Indonesiainside.id, Makkah – Ketika musim haji dimulai, pemandu haji sementara biasanya meninggalkan pekerjaan reguler dan gelar profesional mereka untuk melayani jemaah dari berbagai negara. Ini adalah peran khusyuk dan diberkati yang banyak orang Makkah warisi dari orang tua dan kakek nenek mereka.
Pemandu haji pria dan wanita menemukan kenyamanan dan kesenangan dalam melayani jamaah, meskipun dengan imbalan tidak seberapa. Para pemandu menganggap pelayanan mereka adalah suatu kehormatan yang diberikan setiap tahunnya.
Talal Qutub, misalnya, yang sehari-harinya bekerja sebagai konsultan penyakit dalam. Dia mengatakan bahwa dirinya diberkati untuk melayani para jamaah sejak usia dini, mewarisi pekerjaan dari keluarganya. Orang tuanya menanamkan dalam dirinya rasa peduli kepada para jamaah, dan merawat mereka, sejak mereka tiba di Makkah sampai mereka pulang.
Dia mengatakan bahwa ada rasa saling kedekatan, penghargaan, dan rasa hormat antara jamaah dan pemandu, dan bagi pemandu, perasaan itu seperti oksigen yang mereka hirup.
Qutub awalnya beraktivitas sebagai pemandu independen sejak 1973, sebelum menjadi anggota Dewan Direksi Lembaga Panduan jamaah Iran, dan kemudian menjabat sebagai Presiden Direksi selama bertahun-tahun.
“Saya menjadi kepala badan koordinasi lembaga untuk para pemandu, di saat bersamaan saya juga bisa menyelesaikan studi saya di bidang kedokteran dan mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran dan Bedah di Pakistan tanpa gangguan ke layanan jamaah,” katanya. “Kemudian saya bergabung dengan Saudi Airlines sebagai dokter dalam layanan medis dan menjadi manajer umum layanan medis.”
“Saya mempraktikkan profesi saya sebagai dokter dan memperoleh gelar doktor di bidang sistem pencernaan dan hati saat belajar di Austria, tetapi terus melayani para jamaah selama studi saya di sana dengan datang ke Kerajaan setiap musim haji tiba,” tambah Qutub.
Dia mengatakan bahwa melayani jamaah adalah bagian penting dari hidupnya dan dia tidak bisa menyerahkan begitu saja. Itu juga merupakan panggilan yang akan diteruskannya kepada generasi berikutnya.
“Anak saya, Dr Hadi, mewarisi profesi dari saya,” katanya. “Dia adalah konsultan penyakit pencernaan dan hati, dan juga anggota dewan direksi dari Lembaga Panduan jamaah Iran.”
Faten Hussein, seorang reporter dan spesialis dalam panduan ibadah haji, mengatakan bahwa pekerjaan pemandu diwarisi oleh banyak orang Makkah karena kedekatannya dengan Situs Suci, hubungan dekat mereka dengan para jamaah, dan pengetahuan bahasa dan budaya mereka yang luas.
Namun, seiring waktu berubah, dan jumlah jamaah meningkat secara dramatis, demikian juga sifat hubungan yang dimilika antara pemandu dan jamaah. Apa yang tadinya merupakan hubungan dekat, hampir seperti kekeluargaan, sekarang, lebih kepada kebutuhan, dan lebih bersifat bisnis.
“Pemandu haji pada awalnya adalah profesi individu, dalam arti bahwa individu dan keluarganya memikul beban dan tanggung jawab bimbingan, dari kedatangan para jamaah di Makkah hingga mereka pulang,” kata Hussein.
Tetapi peningkatan jumlah peziarah menciptakan banyak tantangan dalam menjalankan profesi ini, karena didasarkan pada keacakan dan ketekunan pribadi, serta kemampuan individu untuk melakukan semua tugas dengan akurasi yang diperlukan.
Situasi ini menyebabkan munculnya lembaga pemanduan pada 1982, yang didasarkan pada kerja kolektif yang terorganisir, untuk mengintensifkan upaya dan menyatukan prosedur untuk meningkatkan layanan yang diberikan kepada para jamaah.
“Tetapi hal itu pada gilirannya menyebabkan pendinginan dalam hubungan antara jamaah dan pemandu, karena jamaah ditempatkan di tempat tinggal yang jauh, sepenuhnya terpisah dari tempat tinggal pemandu, yang membentuk hambatan dalam komunikasi dan hubungan manusia, serta menyebabkan penyusutan hubungan dekat yang dulu sangat terjaga di masa lalu. ”
Di masa lalu, kata Hussein, jamaah calon haji dan keluarga mereka biasa menghabiskan enam bulan atau lebih di Makkah. Pemandu wanita bekerja dalam peran seperti penerimaan dan keramahtamahan, menyiapkan lokasi, menemani jamaah calon haji perempuan ke tempat-tempat suci, menjaga barang-barang berharga mereka, menyediakan perawatan kesehatan, dan bahkan merawat anak-anak mereka.
“Dalam beberapa tahun terakhir, pemandu wanita bekerja dengan cara yang lebih maju dan melakukan layanan berkualitas tinggi untuk jamaah perempuan,” kata Hussein. “Pertemuan kesadaran budaya dan agama disediakan untuk jamaah perempuan, yang isinya ditentukan sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran. Pemandu wanita juga dilatih dalam seni berurusan dengan jamaah perempuan, seni berbicara, dan pertolongan pertama dan sejumlah kursus lainnya.” (Msh)