Indonesiainside.id, London – Lembaga Amal Medical Detection Dogs (MDD) bekerja sama dengan beberapa ilmuwan memprakarsai sebuah penelitian baru terkait virus corona, di Inggris, Jumat (27/3). Penelitian ini untuk meneliti apakah anjing dapat membantu mendeteksi Covid-19 melalui indera penciuman.
Ini adalah pengembangan dari penelitian sebelumnya, tentang kemampuan anjing untuk mengendus malaria. Hal itu didasarkan pada keyakinan bahwa setiap penyakit memicu bau yang berbeda-beda.
MDD juga melatih anjing untuk mendeteksi penyakit seperti kanker, Parkinson, dan infeksi bakteri dengan mengendus sampel yang diambil dari pasien. Anjing-anjing tersebut juga mampu mendeteksi perubahan halus pada suhu kulit. Ini berguna untuk menentukan apakah seseorang mengalami demam.
“Pada prinsipnya, kami yakin anjing dapat mendeteksi Covid-19,” kata Claire Guest, pendiri dan Ketua Eksekutif Medical Detection Dogs. “Sekarang kami mencari cara bagaimana kami dapat menangkap bau virus dari pasien. Tujuannya adalah agar anjing dapat menyaring bau setiap pasien, termasuk mereka yang tidak menunjukkan gejala, dan memberi tahu kami apakah mereka perlu diuji atau tidak.”
Dilansir channelnewsasia.com, MDD nantinya akan bekerja sama dengan London School of Hygiene dan Tropical Medicine (LSHTM) dan Universitas Durham di wilayah timur laut Inggris untuk menentukan apakah anjing dapat membantu diagnosa.
Organisasi-organisasi tersebut mengungkapkan bahwa mereka telah memulai persiapan untuk melatih anjing dalam enam minggu, untuk membantu menyediakan diagnosis yang cepat dan efektif menjelang akhir epidemi.
Kepala pengendalian penyakit di LSHTM mengatakan anjing dapat mendeteksi malaria dengan akurasi yang sangat tinggi. Sementara, umumnya penyakit pernapasan mengubah bau badan. Jadi ada peluang yang sangat tinggi juga hal ini bisa dilakukan dengan Covid-19.
“Anjing pendeteksi ini nantinya juga bisa dikerahkan di bandara untuk mengidentifikasi dengan cepat orang yang membawa virus. Selain itu anjing ini bisa membantu mencegah munculnya kembali penyakit,” menurut Steve Lindsay dari Durham University.
Saat ini, lebih dari 500.000 kasus infeksi virus corona telah dilaporkan di 182 negara, dan berkontribusi terhadap 24.114 kematian, menurut perhitungan worldometers. Jumlah kasus infeksi yang aktual diyakini lebih tinggi, karena banyak negara hanya menguji kasus parah atau pasien yang memerlukan rawat inap. (Aza)