BOGOR – Lembaga pendidikan berbasis Qur’an, Ma’had Ar-Rahman Qur’anic College (AQC) mencetak puluhan guru ngaji untuk dikirim ke sejumlah Rumah Tadabbur Qur’an (RTQ) di pelosok. Para lulusan AQC tersebut ditempa menjadi guru Qur’an selama dua tahun.
Mereka adalah lulusan dari berbagai pesantren tingkat SMA dan masuk ke jenjang diploma dua tahun di AQC. Mahasantri dididik mendalami ilmu Al-Qur’an sampai pada tingkat pemahaman. Hafalan Al-Qur’an diperkuat dengan program sanadisasi untuk menjaga kualitas keilmuan.
Awal 2023, AQC mewisuda 98 santri dan santriwati. Acara Wisuda Khataman Qur’an yang bertempat di Ma’had AQC, Cirimpak, Megamendung, Bogor, Jawa Barat itu mewisuda mahasantri dari berbagai kategori. Mulai mahasantri khatam tilawah Al-Qur’an 50 kali dalam tiga bulan hingga mutqin 30 juz.
Direktur Ar-Rahman Qur’anic College (AQC), Ustadz Muhammad Rusydi, menjelaskan, kaderasasi guru Qur’an sangat penting di era disrupsi saat ini. Perkembangan teknologi dan globalisasi banyak merusak moral anak muda. Pada titik ini, pesantren memiliki peran sentral untuk menguatkan karakter anak muda muslim agar berdiri di atas nilai-nilai Islam.
“Di depan kita adalah anak-anak generasi bangsa, mereka akan menjadi penerus risalah Rasulullah. Semoga mereka menjadi pilar-pilar terbangunnya peradaban Islam di muka bumi ini,” kata Ustadz Rusydi saat memberikan sambutan.
Dalam mendidik santri, Ustadz Rusydi mengambil ibrah dari Surah At-Taubah ayat 111. Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala menjanjikan surga kepada orang-orang yang berjuang di jalan Allah. Tidak hanya mengobarkan harta, tapi juga jiwa dan raga demi tegaknya agama Islam di muka bumi.
اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.” (QS At-Taubah: 111)
Ayat tersebut tak hanya menjadi teks bacaan dalam mushaf Al-Qur’an. Kandungan ayat mesti diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Lembaga pendidikan sangat berperan dalam hal itu. Para santri dididik untuk berani berkorban demi agama Allah.
“Doktrin ini pula yang kami tanamkan kepada para santri dan santriwati agar ikhlas dan ridha untuk menjual dirinya, jiwanya, hartanya, semuanya di jalan Allah. karena Allah sudah menjanjikan surge bagi orang-orang yang beriman dan berani untuk menjual dirinya,” ucap Ustadz Rusydi.
Hal serupa disampaikan Pimpinan AQL Islamic Center sekaligus pendiri Ma’had AQC, KH Bachtiar Nasir. Di menjelaskan, awal mula kehancuran umat Islam karena Al-Qur’an tidak lagi dijadikan pedoman hidup.
“Akan menjadi awal kehancuran bagi kalian kalau Quran yang kalian pegang pada hari ini tidak menjadi modal utama untuk bisa menaklukkan setan,” ujar pria yang akrab disapa UBN itu.
Maka itu, kata dia, salah satu tanggungjawab para ulama adalah mendidik generasi muda agar cinta kepada Al-Qur’an. Cinta pada Al-Qur’an melahirkan karakter Rabbani. Itu menjadi modal besar untuk membangun peradaban Islam di muka bumi.
“Kalian (santri) harus bersungguh-sungguh berniat untuk menjadi shahibul Qur’an, dan kalian harus betul-betul meminta pertolongan kepada Allah, agar dimampukan bisa istiqamah, agar menjadi shahib atau muhibbah yakni para pecinta Al-Qur’an yang sesungguhnya,” ucap UBN.
Tak sampai pada tahap mempelajari Al-Qur’an saja. Namun, makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur’an harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, para pemuda muslim yang dipelopori santri bisa menjadi ujung tombak pembangunan peradaban Islam.
“Hidup kalian betul-betul kalian curahkan sepenuhnya untuk menjadi fa’il Al-Qur’an, aamil Al-Qur’an, Khaadim Al-Qur’an, dan semua yang terkait dengan Al-Qur’an bahwa kalian siap menjadi pelakunya,” ujar UBN.
Kader Mahasantriwati untuk Jadi Ulama Perempuan
Perempuan tak selamanya menjadi ibu rumah tangga. Ibunda Aisyah RA merupakan rujukan para sahabat terkait masalah-masalah fikih. Ada pula Fatimah binti Muhammad al-Fihriya al-Qurashiyah yang mendirikan universitas pertama di dunia, Universitas Al-Qarawiyyin, pada 1963 di Fez, Maroko.
Tokoh muslimah inspiratif dalam sejarah peradaban Islam menjadi salah satu motivasi AQC membuka program khusus untuk mahasantriwati. Saat ini, program yang diresmikan pada 2020 lalu itu dikenal dengan AQC Akhwat.
“AQC Akhwat mulai diresmikan KH Bachtiar Nasir, sampai hari ini 25 santriwati angkatan pertama insya Allah akan kami persiapkan untuk bisa menjadi pionir-pinor dakwah, khususnya untuk para ibu dan perempuan,” kata Wakil Direktur AQC Akhwat, Ustadzah Miftah Fatiah Azziqra.
Ustadzah Miftah menjabarkan, santriwati di AQC Akhwat akan dididik dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an sebelum diberi bekal ilmu-ilmu syariah. Enam bulan pertama, santriwati sudah melakukan proses setoran hafalan dan memutqinkan hafalan.
“Dilanjutkan proses menulis mushafQu, dilanjutkan mengambil sanadisasi. Setelah masuk semester 3 dan 4, barulah mereka menjalankan program-program ulumul syar’iyah,” kata Ustadzah Miftah.
Setelah menyelesaikan pendidikan selama dua tahun, para santriwati akan diwisuda sebagai tanda kelulusan dari segi akademik. Tapi, prosesi wisuda sebenarnya awal dari perjuangan yang sesungguhnya. Setelah itu, mereka akan dikirim ke berbagai daerah untuk mengembangkan Rumah Tadabbur Qur’an (RTQ).
“Nantinya, mereka akan menjadi perempuan-perempuan yang siap diterjunkan di lapangan dakwah dalam medan sesungguhnya, medan yang tidak bisa dikatakan mudah, khsusunya untuk perempuan,” ujar Ustadzah Miftah.
Di RTQ tersebut, para lulusan akan menjadi guru Qur’an yang membuka kelas mulai dari anak-anak sampai lansia. Tak sekadar mengajar membaca Al-Qur’an, tapi juga mengajak masyarakat luas bertadabbur.
“Mereka akan dikirim ke RTQ, mereka akan mengajarkan Al-Qur’an, mengembangkan rumah-rumah tadabbur Quran, dan mengajarkan kepada masyarakat dari kecil hingga lansia,” ungkap Ustadzah Miftah. (Aza)