Indonesiainside.id, Jakarta – Setelah 86 tahun diubah fungsi menjadi museum oleh penguasa Turki Mustafa Kemal Attatruk, simbol sejarah di Turki itu dikembalikan kepada fungsi awalnya sebagai masjid. Menyambut rasa sukacita tersebut, umat Islam menyelenggarakan shalat Jumat perdana di Masjid Akbar Aya Sofya.
Wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ustaz Fahmi Salam menyampaikan, bagi umat muslim di Indonesia perubahan status Aya Sofya dari museum menjadi mesjid memiliki makna istimewa. “Ini adalah karunia dari Allah SWT, perjuangan untuk mengubah status Aya Sofya ini juga perjuangan panjang,” kata Ustaz Fahmi Salim, Jumat (24/7).
Menurut dia, perjuangan mengubah status Aya Sofya dari museum menjadi masjid telah dimulai sejak tahun 2012. Kala itu, gugatan diajukan ke Pengadilan Turki, kemudian baru keluar keputusan pada 10 Juli 2020.
“Jadi, ini suatu proses yang legal, konstitusional dan imparsial dari Pengadilan Tinggi. Nah, baru saat itu Presiden Erdogan mengeluarkan dekrit perubahan status tersebut,” ujarnya.
Hal berikutnya yang patut disyukuri umat Islam, tutur Ustaz Fahmi adalah Aya Sofya simbol kejayaan Islam. Aya Sofya memiliki simbol di mana peradaban dunia memiliki cengkrama yang sangat kuat.
“Jangan berbicara, ini penaklukan, ini peperangan, kemudian akuisisi, justru itu menunjukan adanya toleransi antar umat beragama oleh Sultan Sang Penakluk Konstatinopel yang diubah menjadi Istanbul. Hak-hak minoritas, warga Kristen Ortodoks, mereka dilindungi oleh Sultan dan undang-undang negara,” jelasnya.
Meskipun ditaklukan secara militer dengan peperangan selama sembilan pekan sejak tanggal 4 April 1453 sampai hari ditaklukan jatuh kepada umat Islam, termasuk kota Istanbul dan tempat yang pertama ditunjuk adalah Katedral, Sultan Muhammad Al-Fatih menunjukan rasa tawadhunya. Bahkan dia turun dari kudanya, bersimpuh, dia ambil tanah di depan Aya Sofya dan ditaburkan ke atas kepalanya.
“Ini menunjukan seorang yang rendah hati,” ucapnya. (Msh)