Memilih profesi guru bukan persoalan mudah. Meski kesejahteraan sebagian guru semakin membaik, namun belum menyentuh semua guru khususnya di sekolah swasta.
Untuk bertahan hidup saja sudah baik. Itu pun harus bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masih ada di antara para pendidik yang mengambil tugas negara untuk mencerdaskan bangsa, hanya dibayar Rp200.000 per bulan.
Salah satunya, dialami sembilan guru Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) di Kabupaten Lebak, Banten. Mereka hanya menerima gaji atau pendapatan sekitar Rp150.000 sampai Rp200.000 per bulan.
“Pendapatan sebesar itu tentu tidak cukup untuk membeli beras seberat 25 kilogram dengan harga Rp10.000 per kg,” kata Kepala MDA Muhajirin Jalan Siliwangi Rangkasbitung, Sopandi di Lebak, Jumat (7/2).
Di Madrasah Muhajirin ini, ada sembilan guru dengan kualifikasi pendidikan lulusan sarjana Islam, SMA, dan pesantren. Pendapatan mereka tergantung pembayaran orang tua siswa dari iuran sumbangan partisipasi pendidikan (SPP).
Para siswa hanya dikenakan pembayaran SPP Rp20.000 per anak setiap bulan dari total 234 peserta didik. Jika semuanya terkumpul, total iuran siswa hanya Rp4.680.000 per bulan.
“Rata-rata pendapatan gaji dari orang tua siswa Rp200.000 per bulan dan ditambah insentif dari pemerintah daerah Rp600.000 per tahun,” kata Sopandi.
Menurut dia, pendapatan gaji yang diterima tidak sebanding dengan upaya mencetak generasi Islami dan sumber daya manusia (SDM) unggul dan berkarakter. Padahal, seharusnya pembentukan karakter dan akhlak Islami diterapkan sejak dini.
Di Madrasah ini, siswa diajari pendidikan al-Quran, murattal, tajwid, fikih, hadits, praktik ibadah, akhlak, sharaf, sejarah Islam, dan juga muatan lokal bidang seni qasidah.
Sopandi mengaku telah menekuni sebagai guru MDA selama puluhan tahun. Namun, ekonomi keluarga hanya bisa bertahan hidup.
Sepulang dari madrasah, dia harus mencari sambilan sebagai guru mengaji dari rumah ke rumah. Dia berharap, negara hadir untuk proses pendidikan yang merata bagi setiap anak bangsa.
“Kami berharap Kementerian Agama, pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi dapat memperhatikan gaji guru MDA itu,” katanya.
Begitu juga Khadijah, seorang guru MDA Al Kamal di Kampung Sentral Kelurahan Rangkasbitung Barat, Kabupaten Lebak. Dia mengatakan, saat ini dirinya terkadang menerima gaji dari sekolah sebesar Rp150.000.
Namun, terkadang macet atau tidak menerima gaji bulanan karena siswa belum melunasi iuran SPP. “Kami sudah biasa jika tidak menerima gaji, namun merasa terpanggil ingin memajukan anak-anak bangsa ke depan agar memiliki SDM unggul dan berkarakter,” katanya.
Khadijah berharap pemerintah dapat memprogram kembali bantuan operasional pendidikan (BOP) untuk pendidikan madrasah diniyah.
“Kami ikhlas menerima gaji seadanya dan hanya ada keinginan kuat agar anak-anak sebagai generasi bangsa memiliki SDM unggul dan berkarakter,” ujar Khadijah. (Aza/Ant)