Indonesiainside.id, Depok – Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar menjelaskan tentang posisi manusia dalam kehidupan. Menurutnya, makin sukses seseorang di dunia, makin risau dan tidak tenang hidupnya.
“Orang makin besar usahanya, makin sukses duniawinya, makin banyak yang mengincar. Makin banyak yang mengancam. Sehingga dia bangun rumah tinggi, tembok yang tinggi, diberi tulisan ‘awas anjing galak’,” kelakar Kiai Miftach dalam Ngaji Al-Hikam di TVNU yang dilansir laman NU Online.
Makin sukses seseorang maka merasa tidak aman hidupnya. Dia tahu pasti ada yang menganggu dan banyak pula.
“Jadi, para pencuri-pencuri itu, kalau ingin mencuri cari rumah yang penuh dengan kekayaan di dalamnya, bukan rumah kosong. Rumah kosong hanya untuk kencing dan untuk berak,” katanya.
Kiai Miftach melanjutkan, tiada kenyamanan yang hakiki dari dunia ini. Tidak ada yang perlu begitu dielu-elukan dari dunia hingga terlupa bahwa setiap manusia akan berpulang.
“Dunia yang kita tempati ini bukan tempat yang layak, yang kita bisa bersenang-senang, yang kita mantep dan marem dengan keadaan dunia ini. Tapi, kita oleh Allah dilewatkan di dunia ini sekadar untuk melewati, untuk menguji. Kita ini sebagai manusia tahan bantingan kah atau manusia yang mudah keropos,” kata ulama sepuh kelahiran Surabaya tersebut.
Oleh karena itu, lanjutnya, mangsa empuk setan dalam menjerumuskan seseorang ke dalam lubang keburukan bukanlah mereka yang lalai, melainkan mereka dengan hati yang kaya akan amal, zikir, istighfar, dan ridho Allah.
Berbeda dengan hati seseorang yang melalaikan perintah Allah dan memusatkan pikiran serta tenaganya untuk dunia, sehingga hatinya kering dan kosong.
“Kalau orangnya hatinya kosong, ndak pernah zikir, ndak ada nur sama sekali. Buat apa setan ganggu. Ya, dia jadi setan sendiri. Nggak perlu diganggu dengan setan, karena dia sudah menjadi setan,” katanya.
Seseorang yang berakal, katanya, tentu akan lebih mempertimbangkan sesuatu yang lebih langgeng, besar, dan abadi. Tanpa menimbulkan dunia, prioritasnya tetap jatuh kepada menaati perintah Allah Swt.
“Dunia nggak ada keabadiannya. Sementara orang ngejar suatu prestasi yang membanggakan, berapa tahun dia bertahan dengan prestasinya itu? Akan ada orang lain yang mengungguli. Terus begitu,” jelas Kiai Miftach.
(NU/Nto)