Indonesiainside.id, Jakarta – Presiden Gotabaya Rajapaksa meninggalkan Sri Lanka dengan jet militer di tengah protes massal atas krisis ekonomi di negara itu.
Angkatan udara Sri Lanka mengonfirmasi pria berusia 73 tahun itu terbang ke Maladewa bersama istri dan dua pejabat keamanan. Rajapaksa menunjuk Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe sebagai penjabat presiden.
Wickremesinghe telah mengumumkan keadaan darurat dan jam malam regional di provinsi barat. Kepergian Rajapaksa mengakhiri dinasti keluarga yang telah mendominasi politik Sri Lanka selama dua dekade terakhir.
Presiden bersembunyi setelah massa menyerbu kediamannya pada hari Sabtu, dan telah berjanji untuk mengundurkan diri pada hari ini, Rabu 13 Juli 2022.
Sebuah sumber mengatakan kepada BBC bahwa Rajapaksa tidak akan tinggal di Maladewa dan berniat untuk melakukan perjalanan ke negara ketiga. Saudaranya, mantan Menteri Keuangan Basil Rajapaksa, juga telah meninggalkan Sri Lanka dan dikatakan akan menuju AS.
Ribuan warga turun ke jalan-jalan di ibu kota, Kolombo. Banyak yang berkumpul di Galle Face Green, tempat protes utama kota itu. Beberapa mendengarkan pidato berapi-api di panggung darurat.
Disela-sela teriakan “Kemenangan perjuangan”, seruan gerakan protes, para pembicara mencerca pemerintah dan para pemimpin yang mereka rasa telah mengecewakan mereka.
Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan sekelompok pengunjuk rasa di dekat kantor perdana menteri, tetapi mereka berhasil menyerbu kantor dan gedung-gedung negara lainnya.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka akan melanjutkan demonstrasi mereka sampai kedua pemimpin mengundurkan diri dari pemerintah. Beberapa demonstran marah tentang kepergian Rajapaksa, melihat kurangnya akuntabilitas.
“Kami tidak menyukainya. Kami ingin menahannya. Kami ingin uang kami kembali! Dan kami ingin menempatkan semua Rajapaksa di penjara terbuka di mana mereka dapat melakukan pekerjaan pertanian,” kata pengunjuk rasa GP Nimal.
Mahasiswa berusia 23 tahun, Reshani Samarakoon, mengatakan kepada BBC bahwa pengasingan mantan presiden itu menawarkan “harapan bahwa di masa depan kita akhirnya bisa menjadi negara maju, secara ekonomi dan sosial”.
Warga Sri Lanka menyalahkan pemerintahan Presiden Rajapaksa atas krisis ekonomi terburuk mereka dalam beberapa dasawarsa. Selama berbulan-bulan mereka berjuang dengan pemadaman listrik setiap hari dan kekurangan kebutuhan pokok seperti bahan bakar, makanan dan obat-obatan.
Pemimpin, yang menikmati kekebalan dari penuntutan saat dia menjadi presiden, diyakini ingin melarikan diri ke luar negeri sebelum mengundurkan diri untuk menghindari kemungkinan penangkapan oleh pemerintahan baru.
Sri Lanka adalah negara kepulauan di selatan India yang memenangkan kemerdekaan dari pemerintahan Inggris pada tahun 1948. Ada tiga kelompok etnis, yakni Sinhala, Tamil dan Muslim dengan sebanyak 99% dari 22 juta penduduk negara itu.
Satu keluarga bersaudara telah mendominasi sistem politik negara itu selama bertahun-tahun. Mahinda Rajapaksa menjadi pahlawan di antara mayoritas Sinhala pada tahun 2009 ketika pemerintahnya mengalahkan pemberontak separatis Tamil setelah bertahun-tahun perang saudara. Saudara laki-lakinya Gotabaya, yang merupakan menteri pertahanan pada saat itu, adalah presiden saat ini tetapi akhirnya dia mundur.
Sistem pemerintahan menganut kekuasaan presidensial. Presiden adalah kepala negara, pemerintahan dan militer di Sri Lanka tetapi banyak tanggung jawab eksekutif dengan perdana menteri, yang mengepalai partai yang berkuasa di parlemen.
Sekarang krisis ekonomi telah menyebabkan kemarahan di jalan-jalan. Inflasi yang melonjak berarti beberapa makanan, obat-obatan dan bahan bakar kekurangan pasokan, ada pemadaman bergilir dan orang-orang biasa turun ke jalan dalam kemarahan dengan banyak yang menyalahkan keluarga Rajapaksa dan pemerintah mereka. (Aza/BBC)