JAKARTA — Dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), memberikan sikap menghadapi Pemilu 2024. Organisasi nomor satu dan dua terbesar ini sepakat mendorong Pemilu 2024 yang demokratis, serta menginginkan kepemimpinan bermoral dan bervisi Kebangsaan untuk mengokohkan NKRI.
Muhammadiyah dan NU sebagai organisasi non-politik praktis memiliki panggilan moral untuk hadir dengan tanpa merasa paling benar sendiri. Kedua organisasi masyarakat berbasis agama ini siap menjadi wasit moral dalam kontestasi politik di negeri ini.
“Sehingga kontestasi itu tidak sekedar politik kekuasaan semata-mata. Tapi visi kebangsaan apa yang mau dibawa yang diwujudkan berangkat dari pondasi yang diletakkan oleh para pendiri bangsa,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di hadapan awak media dalam kunjungannya ke Kantor PBNU Jl. Keramat Raya, No. 164, Jakarta Pusat pada, Kamis (25/5).

Haedar menyebutkan sekurangnya terdapat tiga agenda pengembangan kerja bersama antara Muhammadiyah dengan NU dalam waktu dekat. Pertama, dalam konteks kepemimpinan moral, lebih-lebih menyongsong Pemilu 2024, Muhammadiyah dan NU mendorong terselenggaranya pemilu demokratis, ada visi dan arah moral serta visi kebangsaan yang kokoh para calon.
Kepemimpinan Moral adalah istilah yang disepakati dua pihak untuk mengarahkan kontestasi, sehingga siapa pun nanti yang terpilih sudah mengetahui baik maupun buruk — benar atau salah, serta benar dan salah dalam berpolitik. Dengan begitu, Pemilu dan hasilnya tidak transaksional.
Kedua, pengembangan kerja bersama antara Muhammadiyah dan NU adalah mendorong terciptanya ekonomi yang berkeadilan. Di samping politik yang adil dan lain sebagainya. Ekonomi berkeadilan, imbuhnya, sebagai usaha untuk membebaskan, memberdayakan dan memajukan, sekaligus menyejahterakan umat.

“Itu juga harus menjadi concern juga dalam kontestasi politik ke depan. Agar tidak sekedar bagi-bagi kekuasaan, tapi yang paling penting ini Indonesia dengan rakyatnya yang 250 juta itu mau diapakan, agar lebih sejahtera. Karena saya pikir elitnya sudah lebih sejahtera,” kata Haedar.
Guru Besar Sosiologi ini menekankan, supaya kesejahteraan tidak hanya berada pada lingkaran elite, tetapi juga harus dirasakan oleh seluruh rakyat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi fokus untuk segera direalisasikan.
Ketiga, pengembangan kerja bersama antara Muhammadiyah dan NU sebagai gerakan keagamaan akan berkomitmen memandu umat agar menjadi cerdas, damai, bersatu dalam keragaman dan semakin maju kehidupannya. Muhammadiyah dan NU berada digaris terdepan dalam usaha memandu umat. (Aza)