Ruangan dengan cat dinding berwarna hijau terasa sesak dan penuh. Maklum saja, aula berkapasitas 200 orang ini membludak hingga dua kali lipat lebih.
Dari absensi yang ada di panitia, ada sekitar 500 orang yang hadir. Antusiasme mereka sangat besar dalam menyambut Masyumi Reborn. Sejak pagi, peserta mulai mendatangi tempat diselenggarakannya shilaturahmi akbar keluarga besar, zuriyah dan pencinta Masyumi.
Nampak beberapa tokoh nasional seperti MS Kaban, Babe Ridwan Saidi, Sri Bintang Pamungkas, Djoko Eddy Abdurrahman, Abdullah Hehamahua, KH Cholil Ridwan, Ahmad Yani, Laode Kamaluddin, KH A Rasyid Abdullah Syafi’ie, Bachtiar Chamsjah, dan Fuad Amsyari.
Sementara, beragam masyarakat mulai dari orang tua hingga beberapa anak muda memenuhi aula lantai dua Gedung Dewan Dakwah itu.
Pada sambutan-sambutan awal dari Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPI) dan Panitia Persiapan Pendirian Partai Islam Ideologis (P-411), para peserta tak terlalu serius menyimak. KH Cholil Ridwan sempat menegur beberapa peserta muslimah yang berbicara ketika dia menyampaikan sambutan.
“Ibu-ibu tolong jangan ada yang ngobrol. Saya menyampaikan sambutan sampai sedih tentang perjuangan orang tua kita di Masyumi dulu,” ucap kiai Cholil.
Kegiatan berlangsung hangat dan menggelora ketika kiai Cholil memekikkan takbir dengan suara lantang. Ratusan peserta mengangkat kepalan tangan dan memekikan takbir sebagai simbol semangat perjuangan pendirian partai Islam ideologis dan kaffah.
Masyumi Reborn sepertinya meretas kembali jalan baru kepartaian yang pernah ada di zaman irde baru itu. Dari pemutaran film dokumenter, Masyumi pada 1938 seolah lahir kembali.
Namun, apakah akan hidup lagi Partai Masyumi? Waktu yang akan menjawab. Dari sekelompok orang yang hadir di aula Dewan Dakwah itu, sepertinya tidak ada halangan. Namun, kenyataannya di lapangan pasti banyak tantangan.
Suasana haru bertambah senyap ketika video dokumenter perjalanan Masyumi, mulai dari Madjlis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tahun 1938 didirikan. MIAI merupakan rekomendasi Kongres Umat Islam Indonesia saat itu.
Kerasnya ritme dan instrumen musik rancak mengiringi video perjuangan Masyumi hingga fusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tahun 1973. Tak sedikit, di tengah pemutaran video dokumenter, beberapa peserta spontan takbir.
Jelang zuhur, dua narasumber, yaitu Babe Saidi Ridwan dan Bachtiar Chamsjah sempat memantik jalannya urun rembuk dan diskusi nasional. Selepas zuhur kegiatan diskusi berjalan hingga mendekati waktu ashar.
Beberapa peserta di bagian belakang sempat menyela dan melambaikan tangan isyarat interupsi, mereka ingin mempertegas target dari kegiatan Masyumi Reborn ini. “Targetnya apa Pak Moderator? Langsung saja sampaikan,” kata salah seorang peserta dengan tampilan meyakinkan.
Namun moderator Ahmad Yani tidak menjawab tegas. Dia hanya menyampaikan bahwa saat ini masih momentum untuk urun rembuk dan saling bertukar gagasan. Adapun hasilnya seperti apa, nanti akan disepakati para ulama dan majelis syura.
Kegiatan Masyumi Reborn ditutup dengan saling bersalam-salaman antarpeserta. Beberapa, meminta berswafoto dengan para narasumber. (Aza)