JAKARTA — Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024 dinilai melanggar UUD NRI 1945 dan UU Pemilu.
“Putusan PN Jakarta Pusat tersebut bukan hanya tidak memiliki dasar hukum yang kuat, tetapi terutama juga secara jelas melanggar UUD NRI 1945 dan UU Pemilu. Saya mempertanyakan kompetensi hakim yang memutus perkara tersebut. Wajarnya Komisi Yudisial memeriksa Hakim yang memerintahkan penundaan Pemilu itu,” kata Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (02/03/2023).
Anggota DPR RI ini mengkritik putusan PN Jakpus yang ‘memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu, dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal hingga 2 tahun 4 bulan 7 hari, yang konsekuensinya Pemilu 2024 ditunda’ sebagai pelanggaran terhadap Konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga harus dikoreksi oleh pengadilan di atasnya.
HNW sapaan akrabnya menjelaskan bahwa UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 22E ayat (1) UU Pemilu yang berbunyi, ‘Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.’
“Putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan menunda pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari sejak diucapkannya putusan, tidak sesuai dengan ketentuan Konstitusi,’karena Pemilu yang akan datang baru bisa diselenggarakan pada akhir Juli tahun 2025. Itu jelas melanggar ketentuan UUD bahwa Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Dengan amar putusan PN itu, Pemilu tidak bisa diselenggarakan 5 tahun sekali, karena Pemilu terakhir dilaksanakan pada 2019, maka menjadi harga mati bahwa pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 2024, bukan tahun 2025 sebagaimana amar putusan PN itu,” jelasnya. (Aza)