Indonesiainside.id, Jakarta – Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa resmi mengundurkan diri. Dia mengumumkan pengunduran diri dalam pelariannya di Singapura melalui pidato yang disiarkan di sebuah televisi, Jumat pagi (15/7/2022).
Saat ini Rajapaksa berada di Singapura, tempat ia melarikan diri pada Rabu melalui Maladewa. Surat pengunduran dirinya dikirim pada Kamis malam, pertama melalui email dan kemudian yang asli dikirim dengan penerbangan diplomatik, tetapi pengumuman resmi ditunda hingga Jumat.
Setelah pengunduran diri Rajapaksa, parlemen Sri Lanka segera memilih presiden yang baru. Menurut konstitusi, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dilantik terlebih dahulu menjadi presiden sementara dan akan memegang peran sampai pemungutan suara digelar oleh anggota parlemen minggu depan. Proses pemungutan suara dan pengukuhan presiden baru kemungkinan akan memakan waktu tujuh hari.
Ketua Parlemen Abeywardena meminta agar semua pemimpin partai politik mendukung kelancaran pemilihan presiden baru, dan untuk menegakkan demokrasi selama masa transisi. Selanjutnya, Parlemen akan berkumpul kembali pada hari Sabtu (16/7/2022) untuk memulai pemerintahan “Persatuan” yang terdiri dari banyak partai politik. Partai-partai oposisi mengatakan mereka akan bertemu dan mengajukan nama baru untuk perdana menteri, kemungkinan besar Sajith Premadasa, pemimpin partai oposisi terbesar.
Keputusan Rajapaksa untuk melarikan diri tanpa mengundurkan diri telah membuat Sri Lanka dalam keadaan tegang selama lebih dari 36 jam. Ketegangan meningkat di negara itu dan masih berada dalam status darurat.
Jatuhnya Rajapaksa sebagai presiden setelah berbulan-bulan protes terus-menerus yang memintanya untuk mundur. Dia memerintah bersama enam anggota keluarganya yang memiliki kekuatan politik, termasuk saudara laki-lakinya Mahinda Rajapaksa yang menjadi perdana menteri dan saudaranya Basil Rajapaksa yang menjadi menteri keuangan. Semua anggota keluarganya akhirnya mengundurkan diri dalam beberapa bulan terakhir karena tekanan publik. Namun, Rajapaksa tetap menjabat sebagai presiden dan memegang kekuasaan sehingga para pengunjuk rasa semakin marah. Akhirnya Rajapaksa pun tumbang.
Publik menganggap Rajapaksa bertanggung jawab karena telah mendorong Sri Lanka dalam krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948. Akibatnya, terjadi kekurangan bahan bakar, makanan dan obat-obatan. Bersama dengan beberapa anggota keluarganya yang berkuasa yang memegang jabatan politik, ia dituduh melakukan salah urus ekonomi dan korupsi yang meluas.
Dalam kondisi tersebut, para pengunjuk rasa mengepung dan mendobrak gerbang di kompleks perumahan kantor perdana menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe.(Aza)