Masyarakat Sunda mengenalnya dengan istilah Rangkepan, serupa Primbon bagi masyarakat Jawa.
Indonesiainside.id, Jakarta — Rempah-rempah merupakan barang dagangan paling berharga pada zaman prakolonial. Zaman dulu, rempah-rempah banyak digunakan dalam dunia pengobatan.
Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku. Rempah-rempah ini pula yang menyebabkan Belanda menyusul ke Maluku.
Sementara itu, bangsa Spanyol di bawah pimpinan Magellan telah lebih dahulu mencari jalan ke Timur melalui jalan lain yakni melewati samudera Pasifik dan akhirnya mendarat di pulau Luzon Filipina.
Sejarah kebudayaan Indonesia banyak menyimpan tradisi pengolahan rempah nusantara. Dalam mengolah makanan, sajoan ritu, hingga keperluan hajatan.
Miranda Halimah Wihardja, budayawan yang meneliti sistem penaggalan Sunda mengatakan, zaman dahulu, para tabib selalu menggunakan perhitungan waktu saat ingin membuat ramuan.
“Begitu kayanya tradisi nusantara, sehingga sebuah perhitungan waktu (yang digunakan tabib) sampai sekarang ini belum banyak yang meneliti,” ujarnya dalam diskusi Jalur Rempah di Permata Hijau, Jakarta Selatan, Sabtu (15/12).
Miranda menguraikan, para leluhur memiliki kepekaan yang kuat dalam menghargai alam. Di Sunda sendiri, dikenal Mipit Amit, yakni meminta izin kepada alam yang dianggap sebagai kakak kandung manusia, sebelhm melakukan suatu ritual.
Pun demikian dalam proses meramu rempah untuk pengobatan. Orang tua zaman dulu juga memiliki kepekaan soal waktu sebagai bagian dari interaksi manusia dengan alam. Masyarakat Sunda mengenalnya dengan istilah Rangkepan, serupa Primbon bagi masyarakat Jawa.
“Misalnya nanti jam 5 baru boleh digerus, jam 8 diminukkan, kemudian obat boleh dipupurkan ke bagian yang sakit,” tutur Miranda.
(Suandri Ansah)