Indonesiainside.id, Jakarta – Rusia menuduh personel angkatan laut Inggris meledakkan pipa gas Nord Stream yang mentransfer gas Rusia ke Eropa.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pada hari Sabtu (29/10) bahwa “tim spesialis Inggris” meledakkan pipa gas Nord Stream bulan lalu dalam “serangan teroris.”
“Unit Angkatan Laut Inggris mengambil bagian dalam perencanaan, penyediaan dan pelaksanaan serangan teroris di Laut Baltik pada 26 September tahun ini – meledakkan pipa gas Nord Stream 1 dan Nord Stream 2,” kata kementerian itu.
Sebuah pesawat mata-mata Angkatan Laut AS terbang di dekat lokasi pipa Nord Stream 2 yang disabotase di Laut Baltik beberapa jam setelah kebocoran pertama terdeteksi di sana, menurut data pelacakan.
Personel Angkatan Laut Inggris dari unit yang sama juga mengarahkan serangan pesawat tak berawak Ukraina terhadap kapal-kapal Rusia di Laut Hitam, kata kementerian itu.
Negara-negara Barat tertentu menuduh Rusia berada di balik ledakan di pipa. Rusia sebelumnya menuduh Barat atas kerusakan infrastruktur.
Swedia dan Denmark sama-sama menyimpulkan bahwa empat kebocoran di Nord Stream 1 dan 2 disebabkan oleh ledakan, tetapi belum mengatakan siapa yang mungkin bertanggung jawab.
Kementerian Pertahanan Inggris menanggapi pada hari Sabtu, menyangkal bahwa unit militernya terlibat dalam serangan terhadap jaringan pipa gas dan Armada Laut Hitam angkatan laut Rusia.
Kementerian itu mentweet, “Untuk mengurangi penanganan bencana mereka terhadap invasi ilegal ke Ukraina, Kementerian Pertahanan Rusia menggunakan klaim palsu dalam skala epik.”
Kementerian Pertahanan Inggris mengklaim “cerita yang diciptakan mengatakan lebih banyak tentang argumen yang terjadi di dalam Pemerintah Rusia daripada tentang Barat.”
Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, mengatakan Moskow akan mencari reaksi dari Dewan Keamanan PBB. Dia mengatakan dalam sebuah posting Moskow ingin menarik perhatian pada “serangkaian serangan teroris yang dilakukan terhadap Federasi Rusia di Laut Hitam dan Baltik, termasuk keterlibatan Inggris di dalamnya.”(Nto)