Indonesiainside.id, Jakarta – Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI-PBNU) atau Asosiasi Pesantren Indonesia, melihat jumlah dan pertumbuhan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 masih tinggi dan mengkhawatirkan, persebarannya juga makin meluas. Sementara prasyarat untuk mencegah penularan Covid-19, terutama jaga jarak (social/physical distancing), semakin sulit diwujudkan.
Ketua RMI-PBNU, Abdul Ghofarrozin menilai, dalam kondeks pesantren, pemerintah belum memiliki perhatian dan kebijakan khusus untuk menangani Covid-19. Namun, tiba-tiba pemerintah mendorong agak terlaksana new normal dalam kehidupan pesantren.
“Hal ini tentu saja mengkhawatirkan. Alih-alih untuk menyelematkan pesantren dari Covid-19, pesantren yang berbasis komunitas dan cenderung komunal justru dapat menjadi klaster baru pandemi Covid-19, sesuatu yang sepatutnya dihindari,” kata Ghofar, Jumat (29/6).
Maka itu, RMI-PBNU menyatakan bahwa pelaksanaan new normal di pesantren tidak dapat dilakukan jika tidak ada dukungan pemerintah untuk tiga hal berikut. Pertama, kebijakan pemerintah yang kongkrit dan berpihak sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam menjaga pesantren dari resiko penyebaran virus Covid 19.
“Kedua, dukungan fasilitas kesehatan untuk pemenuhan pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan dan tenaga ahli kesehatan,” ujarnya.
Ketiga, dukungan sarana dan fasilitas pendidikan meliputi fasilitas pembelajaran online bagi santri yang belum bisa kembali ke pesantren dan biaya pendidikan (syahriyah/SPP dan kitab) bagi santri yang terdampak secara ekonomi. “Apabila tidak ada kebijakan nyata untuk tiga hal diatas maka RMI-PBNU menyarankan pesantren memperpanjang masa belajar di rumah,” kata dia.
“RMI-PBNU juga menghimbau agar setiap keputusan yang diambil terkait dengan nasib pesantren harus melibatkan kalangan pesantren,” imbuhnya.
Ia menambahkan, tingginya kurva Covid-19 seharusnya membuat pemerintah tetap waspada dan memastikan aturan seperti PSBB dapat berjalan secara efektif. Namun, justru yang dirasakan adalah pelonggaran terhadap PSBB dan pemerintah akan segera melaksanakan New Normal (kenormalan baru). “Hal ini sangat beresiko bagi makin luas dan besarnya persebaran Covid-19 termasuk dalam lembaga pendidikan,” tuturnya.(PS)