Indonesiainside.id, Kabul – Pemimpin al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri, dibunuh Amerika melalui serangan drone di Kabul, Afghanistan. al-Zawahiri terdeteksi oleh mata-mata yang disebar oleh lembaga intelijen CIA.
Keberadaan al-Zawahiri ini terdeteksi setelah sejumlah pejabat senior AS mengatakan kepada wartawan bahwa mereka meyakini Zawahiri telah kembali ke Afghanistan selama setahun terakhir, menyusul ambruknya pemerintahan yang disokong Barat.
Sejak AS menarik mundur pasukannya, para mata-mata AS telah memerhatikan Afghanistan dengan waspada guna menemukan berbagai pertanda bahwa para pemimpin al-Qaeda kembali ke negara itu secara perlahan, kata seorang penasihat Biden.
Zawahiri disebut-sebut bermukim di sebuah area hunian dengan tembok pelindung yang tinggi bersama istri dan putrinya di tengah Kota Kabul, lansir BBC News Indonesia, Rabu (2/8).
Kawasan permukiman yang Zawahiri pilih adalah kawasan yang warganya relatif berkecukupan, yaitu Sherpour. Daerah itu juga banyak ditempati kedutaan-kedutaan dan rumah diplomat saat Afghanistan dipimpin pemerintahan sebelumnya. Kini, sebagian besar pejabat senior Taliban tinggal di area sekitar Kabul.
Pada awal April, beberapa agen CIA memberi laporan untuk pertama kalinya kepada para penasihat Biden dan kepada Biden sendiri. Laporan itu berisi informasi bahwa CIA telah mengidentifikasi jaringan penyokong sang pemimpin al-Qaeda dan keluarganya melalui berbagai arus informasi intelijen.
Para agen mata-mata AS telah menemukan pola perilaku para penghuni rumah, termasuk perilaku unik seorang perempuan yang diidentifikasi sebagai istri Zawahiri.
Istri Zawahiri disebut menggunakan “spionase” ala teroris agar tiada yang tahu rumah persembunyian suaminya di Kabul.
Para agen mata-mata AS mengamati bahwa Zawahiri tidak pernah meninggalkan area hunian yang dia tempati sejak tiba di lokasi tersebut. Namun, secara berkala dia muncul di balkon rumah secara singkat. Dari balkon itu, dia dapat melihat pemandangan di luar hunian.
Bagi Biden, peluang untuk membunuh pria buronan nomor satu AS sarat dengan risiko. Zawahiri bermukim di kawasan permukiman padat. Serangan drone yang secara tidak sengaja membunuh 10 orang tak berdosa di Kabul, termasuk seorang pekerja kemanusiaan dan tujuh anak, pada hari-hari terakhir menjelang AS meninggalkan Afghanistan, pasti bercokol di benaknya.
Sepanjang Mei dan Juni, Biden tengah berfokus pada perang di Ukraina sembari mendorong RUU mengenai pengendalian senjata api dan perubahan iklim. Akan tetapi, secara diam-diam, sebuah kelompok “terpilih dan sangat kecil” yang terdiri dari pejabat intelijen tinggi mulai menyiapkan beberapa opsi untuk disajikan kepada Biden.
Biden sebelumnya telah menugaskan para pejabat intelijen untuk memastikan para warga sipil, termasuk keluarga Zawahiri dan pejabat Taliban, tidak dibunuh secara tidak sengaja dalam serangan.
Pada 1 Juli, Biden mengumpulkan sejumlah pejabat top, termasuk Direktur CIA William Burns serta Direktur Badan Intelijen Nasional Avril Haines, untuk berdiskusi.
Dalam pertemuan itu Biden disebut “sangat aktif dan meresapi laporan intelijen” sembari mengelilingi sebuah miniatur rumah Zawahiri yang dibuat dan dibawa para pejabat intelijen ke Gedung Putih.
“Secara khusus dia berfokus memastikan bahwa setiap langkah ditempuh guna memastikan operasi berjalan dengan meminimalisir risiko,”kata seorang penasihat keamanan senior, dilansir BBC News Indonesia.
Biden disebut bertanya mengenai struktur bangunan dan apa pengaruhnya jika dihantam serangan. Setelah itu dia bertolak ke Camp David untuk rehat akhir pekan.
Selama beberapa pekan ke depan, para pejabat bertemu di sebuah ruangan seperti pusat komando yang terletak di bawah Gedung Putih. Di dalamnya, Biden bisa memonitor berbagai krisis baik di dalam maupun di luar negeri.
Mereka lantas merencanakan operasi secara runut, berupaya mengantisipasi setiap pertanyaan yang mungkin diajukan presiden.
Sementara itu, sekelompok pengacara berkumpul untuk membahas legalitas serangan. Mereka akhirnya berkesimpulan Zawahiri adalah target yang sah berdasarkan “peran kepemimpinannya di Al Qaeda secara kontinyu dan partisipasi serta sokongan operasional untuk serangan-serangan Al Qaeda”.
Pada 25 Juli, setelah berkumpul dengan timnya untuk kali terakhir dan bertanya kepada penasihat-penasihat utamanya tentang pandangan mereka, Biden memberi perintah serangan.
Pada 06:18 waktu setempat, dua rudal Hellfire yang ditembakkan sebuah drone menghantam balkon rumah Zawahiri sehingga menewaskan sang pemimpin al-Qaeda. Para anggota keluarganya tidak ikut tewas, kata para pejabat intelijen.
Selepas serangan, jendela-jendela rumah tampak terbongkar. Namun, tiada kerusakan berarti selain itu.
Ada berbagai anggapan bahwa versi lain dari rudal Hellfire dipakai dalam serangan tersebut. Alih-alih dipersenjatai hulu ledak, model bernama AGM-114R9X itu mengerahkan enam bilah yang terlontar dari bagian sisi rudal saat rudal mendekati target.
Dengan spesifikasi seperti itu, rudal tersebut mengandalkan energi kinetik dari bilah-bilah untuk memotong apapun yang dikenai, tapi pada saat bersamaan kehancuran sampingan bisa diminimalisir.
Ribuan mil jauhnya di Washington DC, Presiden Biden mendapat informasi bahwa serangan drone berjalan sukses.
Pada Minggu (31/07), Kementerian Dalam Negeri Taliban mengatakan kepada media setempat, sebuah serangan roket mengenai rumah kosong tanpa korban. Saat itu mereka menolak memberikan keterangan secara rinci.
Sesudah itu, pemerintahan Biden mengatakan bahwa para petempur dari jaringan Haqqani, sayap keras dari Taliban, langsung mengevakuasi keluarga Zawahiri dan menutupi keberadaan Zawahiri.
Ketika seorang wartawan BBC tiba di rumah tersebut pada Senin (01/08) pagi, barisan Taliban mengusirnya dan menodongkan senapan kepadanya seraya berkeras “tiada yang bisa dilihat”.(BBC/Nto)