Indonesiainside.id, Jakarta – Di malam hari yang sunyi, di sudut kota Madinah, dalam ronda malamnya, Khalifah Umar Ibnu Khattab merasakan kelelahan. Saat itulah Umar yang ditemani oleh ajudannya, Aslam, mengistirahatkan tubuhnya. Bersandarlah ia ke dinding rumah penduduk. Tidak lama kemudian, Umar mendengar seorang ibu yang memerintahkan pada putrinya. Terjadilah dialog antara ibu dengan putrinya.
“Bergegaslah ke bejana yang berisi susu itu lalu campurlah dengan air,” perintah si Ibu.
“Ibunda, tidakkah engkau mendengar kebijakan Amirul Mukminin saat ini?” tanya sang putri.
“Apakah kebijakannya?” tanya si Ibu.
“Amirul Mukminin telah memerintahkan agar tidak mencampur susu dengan air,” kata si putri.
“Bergegaslah, campur susu itu dengan air. Kita berada jauh dari rumah Amirul Mukminin, juga tidak dilihat oleh para aparat,” kata si Ibu.
“Demi Allah, aku tidak mau dipandang sebagai orang yang menaatinya di depan orang-orang, namun menentangnya di tempat tersembunyi,” kata si putri.
Dialog itu didengar oleh Umar. Juga oleh Aslam. Lalu, Umar berseru pada Aslam, “Hai Aslam, tandai pintunya dan kenalilah tempat ini.” Esok paginya, Umar memerintahkan kepada Aslam, agar ajudannya itu mencari tahu siapa sebenarnya dua perempuan tersebut.
Setelah melakukan penyelidikan, sampailah Aslam pada satu kesimpulan. Si Ibu adalah seorang janda yang sedang berbicara dengan putrinya. Itulah yang disampaikan Aslam kepada Umar.
Usai mendengar laporan dari Aslam tersebut, Umar mengumpulkan anak-anaknya yang laki-laki, lalu berkata, “Apakah di antara kalian ada yang membutuhkan seorang perempuan hingga aku menikahkannya.”
“Aku sudah punya istri,” jawab Abdullah Ibnu Umar.
“Aku juga sudah punya istri,” jawab Abdurrahman Ibnu Umar.
“Wahai ayah, aku belum punya istri, maka nikahkanlah dengan aku,” kata Ashim Ibnu Umar.
Umar lalu mengirim utusan kepada keluarga gadis tersebut untuk meminang dan menikahkan dengan anaknya, Ashim. Dari pernikahan ini lahirlah seorang anak perempuan bernama Ummu Ashim binti Ashim. Ummu Ashim inilah yang dinikahi oleh Abdul Aziz bin Marwan. Dan, dari pernikahan Ummu Ashim binti Ashim dengan Abdul Aziz bin Marwan lahirlah Umar bin Abdul Aziz yang dikenal wara’ dan adil ketika diamanahi menjadi khalifah. Umar bin Abdul Aziz adalah cicit atau buyut dari Umar Ibnu Khattab Radhiyallahu anhu.
Dari kisah diatas, ada pelajaran yang bisa dipetik ketika hendak menikahkan anak-anak kita. Umar mencari sosok calon istri untuk putranya dengan pendekatan agama dan akhlak. Ketika agama dan akhlaknya bagus, maka kecantikan, keturunan, dan harta, tidak lagi menjadi pertimbangan yang utama. (HMJ)