Pernahkah kita mencari siapa saja wanita, selain RA Kartini, yang berperan besar dalan lanskap perjuangan wanita Indonesia? Beberapa di antaranya, mereka adalah kaum wanita dari kalangan Muslimah.
Bila dirujuk dari literatur sejarah, ditemukan fakta penting, banyak wanita Indonesia yang berjuang untuk bangsa dan layak untuk menjadi pahlawan wanita. Siapa saja mereka?
Dalam dunia pendidikan misalnya, Rahmah El Yunusia (1900-1969) merupakan pelopor pendidikan kaum perempuan. Untuk mengentas nasib pendidikan perempuan, beliau mendirikan sejumlah sekolah hingga perguruan tinggi.
Atas jasa-jasanya dalam dunia pendidikan, beliau sampai mendapat gelar “Syaikhah” dari Universitas Al-Azar pada tahun 1957. Al-Azhar pun terinspirasi sehingga mendirikan perguruan tinggi untuk perempuan yang disebut Kulliyatul Banât.
Terkait masalah nasionalisme misalnya, di sana ada sosok Cut Nyak Dien yang semangat nasionalisme melawan penjajah bukan sekadar di ranah pikiran tapi turut serta beerjuang di medan laga melawan penjajah. Dari organisasi Muslimat NO kita juga bisa mengambil pelajaran.
Mereka turut serta berjuang membantu membela Tanah Air ketika Belanda mau merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Rahma El Yunusia juga menjadi ketua Haha no Kai (Organisasi Perempuan) di Padang Panjang yang membantu pemuda yang terhimpun dalam Gyu Gun (laskar rakyat) yang dipersiapkan untuk revolusi perjuangan bangsa.
Dalam dunia kepenulisan dan jurnalistik, sosok Rohanna Koeddoes juga bisa diangkat. Pada 10 Juli 1912, dia menerbitkan surat kabar Soenting Melajoe yang berarti “Perempuan Melayu”. Selain itu, NUM (Nahdhatul Ulama Muslimat) dalam masalah kepedulian sosial juga lumayan banyak. Bahkan mereka membentuk Yayasan Kesejahteraan Muslimat. Muslimat NO ini sangat peduli dalam ranah sosial.
Masih banyak lagi contoh pejuang wanita muslimah lainnya. Karena itu, bukan hanya Kartini yang melakukan tindakan-tindakan hebat kepahlawanan. Meski begitu, kita tidak berarti mengecilkan peran Kartini.
Di samping itu, tak terlalu membesar-besarkannya, serta tidak menutup mata terhadap peran-peran wanita selain Kartini. Karena pada dasarnya, kepahlawanan adalah hasil kolektif akumulasi peran dari orang-orang sebelumnya.
Dari Kartini kita menemukan lima kata kunci kontribusi yang mengantarkannya pada kepahlawanan: Pertama, pejuang pendidikan. Kedua, pejuang nasionalisme. Ketiga, ranah kepenulisan. Keempat, pejuang kesetaraan gender. Kelima, kepeduliannya terhadap orang yang tertindas. (Aza)