Ibadah dibangun di atas tiga pilar. Ini menurut Ibnu Rajab, yakni khauf (takut), raja’ (mengharap), dan mahabbah (cinta). Ketiganya adalah wajib. Mengambil atau meninggalkan salah satunya, malah berbahaya.
Misalnya, cinta saja tanpa rasa berharap dan takut, bisa berubah jadi pengkultusan yang berlebih-lebihan. Atau hanya raja’ (pengharapan), bisa terjerumus dalam bid’ah kaum mutji’ah. Mereka abai pada mahabbah dan khauf. Sementara khauf tanpa mahabbah dan raja’, begitulah bid’ah-bid’ah kaum Khawarij.
Karena itu, harus berkumpul tiga pilar dalam setiap ibadah kita. Ada cinta, penuh harap, dan rasa takut. Tentang cinta atau mahabbah, Ibnu Taimiyyah berkata tentang benteng cinta: “Hubb atau cinta akan menjadikan seseorang menjatuhkan dirinya sendiri dan terjerumus pada jurang nafsu jika tidak diimbangi dengan khauf (takut kepada Allah).” Hal ini terbukti dengan keberanian orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. (QS Al-Maidah: 18)
Dengan demikian, ibadah juga butuh keseimbangan rasa. Salah satunya, Rasulullah SAW memberikan keberimbangan antara cinta dan takut dalam sebuah hadits. Nabi SAW bersabda: ” Jika kalian mengetahui (besarnya) kadar rahmat Allah, niscaya kalian akan bersantai dan tidak (akan) melakukan amalan apapun. Tetapi jika kalian mengetahui (besarnya) kadar murka Allah maka tidak akan ada sesuatu pun yang dapat memberi manfaat (kepada kalian).” (Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid)
Sebagaimana kita membuka hati untuk mencintai Allah dan berharap kepada-Nya, kita juga semestinya menerima rasa takut (khauf) serta penuh rasa khawatir atas siksaan dan murka-Nya.
Cinta akan membawa kita bersegera untuk mendekat kepada-Nya, berusaha mencari rahmat dan ridha-Nya, serta menjauh dan menghindari larangan-Nya yang membuat Allah murka. Dengan demikian, kita akan merealisasikan hakikat berlari menuju Allah dan bersegera kembali kepada-Nya.
Jika hanya membuka pintu takut saja, maka kita hanya lari menghindar namun tak lari menuju kepada-Nya. Di sinilah kadang orang terjerumus ke dalam jurang kenistaan.
Pintu cinta, penuh harap, dan rasa takut kepada-Nya adalah jalan yang menyelamatkan. Ibnu Atha dalam Kitab Al-Hikamnya mengatakan, “Jika engkau ingin pintu pengharapan itu terbuka untukmu, maka lihatlah anugerah yang ada pada dirimu. Artinya bersyukurlah.
Jika ingin pintu khauf (takut) terbuka untukmu, malam lihatlah apa yang telah kamu berikan untuk-Nya. Amalan dan penghambaan seperti apa yang telah kita lakukan? Perintah yang mana telah kita tunaikan dengan sempurna?
Setelah kita melakuka keduanya itu, maka muhasabahlah! Benarkah semua ibadah dan amalan kita diterima dengan baik? Dengan begitu, lakukanlah semuanya dengan berharap hanya kepada Allah SWT. Maka hadirlah tiga pilar yang menjadi pondasi ibadah, yakni cinta, takut dan berharap hanya kepada-Nya.
Ingat, berharap kepada makhluk, akan berujung kekecewaan. Jangan kita, orang yang diharapkan saja belum tentu semua harapannya dipenuhi. Bagaimana mungkin kita mau mengggantungkan harapan kepadanya. Maka berhataplah kepada Allah SWT, Allah Maha Mengabulkan dan Maha Mengurusi semua urusan makhluk-Nya. Wallahu a’lam. (Aza)
(Disajikan dari buku Aku Rindu pada Allah (Kaifa Nuhibbullah wa Nasytaqi ilaihi), karya Dr Majdi Al Hilali)