Indonesiainside.id, Jakarta – Saat ini penderita kanker dinobatkan sebagai penyakit yang mematikan. Maka dari itu, kebanyakan orang mencari pengobatan alternatif dengan cara terapi di luar negeri. Jepang merupakan salah satu negara asing yang selalu menjadi destinasi medis terkhusus masyarakat Indonesia yang menjadi jalan lain untuk pengobatan kanker dengan menggunakan terapi sel. Namun, saat ini terapi itu bisa dilakukan di Indonesia.
Saat ini sudah ada terapi sel sebagai terapi pendukung pengobatan kanker dengan cara terapi yang berasal dari darah pasien sendiri, yaitu Immune Cell Theraphy (ICT). Seperti yang disampaikan oleh doktor bidang biomedik, juga kepala Klinik Hayandra, Dr. dr. Karina, SpBP-RE, mengatakan pasien kanker yang selama ini berobat ke Jepang dapat memanfaatkan pengobatan atau terapi serupa yang kini sudah ada di Indonesia.
“Jadi tidak perlu khawatir karena saat ini terapi sel sebagai terapi pendukung pengobatan kanker, sudah ada di Indonesia,” ungkap Karina di Kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (05/3).
Dengan pengobatan terapi ICT yang merupakan hasil pembiakan dari darah pasien terdiri dari perpaduan sel T, sel NK, dan sel NKT.
Menurutnya, terapi ini tidak hanya membunuh kanker, akan tetapi juga berguna untuk mengurangi rasa nyeri akibat kanker. “Dari banyak penelitian di dunia, hal ini diduga merupakan efek penekanan radang secara menyeluruh, serta dikeluarkannya zat-zat yang dinamakan sitokin dan peptida opioid endogen, oleh sel-sel imun yang terkandung dalam ICT,” ungkapnya.
Tidak banyak klinik atau rumah sakit yang menyediakan layanan psikologis pada layanan komprehensif pengobatan kanker. Padahal hal ini penting bagi pasien kanker.
“Proses pengobatan kanker masih fokus pada penanganan medis seperti operasi, radioterapi, kemoterapi dan lainnya. Padahal kondisi psikologis pasien kanker dan keluarganya juga merupakan sisi yang harus disentuh dalam layanan pengobatan kanker,” kata Cecilia Sagita, M. Psi., Psikolog, anggota tim psikolog di Klinik Hayandra.
Tak heran, banyak pasien merasa divonis mengenai akhir hidupnya, saat didiagnosis mengidap kanker. “Vonis tersebut membuat pasien kanker mengalami gangguan psikologis, mulai cemas hingga depresi. Karenanya perlu intervensi yang tepat dari sisi psikologisnya,” lanjutnya.
Terlebih saat mereka mulai menjalani proses pengobatannya yang tidak hanya memakan biaya dan waktu tetapi juga efek samping pengobatan yang menyakitkan. “Perasaan depresi dapat mempengaruhi daya imunitas tubuhnya dalam melawan sel kanker,” imbuhnya.
Karena itu, layanan pengobatan kanker sebaiknya dilakukan pendampingan seorang psikolog.
Dr. I Putu Willy Adi Satria, SpAn, FIPM, Kepala Tim Penanganan Nyeri di klinik ini juga menambahkan, perlu mengatasi rasa nyeri yang dialami pasien kanker. Baik untuk pasien yang sedang menjalani terapi maupun pada pasien paliatif pada kanker stadium lanjut.
“Untuk mengurangi rasa nyeri ini, umumnya dokter menggunakan obat-obatan penghilang nyeri,” ujarnya.
Namun seiring kemajuan dibidang medis, saat ini dimungkinkan penanganan nyeri pada penderita kanker menggunakan terapi-terapi lain yang lebih canggih. Tujuannya untuk melakukan blok ataupun ablasi saraf yang membawa rasa nyeri.
Menurutnya, penanganan nyeri pada pasien kanker tidak mudah. Penyebabnya, banyak pasien yang enggan untuk mendeskripsikan keluhan, pasien ketakutan akan nyeri namun tidak tahu kemana mencari pertolongan, pasien takut efek samping terapi dan kurangnya pengetahuan tentang obat-obatan opioid pada pasien kanker.
Sedang dari sisi medis antara lain adanya kegagalan untuk memproses keluhan pasien secara adekuat, keengganan untuk memberikan dan memonitor dosis obat nyeri yang adekuat dan kurangnya pemberian edukasi pada pasien dan keluarga.
“Nyeri kanker atau cancer pain, bila diatasi dengan baik akan meningkatkan kualitas hidup penderita,” ujarnya lagi.
Selain menggunakan obat-obatan termasuk narkotika maupun penggunaan alat-alat canggih seperti radiofrequency, rasa nyeri pada kanker bisa diatasi dengan terapi-terapi lain, diantaranya adalah Immune Cell Therapy (ICT).
Terapi ini memanfaatkan darah pasien sendiri yang didapat dari hasil pengaktifan dan perbanyakan sel T, sel Natural Killer (NK), dan sel NKT dalam proses selama 2 minggu, ternyata juga mampu mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien.(PS)