Indonesiainside.id, Jakarta – Dunia mengalami fase baru dalam memandang agama. Selain peningkatan Islamofobia di banyak negara, kampanye sekularisme dalam artian meninggalkan agama juga kian gencar.
Dikutip dari Euro News, terjadi pembatasan praktik beragama di banyak negara, khususnya bagi ummat Islam. Menurut laporan Pusat Penelitian Pew, Lembaga think-tank yang berbasis di Washington, pembatasan pemerintah terhadap agama meningkat di seluruh dunia selama dekade terakhir. Terutama lagi di Eropa, berbagai kebijakan muncul untuk membatasi gerak orang beragama.
Pew melakukan survei di 198 negara untuk laporan tahunan terbaru tentang pembatasan agama. Survei menemukan bahwa selama dekade antara 2007-2017, undang-undang, kebijakan, dan tindakan pejabat negara yang membatasi keyakinan dan praktik agama meningkat drastis dan mencolok.
Dikatakan, meskipun pembatasan agama tetap lebih tinggi di kawasan Timur Tengah-Afrika Utara, peningkatan terbesar selama dekade terakhir terjadi di Eropa dan di Afrika sub-Sahara.
Campur Tangan Pemerintah
Temuan ini menunjukkan semakin banyak pemerintah Eropa membatasi pakaian wanita Muslim. Pada tahun 2007, ada lima negara yang dilaporkan memiliki pembatasan seperti itu di Eropa. Pada tahun 2017, jumlahnya meningkat empat kali lipat menjadi 20. Prancis juga menerapkan larangan penutup wajah penuh pada tahun 2011, sementara di Bosnia-Herzegovina, karyawan lembaga peradilan dilarang mengenakan simbol agama di tempat kerja, termasuk jilbab.
Jumlah pemerintah Eropa yang ikut campur tangan dalam ibadah atau praktik keagamaan lainnya juga meningkat. Laporan tersebut mencatat di Jerman dan Slovenia, kelompok Muslim memprotes pihak berwenang yang menyorot khitan (sunat anak) karena alasan nonmedis.
Sementara itu, undang-undang baru di Hungaria mengubah proses pendaftaran kelompok agama dan membatalkan pendaftaran lebih dari 350 kelompok agama pada 2012.
Pew juga menyebutkan Spanyol sebagai negara yang mengalami peningkatan terbesar dalam skornya untuk batasan pemerintah pada aktivitas keagamaan. Catalonia memberlakukan larangan burqa dan niqab dan pembatasan dakwah agama.
Sekularisme vs Agama
Sosiolog Prancis Jean-Paul Willaime mengatakan hasil ini tidak berarti Benua Lama menjadi lebih tidak toleran terhadap agama. “Ada paradoks: sementara masyarakat Eropa sangat sekuler dan semakin banyak orang yang menyatakan diri mereka tanpa agama, semakin banyak undang-undang yang disahkan untuk mengatur praktik keagamaan,” katanya kepada Euronews.
Francois Foret, profesor ilmu politik di Cevipol, mengatakan kepada Euronews, undang-undang ini berasal dari peran agama yang bermutasi dalam masyarakat. Agama di Eropa telah diturunkan ke budaya dan “dikosongkan otoritasnya untuk menjadi ekspresi identitas dan memori belaka,” katanya.
Dengan demikian, kebijakan “menghadapi agama sebagai risiko, dengan tujuan ganda untuk memantau dan menekan kontra-radikalisasi, deradikalisasi, dan mendorong agama agar menghasilkan kontra-narasi, untuk memobilisasi agama masyarakat sipil.
Di lain sisi, Willaime mengakui, praktik agama sering disalahpahami atau disamakan dengan fanatisme, karena praktik tersebut hampir tidak sesuai dengan praktik di Eropa. Menurut dia, mayoritas penduduk Eropa tidak lagi melakukannya. “Apalagi jika itu menghasilkan praktik pakaian dan makanan tertentu dengan visibilitas tinggi,” katanya.
Dari analisis di atas, dapat dipahami bahwa pembatasan agama memang menjadi kampanye internasional menuju era sekularisme. Tak heran, di Amerika Serikita sendiri dihantam sekularisme yang menyebabkan wargnya yang tak beragama mencapai 29 persen sesuai laporan Pew. Kaum Kristiani yang merayakan Natal tahun ini pun berkurang drastis hingga 60-an persen saja.
Kedua, bukan hanya negara-negara minoritas Muslim yang mengalami pembatasan tertentu dalam praktik agama. Pembatasan-pembatasan yang terbungkus kedok tertentu juga terjadi di negara mayoritas Muslim seperti Indonesia.
Karena itu, kampanye internasional menuju sekularisme dan pelepasan diri dari agama, khususnya di kalangan ummat Ummat Islam harus terus diwaspadai. Sebaliknya, Ummat Islam harus mencerna perkembangan zaman serta mengedepankan tindak tanduk yang ramah kepada semua dalam koridor syariah. (Aza)