang lebih baik setelahnya. Diam dalam wukuf bukan berarti berhenti bergerak, namun terfokus dalam satu ibadah yang menjadi puncak pelaksanaan haji sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Alhajju ‘Arafah”. Puncak haji adalah wukuf di Arafah.
Sebagaimana dalam haji, begitulah kehidupan manusia. Ada kalanya harus bergerak, ikhtiar, dan beramal. Ada pula waktunya nanti terhenti dari semua amalan dan ikhtiar. Yaitu waktu di kalau Malaikat Maut datang menjemput nyawa. Maka dzikir, amal saleh, dan ibadahlah yang bisa menyelamatkan kita.
Sehingga dalam wukuf, kemulian berdzikir, muhasabah, mengakui dosa dan kesalahan (i’tiraf) serta memohon ampunan dan munajat menjadi jalan yang menyelamatkan kalau jasad berwukuf di alam fana menuju alam baqa. Alam yang abadi, di mana kehidupan yang sesungguhnya baru dimulai.
Perjalanan Spiritual
Haji adalah perjalanan fisik ke kota Makkah, tetapi untuk alasan dan tujuan spiritual. Ketika seseorang memulai perjalanan ke Makkah, mereka meninggalkan duniawi di belakang mereka. Saat semakin dekat ke Makkah, mereka masuk dalam keadaan ihram. Hanya mengenakan dua potong kain putih dan melepaskan semua perhiasan duniawi.
Menurut ajaran Islam, ketika seseorang meninggal mereka juga akan dimakamkan dengan kain kafan putih. Ihrām menyerupai kepergian dunia dan persiapan perjalanan menuju akhirat. Ihrām juga menciptakan rasa kesetaraan di antara semua peziarah. Yang kaya identik dengan yang miskin, yang putih dengan yang hitam, raja dengan rakyat, dan yang muda dengan yang tua. Setiap orang ditelanjangi untuk kemanusiaan mereka.
Demikian pula, pada hari penghakiman semua orang akan dikumpulkan tanpa harta duniawi. Ras, kekayaan, dan status tidak akan menjadi masalah pada hari itu. Hanya kedekatan seseorang dengan Allah yang berguna. Haji hampir seperti latihan untuk hari penghakiman.
Meninggalkan rumah melambangkan kematian. Penggunaan kain ihḥrām melambangkan kain kafan yang digunakan saat meninggal. Lautan manusia yang berkumpul di Makkah dari semua ras dan negara melambangkan kebangkitan dan berkumpulnya ummat manusia pada hari penghakiman.
Syariat Para Nabi
Haji juga merupakan peringatan atas tindakan para nabi sebelumnya seperti Nabi Adam, Ibrahim, dan Muhammad SAW. Para peziarah mengelilingi Ka’bah tujuh kali dan kemudian berjalan di antara bukit Safa dan Marwa, yang dekat dengan Ka’bah tujuh kali.
Jalan mondar-mandir di antara dua bukit ini adalah pemeragaan kembali Hajar, istri Ibrahim. Dia sendirian di padang pasir dan mencari air untuk menghilangkan dahaga putranya yang masih bayi, Ismail. Dia berlari di antara dua bukit tujuh kali sampai sebuah sumur air menyembur dari bawah kaki putranya yang menangis. Dalam peragaan ini, ada pesan tersirat tentang status agung wanita dalam Islam.
Jutaan peziarah, baik pria maupun wanita, dari seluruh dunia mengikuti jejak Hajar setiap tahun. Selain itu, mondar-mandir di antara dua gunung adalah cerminan tentang sifat dunia ini. Seseorang harus bekerja keras dan mondar-mandir dalam hidup, dan meskipun segala sesuatunya tampak suram, Allah selalu memberikan kelegaan pada akhirnya. Kelegaan ini bukan hasil usaha manusia, tetapi dari Allah SWT. Memang Hajar yang berikhtiar cari air, namun air tidak menyembur dari bawah kaki Hajar, tetapi dari bawah kaki bayinya, Ismail Alaihissalam.
Perintah Melempar Setan
Saat anak ini tumbuh, Ibrahim diminta untuk menyembelihnya. Iblis menampakkan diri kepada Ibrahim dan menggodanya untuk tidak menaati perintah Allah untuk menyembelih putranya. Ibrahim melempari iblis dengan beberapa batu.
Sekarang, para jamaah haji menghidupkan kembali momen ini dengan melemparkan kerikil di lokasi yang sama di mana Ibrahim melempari iblis. Ini adalah simbol iblis dalam hidup kita sendiri, dan dengan melempar setiap kerikil, seseorang membuang kebiasaan buruk.
Ibrahim dan Ismail Alaihimassalam sama-sama tunduk pada perintah Allah dan mempersiapkan diri untuk melaksanakannya sampai Allah mengirimkan seekor domba jantan untuk dikorbankan menggantikan Ismail. Jamaah haji juga mengakhiri ziarah mereka dengan menyembelih hewan untuk memperingati peristiwa besar ini, tetapi yang lebih penting sebagai simbol ketakwaan dan pengorbanan ego mereka yang sering menghalangi ketaatan pada perintah Allah. Firman Allah:
“Allah SWT tidak mendapatkan daging-daging dan tidak pula darahnya (yang sampai kepada Allah), tetapi Allah menerima ketakwaan (mereka) dari kalian”. (QS Al-Haj: 37)
Wukuf
Salah satu momen terpenting haji adalah ketika jamaah haji berkumpul di gunung Arafah. Gunung ini adalah tempat bertemunya Adam dan Hawa setelah turun ke bumi.
Semua peziarah berkumpul di Arafah dan beberapa dari mereka pergi ke bagian gunung tempat Nabi Muhammad SAW menyampaikan khutbah terakhirnya.
Khotbah ini difokuskan pada reformasi elemen sosial, ekonomi, politik, dan agama masyarakat. Dia memerintahkan agar pria merawat wanita, agar budak dibebaskan, dan berkhotbah bahwa semua pria adalah sama. Sepanjang hari, peziarah menghabiskan waktu mereka dalam permohonan dan saat hari berakhir, ada banyak momen emosional. Orang-orang di Arafah meneteskan air mata saat mereka memohon pengampunan, munajat, dan bantuan dengan kebutuhan mereka di dunia dan akhirat.
Pada akhirnya, haji adalah pengalaman yang mengubah hidup. Ini adalah momen pertobatan dan pengampunan. Nabi Muhammad saw bersabda: Pahala untuk haji (mabrur) yang diterima tidak lain adalah surga. (Bukhari).(aza)